Mohon tunggu...
Harinto Anggoro
Harinto Anggoro Mohon Tunggu... -

Mahasiswa University of Southampton, tertarik menulis tentang sosial, ekonomi, politik, budaya, sepakbola dan travelling!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berpetualang di Kamboja Part 1 – Phnom Penh

9 April 2012   09:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:50 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah melewati penerbangan yang melelahkan sampe harus transit di KL segala, akhirnya sampai juga di bandara Internasional Phnom Penh,hmmm ternyata bandara di sini lebih bagus dan bersih dibanding bandara Soetta walaupun lebih kecil dan sepi tentu saja. Konsepnya juga oke karena di dalamnya banyak pameran lukisan – lukisan dengan ruangan yang semi terbuka gitu, jadi yah seperti di museum atau hotel aja rasanya.Lanjut deh, ternyata untuk masuk Kamboja juga sudah gak perlu visa lagi, jadi untuk seluruh WNI tinggal tunjukin paspor aja, dicap dan masuklah kita ke Kamboja!

Keluar dari bandara sendiri mulai deh kelihatan Kamboja yang asli, di sini hanya ada sedikit sekali taksi, yang ada dan banyak berselieran ialah tuk-tuk, tapi bukan seperti tuk-tuk di Thailand yang mirip-mirip bajaj di Jakarta, di sini tuk-tuknya seperti delman, cuman tempat penumpangnya sedikit lebih rendah dan kudanya diganti oleh sepeda motor. Jatuh – jatuhnya ya mirip dengan becak motor lah cuman penumpangnya bisa sampai berempat.

[caption id="attachment_170740" align="alignnone" width="300" caption="independence monument phnom penh"][/caption]

Semakin ke kota makin kelihatan Phnom Penh seperti apa, di sini kotanya dusty, belum banyak gedung – gedung pencakar langit, suasananya seperti Jakarta pada tahun 80-an kayaknya, akan tetapi semakin ke kota makin banyak public space, jalur pedestrian yang lebar – lebar khas jajahan Perancis. Mobil – mobilnya pun masih banyak yang tidak memakai pelat dan stirnya yang bermacam – macam, ada yang di kanan juga banyak yang stirnya ada di sebalah kiri

[caption id="attachment_170736" align="alignnone" width="300" caption="suasana kota phnom penh"]

13339632251394980939
13339632251394980939
[/caption] .

Di sini, bahasa yang digunakan ialah bahasa Khmer, walaupun hurufnya cacing – cacing seperti huruf Thai, tapi bahasanya sendiri berbeda dan bahkan lebih dekat dengan bahasa melayu karena banyak kata – kata yang mirip seperti ; Sela (Sekolah), Tena (Mau ke mana), Phsar ( Pasar), Kampong (Desa). Untungnya, di sini bahasa Inggris sangat widely spoken. Bahkan dibandingkan negara – negara Indochina lain yang sudah saya kunjungi mungkin orang – orang Kamboja yang bahasa Inggrisnya paling baik ( tapi ini hanya pengamatan saya saja lho ya).

Untuk mata uang sendiri di sana agak lucu, di Kamboja US dollar lebih laku dibandingkan dengan mata uang mereka sendiri, riel. Penggunaan riel ini juga hanya berfungsi sebagai pelengkap saja seperti buat kembalian atau buat barang – barang murah yang kegedan kalo pake USD. Sangat biasa kalau kita membeli barang bayarnya pake USD pas kembaliannya di kasih pake riel. Nilai tukarnya sendiri US$1 = Rp9.000 dan US$1 = 4.000 Riyel. Jadi sangat disarankan kalau ke Kamboja gak usah tukar – tukar Uang di Money Changer. Bahkan saya saja disarankan gak usah tukar uang waktu ke money changernya. Aduh...

Setelah sampai di hotel, pas banget waktu makan malam. Berdasarkan info dari googling, ada satu restoran Indonesia di sini, namanya warung Bali dan terletak di 178 Street. Setelah ngubek – ngubek, tanya sana tanya sini akhirnya ketemu juga. Letaknya persis di samping National Museum. Pemilik restoran ini namanya Firdaus, asli karawang, tapi sudah belasan tahun tinggal di Phnom Penh, dulunya dia merupakan chef dubes Indonesia tapi waktu dubesnya ganti ternyata dia enggak cocok sehingga dia akhirnya justru malah bikin restoran indonesia di sini. Di warung ini, hampir semua masakan Indonesia ada. Jangan tanya rasa, yang jelas cukup menghilangkan rasa kangen makan makanan Indonesia ( Padahal baru dari Jakarta tadi pagi). Kata Firdaus, restoran ini udah seperti KBRI kedua karena hampir semua traveller – traveller Indonesia yang singgah ke Phnom Penh pasti mampir ke sini. Memang bagi orang – orang Indonesia belum lengkap rasanya ke Phnom Penh kalau belum “lapor” ke warung Bali ini.

