Pada saat penyusunan UU LPS, pernah digagas pemberian wewenang penghentian dan pembatalan kepesertaan kepada LPS sebagai upaya agar bank peserta mematuhi kewajiban kepesertaan penjaminan, terutama pembayaran premi. Gagasan tersebut tidak disepakati mengingat pada kondisi tertentu dapat menyebabkan kepentingan nasabah penyimpan tidak terlindungi sebagai akibat pelanggaran kewajiban kepesertaan yang dilakukan oleh bank.
Dengan pertimbangan fungsinya sebagai penjamin simpanan nasabah bank, dalam UU LPS diatur bahwa bank yang melakukan pelanggaran kewajiban kepesertaan dikenakan sanksi denda, sedangkan pengurus/pengelola bank yang menyebabkan pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Dengan demikian, meskipun bank tidak memenuhi kewajiban kepesertaan dalam penjaminan, LPS tetap menjamin simpanan nasabah pada bank tersebut.
Sebagai variasi lainnya, meski kepesertaan bersifat wajib beberapa penjamin simpanan memberi keleluasaan bagi bank yang memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu untuk tidak menjadi peserta program penjaminan (opting out). Sebagai misal, CDIC di Kanada memberikan pilihan bagi kantor cabang atau anak perusahaan bank asing yang hanya menerima simpanan di atas jumlah yang dijamin (wholesale deposits) untuk tidak menjadi peserta penjaminan.
Kepesertaan LPS
Dalam penjaminan LPS, kepesertaan bersifat wajib bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia. Kewajiban menjadi peserta penjaminan tersebut berlaku bagi bank umum dan bank perkreditan/pembiayaan rakyat; bank konvensional dan bank syariah; bank domestik dan kantor cabang/anak perusahaan bank asing.
Kepesertaan yang bersifat wajib tersebut dipilih dengan mempertimbangkan alasan sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, yakni: (a) menghindari terjadinya adverse selection berupa kecenderungan hanya bank tidak sehat yang menjadi peserta penjaminan; (b) manfaat penjaminan simpanan meliputi semua bank dengan terciptanya sistem perbankan yang lebih sehat dan stabil; (c) mencegah sekelompok bank mempunyai keunggulan kompetitif tidak membayar premi penjaminan (competitive pricing); serta (d) menciptakan iklim persaingan yang lebih fair (level playing field) antar bank.
Kepesertaan dalam penjaminan LPS bersifat otomatis dimana bank yang  mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara langsung menjadi peserta penjaminan LPS. OJK memberitahukan kepada LPS mengenai pemberian izin usaha bank baru dan selanjutnya LPS akan meminta bank tersebut memenuhi kewajiban kepesertaan.
LPS tidak memiliki wewenang untuk menghentikan atau membatalkan kepesertaan suatu bank dalam penjaminan dengan pertimbangan kewenangan tersebut dipandang tidak konsisten dengan tujuan melindungi simpanan nasabah. Adanya kewenangan tersebut mengharuskan nasabah penyimpan perlu selalu memantau status kepesertaan suatu bank dan berpotensi menyebabkan simpanan nasabah menjadi tidak dijamin apabila nasabah tidak tahu atau tidak memindahkan simpanannya dari bank yang dihentikan/dibatalkan kepesertaannya dalam jangka waktu yang ditentukan.Â
Dalam penjaminan LPS, pelanggaran terhadap kewajiban kepesertaan dikenakan sanksi berupa pengenaan denda bagi banknya atau dapat dikenakan sanksi pidana bagi pengurusnya. Ketentuan penjaminan LPS tidak memberi dispensasi atau kelonggaran pada bank tertentu untuk tidak menjadi peserta penjaminan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H