Bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari juga merupakan bagian dari kebudayaan. Bahasa memegang peranan yang penting dalam bermasyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Bahasa Jawa masih berfungsi dan berperan sebagai alat komunikasi masyarakat (Jawa). Bahasa Jawa dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, merupakan bahasa daerah. Bahasa daerah (Jawa) sebagai lambang identitas daerah. Kedudukan bahasa Jawa dalam masyarakat Jawa termasuk di sini akan membahas wilayah Surakarta adalah sebagai bahasa pertama, yaitu bahasa ibu yang merupakan sumber persatuan di dalam lingkungan yang menggunakan bahasa Jawa.
Berbicara mengenai ragam tingkat tutur dalam bahasa Jawa, saya paparkan dalam penelitian pribadhi di tahun 2011 yang kemudian saya kembangkan untuk mempelajari kembali di tahun sekarang (2021). Â Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif tentang "Penggunaan Bahasa Jawa" tukang becak di stasiun Balapan Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana bentuk tingkat tutur, alih kode dan campur kode, (2) bagaimana karakteristik penggunaan bahasa tukang becak, (3) apa faktor yang melatar belakangi penggunaan bahasa Jawa tukang becak. Sumber data berasal dari informan, yaitu tukang becak Stasiun Balapan Surakarta. Data berupa data lisan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tuturan tukang becak di Stasiun Balapan.
Hasil dari penelitian ini adalah deskripsi bentuk tingkat tutur, alih kode dan campur kode penggunaan Bahasa Jawa oleh tukang becak di Stasiun Balapan, disimpulkan beberapa hal : (1) Bentuk tingkat tutur yang ditemukan yaitu tingkat tutur ngoko, yang terdiri dari ngoko lugu dan ngoko alus, serta tingkat tutur madya diantaranya madya ngoko, madyantara, dan madya krama, juga tingkat tutur krama, yang terdiri dari mudha krama, wredha krama ; bentuk alih kode yang ditemukan alih kode tingkat tutur, yaitu dari tingkat tutur madya ke ngoko, madya ke krama, krama ke ngoko, juga terdapat alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia ; campur kode yang ditemukan diantaranya campur kode berupa kata, frase, kata ulang, dan klausa. (2) Karakteristik yang ditemukan yaitu meskipun tukang becak berasal dari berbagai wilayah, tetapi tingkat tutur madya tetap digunakan (3) Faktor yang melatarbelakangi penggunaan bahasa Jawa tukang becak di Stasiun Balapan ditemukan 8 komponen tutur untuk mengetahui peristiwa tutur, yaitu setting and scene, participant, ends, act sequence, key, instrumentalities, norms dan genres.
Melihat dari data dan hasil pengamatan tersebut, ternyata ragam tingkat tutur bahasa Jawa di Surakarta, khususnya Stasiun Balapan masih relevan dengan buku dari Soepomo Poedjosudarmo tahun 1979 dengan judul Tingkat Tutur Bahasa Jawa pada penggunaan bahasa Jawa saat ini. Dalam penyerderhanaan materi unggah-ungguh bahasa Jawa tingkat SLTA hanya disebutkan tingkat tutur berjumlah empat (ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, krama alus). Jika melihat dari hasil penelitian tersebut, sering disebutkan bahwasannya unggah-ungguh ragam madya dapat berdiri sendiri, bukan seperti pembelajaran sekarang yakni madya hanya sebagai leksikon penanda saja. Untuk itu dalam pelestarian ragam bahasa Jawa sebaiknya dapat diterapkan dalam pembelajaran sesuai yang ada di lingkungan masyarakatnya, sehingga tidak terjadi miskonsepsi dalam pemahaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H