Esok paginya, saatnya untuk mengeksplor Phom penh lebih jauh, setelah liat -liat Lonely Planet dan deal – dealan sama supir tuk – tuk dapatlah initiary untuk hari itu, Independence monument – The Killing Field – Tuol Sleng Prison – Phsar Tmey. Sebenarnya masih ada tempat – tempat wisata lain seperti Royal Palace, tapi karena Royal palace kan isinya pasti segitu – segitu saja, maka demi berhemat waktu mending dilewatkan saja lah Royal Palace itu. Apalagi di Phnom Penh ini memang yang dijual ialah tempat – tempat yang menjadi saksi kekejaman Pol Pot dan Khmer merahnya. Ngeri sih tapi yah namanya travelling tentunya banyak pelajaran pastinya yang bisa diambil dari mengunjungi tempat – tempat seperti itu.Di tengah – tengah perjalanan, si sopir tuk – tuk tiba - tiba menawari untuk mencoba mebembak dengan senjata asli di sebuah shooting range. Hmmm berhubung saya juga penggemar airsoftgun tentunya kesempatan tersebut tidak akan disia – siakan . Kapan lagi bisa mencoba M4, AK47, pistol FN dll ?

Saya meminta agar main tembak – tembakannya itu dilaksanakan paling akhir. Akan tetapi entah kenapa si supir kekeuh agar kita mampir ke tempat shooting range dulu,ya sudah deh. Jadi sampailah kita di shooting range itu yang ternyata merupakan markas tentara, kita masuk lewat pintu belakang dan masuk ke dalam ruangan yang sudah direnovasi agar tourist friendly, owaalahh ternyata tentara berbisnis juga di sini. Jadi di tempat ini kita dikasih menu yang isinya tentu saja senjata – senjata yang bisa dicoba beserta harganya. Senjatanya bervariasi dari pistol, machine gun, senapan M4, M16, AK47, hingga rocket launcher dan granat pun ada, dengan tarif yang berbeda juga tentunya. Setelah di pas – pasin sama kantong akhirnya terpilihlah M16, dengan harga 30 USD kita bisa menembak dengan satu magasin full. Akhirnya setelah sekian tahun, terkabul juga deh bisa menembak pakai senjata asli dan merasakan sensasi blowbacknya itu. Setelah puas menembak dan foto – foto pastinya, beranjaklah saya ke The Killing Field.

Choeung Ek Genocidal Center, ialah nama resmi dari tempat salah satu pembantaian manusia terbesar sepanjang sejarah ini. Terletak sekitar 40 menit dari pusat kota Phnom Penh, Choeung Ek Genocidal Center tadinya merupakan pekuburan China. Tempat ini memiliki luas sekitar 2,5 hektar. Oleh Khmer Merah, tempat ini dijadikan tempat eksekusi dan pembantaian bagi ribuan korban. Sebagian besar para korban tersebut berasal dari tahanan yang diangkut dari Tuol Sleng Prison yang akan saya kunjungi juga nanti. Sesampainya disini, para tahanan itu kemudian dibunuh dan dikuburkan dalam kuburan massal. Ongkos untuk masuk area ini ialah 5 USD dan juga mendapatkan perangkat audio yang bisa didengar dan menjadi “guide” di dalam nanti. Di dalam area ini terdapat sebuah stupa raksasa yang disebut “Memorial Stupa”. Saya dan beberapa turis asing melihati instruksi yang tertulis tersebut dan menuju ke bagian dalam bangunan stupa. Di sini saya tertegun dan mencoba mengerti apa yang sedang saya lihat. Begitu banyak tumpukan tengkorak dan tulang belulang serta pakaian kusam yang teronggok di sana. Saya terdiam dan memanjatkan doa bagi para tengkorak dan tulang belulang tersebut, berharap arwah mereka diterima dan pelakunya dibalas dengan balasan setimpal. Dalam ajaran Buddha, stupa adalah merupakan tempat yang suci. Pembangunan stupa ini dimaksudkan sebagai penghormatan bagi mereka yang mati dibantai di tempat ini. Saya jadi mengerti mengapa supir tuk-tuk tadi tidak mau mengantar saya ke tempat shooting range setelah berkunjung ke sini. Mungkin saya jadi tidak akan tega membuang – buang peluru yang di masa itu digunakan untuk mencabut nyawa – nyawa orang tak berdosa ini.

[caption id="attachment_170737" align="alignnone" width="300" caption="memorial stupa"]

13339633261640901175
13339633261640901175
[/caption]

Bangunan Memorial Stupa ini memiliki tinggi 65 meter dan terdiri dari 17 tingkat. Setiap tingkat menyimpan jenis tulang yang berbeda. Pakaian para korban yang ditemukan dari kuburan massal ditempatkan pada tingkat pertama. Segala pakaian baik pria, wanita dan pakian anak kecil ditempatkan di sini. Selanjutanya di tingkat kedua sampai sembilan ditempatkan tengkorak para korban. Sementara pada tingkat ke sepuluh sampai dengan ke tujuh belas ditempatkan berbagai jenis tulang. Kesunyian yang ada di dalam tempat ini memberikan perasaan tersendiri. Seperti tersihir, saya pun yang berada di ruangan tersebut tidak bersuara dan mendiskusikan peristiwa ini. Saya hanya mengambil gambar dan kembali terdiam melihat bukti nyata hasil dari tragedi pembunuhan yang sangat kejam ini.Rasanya agak gimana gitu...

[caption id="attachment_170738" align="alignnone" width="300" caption="kumpulan tengkorak"]

1333963376638469185
1333963376638469185
[/caption]

Dari bangunan Memorial Stupa saya lalu berjalan ke bagian belakang areal ini. Sekilas bagian belakang tempat ini terlihat sebagai areal pepohonan yang tidak ada apa-apa nya. Namun di sinilah tempat kuburan massal di man tengkorak dan tulang belulang yang ada di stupa tadi ditemukan. Saya menelusuri setiap bagian dan mulai menemukan bukti nyata dari kejadian beberapa puluh tahun yang lalu itu. Di areal ini masih jelas terlihat bekas galian-galian besar yang merupakan lokasi kuburan-kuburan massal. Untuk menjaga keasliannya, pengunjung yang ada dilarang berjalan atau melintas di dalam bekas galian tersebut. Pada satu lokasi ada juga sebuah akuarium kaca yang didalamnya terdapat serpihan kecil tulang belulang dan gigi manusia dan akuarium juga yang berisikan pakaian para korban. Disana terdapat keterangan bahwa setelah penggalian kuburan massal dilakukan ,maka beberapa baju korban terus ditemukan setelah hujan. Baju-baju tersebut kemudian dikumpulkan dan dibuatkan tempat khusus, supaya jika ditemukan lagi baju yang lain langsung bisa dimasukkan di akuarium tersebut. Pada bagian lain terdapat sebuah pohon besar yang di bawahnya tertulis keterangan “Killing Tree Against Which Executioners Beat Children”. Di pohon inilah para pasukan Khmer merah itu (maaf) membenturkan kepala – kepala bayi hingga tewas. Untuk menyamarkan bunyi – bunyi teriakan di sini, mereka memasang speaker – speaker yang meperdengarkan lagu – lagu perjuangan khas komunis dan juga memasang generator yang berbunyi kencang, sungguh kejam sekali ya. Mereka membunuh bayi – bayi ini sengaja karena mereka takut para bayi ini akan membalas dendam ketika sudah dewasa sehingga pasukan Khmer Merah ini tidak berani mengambil resiko dan menghabisi tidak hanya korban tapi juga seluruh keluarganya termasuk balita. Di bawah pohon itu sendiri terdapat bekas galian yang ditutupi kayu. Galian tersebut adalah bekas kuburan massal bayi yang dibunuh. Dari lokasi pohon ini saya beranjak ke sebuahdanau kecil. Di sini sendiri tidak ada apa – apa, namun dari bau – baunya saya yakin dahulu tempat ini juga merupakan kuburan massal.

