Dua bulan menjelang awal tahun 2014 ini, para buruh mulai marak melakukan demo untuk kenaikan gaji. Tak terkecuali ditempatku bekerja. Menjadi buruh, di sebuah pabrik di daerah Demak.
Beberapa hari yang lalu perwakilan dari buruh ikut demo ke kabupaten untuk penuntutan kenaikan UMR ini. Sepulang dari demo, teman-teman yang lain pada ngobrol dan bertanya kepada yang ikut demo.
Yu Ginem: Piye hasile le demo Ngat? (Bagaimana hasil dari demo, Ngat?)
Yu Ngatinem: Wah tiwas di demo, malah Bupatine layat. (terlanjur ikut demo, kok Bupatinya melayat)
Yu Ginem: Lho, jare (katanya) demo sik wingi (yang kemaren) alasane layat (melayat), lha kok saiki (sekarang) layat (melayat) maneh (lagi), walah bendino (tiap hari) kok yo ono ono wae sik mati (ada-ada saja yang meninggal).
Yu Ginem: Lha kae bos-bos e kok podho metu( sedang keluar) kae paling rapat.
Yu Ngatinem: Iyo paling
Yu Ginem: Rapat undak-undakan (kenaikangaji), emang arep diundake piro (memang minta dinaikkan gaji berapa)?
Yu Gatinem: Lha sampeyan njaluk mundak piro, Wong wis diwenehi undak-undakan ngarep mburi kok sik njaluk maneh? (Lha anda minta naik berapa, kan sudah diberi tangga depan belakang kok masih minta)
Jawab Yu Ngatinem sambil menunjuk tangga lantai 2 yang ada di depan dan di belakang ruangan.
Yu Ginem : ?! $????!!!!$$$$
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H