Mohon tunggu...
Hari Hariadi
Hari Hariadi Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Riset dan Publikasi

Sarjana Ekonomi, Magister dalam Ilmu Manajemen. Bekerja sebagai karyawan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Aman, Nyaman, dan Berkenan

1 November 2016   20:54 Diperbarui: 1 November 2016   21:10 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalanan macet beratus-ratus meter. Angkutan umum sumpek, rawan, dan ugal-ugalan. Pemandangan ini sudah jamak dijumpai di ibu kota negeri tercinta ini. “Kabar baiknya” (?), Jakarta punya “teman”, tidak sendiri. Menurut situs www.dw.de,  fenomena serupa juga terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Alasannya pun seragam: lajunya pembangunan kota, jumlah dan mutu infrastruktur angkutan umum yang menyedihkan, dan jumlah kendaraan pribadi yang tak terhentikan. Di sisi lain, pertambahan panjang ruas jalan merayap layaknya kura-kura. Akibat macet, biaya ekonomi dan sosial meroket. Pengguna kendaraan harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli bensin. Waktu para pekerja untuk bercengkerama dengan keluarganya makin pendek. Polusi udara semakin menyesakkan.

Warga makin makmur. Inilah yang disebut kelas menegah. Mereka rajin memberli kendaraan, mulai dari roda dua, tiga, dan empat. Menurut Yap Kioe Sheng, pakar pembangunan kota, ini adalah musibah (bagi produsen otomotif, tentu saha ini berkah). Bagi mereka, kendaraan adalah lambang kesuksesan dan kemakmuran, sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang tua mereka dulu.

Menghadapi kemacetan yang makin mengganas, pemerintah kota bukannya hanya duduk berpangku tangan. Di Jakarta, angkutan cepat masal atau Mass Rapid Transit (MRT) sedang dibangun (diharapkan selesai tahun 2018). Koridor dan jumlah armada bus Transjakarta terus ditambah. Aturan pelat nomor ganjil-genap sudah diberlakukan, menggantikan aturan Three-in-one yang tidak efektif. Di Bangkok, ibu kota Thailand, pemerintah menggandeng IVU Traffic Technologies, perusahaan spesialis manajemen lalu lintas asal Jerman. 

IVU terlibat dalam proyek “Purple Line”, yaitu proyek pengerjaan rel kereta api sepanjang 23 kilometer yang menghubunkgan wilayah timur laut pinggiran kota Bangkok dengan distrik Thonburi di tengah kota. Di Bangkok, sistem angkutan cepat di kota itu mengangkut kurang lebih 250 ribu penumpang setiap harinya. Agar proyek berjalan lancar, IVU memperkenalkan perangkat lunak yang mampu mencatat jumlah penumpang, mengkoordinasikan waktu keberangkatan dan kedatangan kereta. Pengguna kereta langsung mendapatkan informasi mengenai ketibaan kereta berikutnya. Hasilnya, warga Bangkok antusias dengan sistem ini.

IVU juga terlibat dalam proyek penanganan kemacetan di Hanoi, ibu kota Vietnam. Namun pembangunannya belum sepesat di Bangkok. Di Hanoi, telah didirikan pusat pelatihan bagi para manajer lalu lintas, hasil kerja sama IVU dengan Universitas Transportasi dan KOmunikasi di Hanoi. Pusat pelatihan berfokus pada berbagai bidang, termasuk perencanaan lalu lintas, manajemen armada, dan pengarcisan (ticketing).

Yap Kioe Sheng optimistis dengan pengadaan angkutan cepat masal di Vietnam. Menurutnya, banyak orang-orang muda, khususnya pelajar dan mahasiswa, yang menggunakan angkutan cepat masal untuk berpergian. Merekalah yang mendominasi penumpang angkutan cepat masal pada jam-jam sibuk. Ia berharap budaya menggunakan angkutan umum akan terus berlanjut hingga kelak mereka dewasa,

Pernyataan Yap ini sungguh menarik. Saat ini, barangkali para pelajar dan mahasiswa itu memilih angkutan masal lantaran belum punya banyak uang untuk memberli kendaraan. Maklumlah, sebagian besar dari mereka masih bergantung secara finansial kepada orang tua. Meski demikian, pemerintah bisa terus berusaha agar mereka bangga naik angkutan umum, mumpung mereka masih belia. Harus ditanamkan keyakinan bahwa naik angkutan kota itu tak kalah menterengnya dengan naik kendaraan pribadi. Sudah mentereng, hemat lagi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bangga artinya besar hati, merasa gagah karena punya keunggulan. Bangga naik angkutan umum artinya saat berada dalam angkutan, besarlah hatinya lantaran di dalamnya ia merasa aman, nyaman, dan berkenan. Namun dengan kondisi angkutan yang bobrok seperti saat ini, apa yang mau dibanggakan? Sekarang memang belum ada. Kalau pun ada, masih seumur jagung.  Namun mudah-mudahan kebanggan itu akan semakin membumbung tinggi, tentu setelah angkutan yang aman, nyaman, dan berkenan tadi semakin dirasakan kehadirannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun