Mohon tunggu...
Guardian Lady
Guardian Lady Mohon Tunggu... profesional -

Secara Alami Manusia menyakini bahwa kebenaran itu mutlak ada SATU. Dengan demikian kebenaran merupakan refleksi dari Tuhan yang SATU, Pencipta Alama semesta Tuhan yang SATU, Pengatur/Pembuat HUKUM dunia Tuhan yang SATU, yang bersifat tiada awal dan tiada akhir.\r\n\r\nKebenaran adalah bukan hanya tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.Sesuai dengan keinginan dan tujuan.Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen berani mencampakan sesuatu diluar logika, yang tidak terinda dengan panca indera namun keberadaannya terkesan. Jika manusia masih mati maka tunduklah pada "Value Religiusitas Ilahiyah yang SATU"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Demokrasi; Anak Kandung Sekularisme

30 September 2013   01:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:13 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Istilah demokrasi berasal berasal dari kata “demos” artinya rakyat dan cratein yang berarti pemerintah. Abraham Lincoln (1809-1865) mendefinisikan demokrasi sebagai “Government of the people, by the people, for the people” (suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).

Kemunculan demokrasi terinspirasi fakta negara kota (polis) di kota Athena, Yunani pada sekitar tahun 450 SM yang mempraktikkan pelibatan seluruh warga kota dalam proses pengambilan keputusan. Konsep Yunani Kuno tersebut digali kembali di Eropa pada ‘zaman pencerahan’, yakni era perlawanan terhadap kekuasaan gereja dan kaisar (pada zaman pertengahan) yang sarat dengan penyimpangan dan penindasan terhadap rakyat dengan mengatasnamakan agama (baca: gereja). Oleh karena itu, muncullah gerakan reformasi gereja yang menentang dominasi gereja, dan menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan. Puncaknya adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang berujung pada sekularisasi, yakni upaya kompromistik untuk memisahkan gereja dari masyarakat, negara, dan politik.

Pada masa itu, orang mencari suatu model agar kekuasaan tidak dimonopoli oleh satu orang, keluarga kerajaan, kaum bangsawan atau penguasa gereja. Ironinya, satu-satunya bahan yang tersedia bagi para pemikir di Abad Pertengahan adalah dari sejarah Yunani Kuno. Dari sejarah itu mereka belajar bahwa di Kota Athena tempo dulu diterapkan satu sistem, yaitu seluruh warga kota turut serta dalam proses pengambilan keputusan. Sistem tersebut dianggap sistem yang baik oleh para pemikir Abad Pertengahan waktu itu. Mereka yang sedang tertekan oleh kediktatoran para raja dan kaum bangsawan serta penguasa gereja kemudian mengadopsi sistem Athena tersebut dan mempopulerkannya dengan nama “demokrasi”.

Menilik dari aspek historis, demokrasi jelas dilahirkan dari rahim sekularisme yang menolak campur tangan agama untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun