haji adalah wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah. Adanya ketetapan waktu dan keterbatasan tempat wukuf tersebut mengakibatkan jumlah jemaah haji untuk masing-masing negara dibatasi dengan kuota. Hal tersebut berbeda dengan ibadah umroh yang waktu pelaksanaannya bisa lebih leluasa dan tidak terpusat pada satu tempat pada waktu tertentu.
Inti dari pelaksanaan ibadahPerbaikan tingkat kesejahteraan yang diikuti dengan peningkatan keinginan setiap muslim untuk menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam kelima di satu sisi, dan adanya batasan kuota yang relatif tetap di sisi lainnya, telah menyebabkan daftar tunggu haji menjadi semakin bertambah.
Pada masyarakat daerah atau etnis tertentu, keinginan untuk berhaji tidak selalu berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut. Berhaji bukan hanya dipandang sebagai pelaksanaan kewajiban agama semata, melainkan lebih dikaitkan dengan status sosial, tradisi, adat, atau kebanggaan.Â
Sehingga meski tingkat kesejahteraan masyarakat tidak tinggi, mereka memiliki semangat dan dorongan yang luar biasa kuat untuk berhaji, sebagai misal etnis Bugis, Mandar, atau Madura. Hal tersebut terindikasi dari panjangnya masa tunggu haji di daerah tersebut.
Dorongan mendaftar haji lebih awal juga dipengaruhi oleh adanya pemahaman bahwa tidak sah atau tidak afdol melaksanakan ibadah umroh yang sifatnya sunnah sebelum berniat haji yang sifatnya wajib yang diwujudkan dengan mendaftar haji.
Tipologi Menurut Geert
Menurut Clifford Geert dalam bukunya Religion of Java, ritus berhaji masyarakat Jawa terbagi ke dalam tiga tipe: anak muda, pensiunan, dan usia lanjut.
Tipe Pertama, bagi anak muda, ibadah haji dipandang sebagai fase penutup ideal setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren atau sekolah yang sekaligus menandai akhir masa remaja. Jika seorang remaja sudah berhaji berarti ia telah memiliki status baru, yang dipertegas dengan penggantian nama dan sebutan baru yang diperoleh sekembalinya dari tanah suci, beserta segala atribut yang disandangnya.
Tipe Kedua, bagi pensiunan, melaksanakan ibadah haji menjelang memasuki masa pensiun dari pekerjaan formal sebagai pegawai atau pengusaha. Pada kelompok ini, termasuk pula yang melakukan ibadah haji dengan pertimbangan setelah anak-anaknya menginjak dewasa, sudah menikah, atau terpisah rumah.
Tipe Ketiga, kelompok usia lanjut yang melaksanakan ibadah haji sebagai fase akhir dari perjalanan hidupnya yang panjang dalam mengabdikan diri pada kehidupan keduniawian dan akan memasuki fase kekhusukan pada kehidupan keagamaan.
Tipologi hasil penelitian Clifford Geert pada tahun 1952 – 1954 di Jawa Timur tersebut dengan pendekatan sosio-kultural dan dilakukan ketika belum ada kesenjangan waktu antara niat berhaji dengan pelaksanaan keberangkatannya. Sehingga ketika seseorang berniat haji dan mampu dari segi keuangan, maka pada tahun itu juga dia dapat berangkat haji.