[caption id="attachment_170739" align="alignnone" width="300" caption="pohon eksekusi"]

13339635321378427777
13339635321378427777
[/caption]

[caption id="attachment_170745" align="alignnone" width="300" caption="salah satu kuburan massal"]

13339640561749992588
13339640561749992588
[/caption]

Beranjak dari Killing Field, Saya pun langsung menuju Tuol Sleng Prison yang terletak di tengah kota Phnom Penh. Apa yang terjadi di sini tidak kalah ngerinya dengan apa yang terjadi di The Killing Field. Bangunan ini dahulunya merupakan bangunan untuk sekolah. Hanya perlu membayar 2 USD untuk membeli karcis masuk ke dalam. Tuol Sleng Prison terdiri dari 2 bangunan besar masing-masing berlantai tiga. Dan memasuki gedung-gedung ini memang butuh nyali lebih. Banyak terdapat alat-alat penyiksaan yang masih asli, foto-foto penyiksaan, foto-foto korban dan berbagai ilustrasi di jaman kekejaman Pol Pot disajikan, dan benar-benar membuat suasana ngeri. Di Tuol Sleng ini, lebih dari 100 orang perhari disiksa dengan alat-alat yang mengerikan yang masih bisa dilihat didalam penjara ini sampai sekarang. Mereka yang tewas dalam penyiksaan dikuburkan di Killing field tadi, dimana lebih dari 17 ribu mayat terkubur. Dari ribuan orang yang berada di penjara ini hanya 7 orang yang berhasil selamat.Aura yang berada di dalam bangunan ini sungguh tidak enak ditambah lagi terdapat foto – foto tersebut membuat saya tidak bisa bernapas dan tidak betah berada lama- lama di sana. Di bangunan yang kedua ternyata lebih parah. Seluruh bangunan itu rupanya telah dipasangi kawat – kawat berduri supaya para tahanan yang telah depresi di sini tidak bisa bunuh diri dan terus tersiksa hingga dieksekusi nanti. Saya hanya melihat dan mengambil gambar sebentar saja karena memang aura di sini sama gak enaknya.

[caption id="attachment_170741" align="alignnone" width="300" caption="Tuol Sleng Prison"]

13339637781474679537
13339637781474679537
[/caption]

[caption id="attachment_170742" align="alignnone" width="300" caption="korban tak berdosa"]

13339638362194242
13339638362194242
[/caption]

Sedikit sejarah nih ya, rezim komunis Khmer Merah mulai berkuasa di Kamboja tahun 1975 dan langsung mengusir kaum elite ke pedalaman, untuk dipekerjakan paksa sebagai buruh dan petani, dan mengisolasi mereka dari dunia luar. Selama empat tahun kemudian dua juta orang mati dieksekusi. Orang-orang yang dieksekusi adalah yang orang - orang dianggap membahayakan rezim Khmer Merah. Mereka ialah yang berpendidikan tinggi, termasuk dokter, pegawai, guru dan dosen beserta keluarganya, orang-orang yang bisa berbahasa Inggris beserta keluarganya, orang-orang dalam pemerintahan sebelumnya yang berhasil digulingkan oleh Khmer Merah seperti menteri, PNS dan juga beserta keluarganya. Mereka dianggap berbahaya, karena rezim ini ingin membentuk sebuah negara yang benar – benar baru, komunis dan mandiri tanpa bergantung dari bangsa lain sehingga mereka harus menjadi petani dan buruh untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Untungnya pada tahun 1979, tentara Vietnam masuk dan langsung memberangus rezim gila ini.

Cukuplah saya mengunjungi tempat – tempat ngeri ini. Saatnya bagi saya untuk pergi ke Phsar Tmey ( Central Market). Phsar Tmey ini merupakan tempat yang menarik karena bangunannya yang merupakan peninggalan kolonial Perancis yang sudah di renovasi. Pengunjung juga bisa berbelanja dengan nyaman karena memang pasar ini memang dikhususkan untuk turis – turis yang datang ke Phnom Penh dan barang – barang yang dijual ialah souvenir - souvenir. Mungkin ini seperti pasar Ben Thanh-nya Phnom Penh kalau dibandingkan dengan Ho chi Minh City.

[caption id="attachment_170743" align="alignnone" width="300" caption="phsar tmey - central market"]

13339639361736476562
13339639361736476562
[/caption]

Setelah berbelanja souvenir dari Phsar Tmey, saya berjalan di pinggiran sungai mekong menikmati Sunset sambil merenung. Baru sehari saja, kamboja sudah mengajari saya banyak hal, termasuk bagaimana suatu negeri yang pemimpinnya tak menghargai nyawa manusia brani membantai 2 juta rakyatnya sendiri. Tentunya semua ini harus direnungi demi masa depan kemanusiaan yang lebih baik. Sekarang saatnya pulang ke hotel dan bersiap –siap untuk melanjutkan perjalanan ke Siem Reap, untuk melihat sisi Kamboja yang lain. (Bersambung – Part 2 Siem reap, The Wonderful Angkor Wat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun