Mohon tunggu...
Masyhari Kranji
Masyhari Kranji Mohon Tunggu... -

Berasal dari Kranji, sebuah kampung di pesisir utara Lamongan. Pernah singgah 9 tahun di DKI Jakarta, dan kini tinggal di Cirebon. Alumni Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji, LIPIA Jakarta 2010, Pasca IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2014. Saat ini aktif mengajar intensif bahasa Arab di PPB IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Blog: Mengaisembun.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mau kuliah di LIPIA Jakarta?

18 Juli 2014   15:28 Diperbarui: 4 April 2017   16:56 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mau Kemana Aku?

Oleh: Masyhari, Lc

Mau kemana aku?” Mungkin pertanyaan ini suka nongol di kepalamu menjelang lulus SMA atau MA (Madrasah Aliyah). Biar kamu gak bingung mau kemana, barangkali ke LIPIA Jakarta, bisa jadi alternatif bagi kamu. Berikut ini cacatan dari Masyhari, Lc, alumni fakultas Syari’ah LIPIA Jakarta tahun 2010.

Mengapa dulu mengambil jurusan ini?

Mengapa?” Cukup sulit menjawab pertanyaan yang filosofis begini. Coba bayangin bila seseorang ditanya, “Mengapa dulu menikah dengan si dia? Mengapa kau bisa cinta padanya, apa alasannya? Cukup sulit bukan! Jawaban yang paling mudah dan singkat, mungkin, “karena takdir”. Yupz, benar sekali, “TakdirCinta”. Eh, kok malah nyasar ke cinta-cinta segala?! Ya, bicara soal kuliah tak jauh beda dengan cinta.

Dan, jawabannya adalah “karena takdir akademik”. Studi yang kita jalani dijamin enggak bakalan bertahan lama, bila kita tidak cinta, tidak suka dengan jurusan yang kita masuki. Intinya jurusan itu harus passion kita. Bisa kita bayangkan bila kita disuruh makan ikan, sementara kita ênêk sama bau amis, atau bahkan alergi sama yang namanya ikan!

Sebenarnya, saat masih di MI dulu, tak membayangkan akan bisa kuliah, apalagi bisa sampai ke Jakarta. Namun, ternyata takdir berbicara lain. Kendatipun ini soal takdir, namun takdir itu dijalani dengan proses, dan pada proses itu ada kisahnya. Kamu mau tahu kisahnya?

Kita kembali ke masa-masa MTs. Sejak saat itu, aku memang suka dengan bahasa Arab dan pelajaran Agama. Alasannya sih simpel, karena bahasa Arab itu mudah. Begitu pula dengan pelajaran agama. Entah kenapa, saat itu pelajaran agama Islam terasa tidak terlalu sulit saja, kecuali Faroidh, bagiku.

Meskipun suka bahasa Arab, namun sayangnya, aku, gak suka sama yang namanya nahwu. Selama di MTs, di pelajaran ini nilaiku selalu jeblok, dan begitupula dengan hafalan alfiyah. Aku harus nerimo dengan nilai 6 koma di pelajaran ini. Karena memang, saat itu aku ndak mudeng apa yang namanya i’rab, mabni, jer, jazem, dsb, bahkan hingga sampai di ujung kelas 3 MTs.

Loh, kok bisa, gak suka nahwu tapi suka bahasa Arab? Bukankah nahwu identik dengan bahasa Arab?

Iya, nahwu memang identik dengan bahasa Arab. Namun, ternyata bahasa Arab tidak identik dengan nahwu. Saat itu, yang ada di otakku, pelajaran nahwu itu susah. Karena harus ngapalin alfiyah, memberi makna gandul bait-bait, dan memahami nahwu dari makna-makna bait itu.

Di kelas tiga MTs, aku pernah ikut diklat bahasa Arab yang diadain kakak-kakak dari MAK Tabah. Pesertanya tak hanya dari MTs Tabah, tapi dari madrasah-madrasah sekitar Lamongan-Gresik juga. Aku mendapatkan kesan yang luar biasa dari diklat ini, bahwa ternyata bahasa Arab itu tidak hanya gampang, tapi juga menyenangkan. Di sana, bahasa Arab disuguhkan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan juga hiburan. Berbicara, menulis dan bahkan bernyanyi dengan bahasa Arab. Mereka menerjemahkan lagu-lagu ke dalam bahasa Arab. Kalau mau bisa bahasa Arab, kata tutor, mulailah bicara dengan bahasa Arab. Tak usah dipusingkan soal tata aturan nahwu dan i’rabnya.

Dan, karena aku suka bahasa Arab dan pelajaran agama, aku pun masuk ke jurusan keagamaan (MAK) di Aliyah Tabah. Di jurusan ini, bahasa Arab jadi alat komunikasi wajib. Seluruh teks pelajaran pakai bahasa Arab, kecuali pelajaran tertentu. Dan, supaya maksimal belajarnya, dan bisa mengikuti kegiatan asrama yang menunjang kelancaran berbahasa Arab, sejak itu, aku tinggal di asrama, alias mondok. Sebulan sebelumnya, aku masuk Madrasah Diniyah. Aku masuk di kelas satu Madin. Teman sekelasku saat itu, rerata adik-adik kelas 1 MTs unggulan. Sayangnya, saat itu, pelajaran nahwu sudah masuk rivew, alias sudah khatam buku an-Nahwu al-Wadhih I, sementara aku belum mudeng apa itu nahwu, apa itu i’rab dan tanda-tandanya. Karena memang belum mudeng, aku tak sungkan bertanya tentang i’rab, pada adik-adik yunior (secara umur), tapi senior di bidang Nahwu.

Di Madin, pelajaran nahwu diajar sama Kak Ahmad Millah. Di sela-sela mengajar Nahwu, kak Millah kerap mempromosikan kampus LIPIA, dengan sejuta kelebihannya.

“Kuliah di LIPIA luar biasa. Kita belajar bahasa Arab dengan pengantar perkuliahan pakai bahasa Arab semua dan seluruh proses pendidikan di sana ditempuh gratis, bahkan mendapatkan mukafaah (uang saku bulanan)?!” lebih kurang seperti itu komporan Kak Milah kala itu benar-benar menyihirku.

Sewaktu di MAK, pembinaan bahasa Arab benar-benar ditempa dengan baik. Hampir seluruh mata pelajaran berbahasa Arab. Pengajaran dengan pengantar bahasa Arab. Di asrama pun kita wajib berbahasa Arab. Hukuman pun siap mengancam bila ketahuan tidak berbahasa Arab.

Di saat aku kelas dua Aliyah, pesantren Tabah kedatangan guru utusan dari Al-Azhar Mesir, Ustadz Ibrahim namanya. Beliau tinggal di sebuah kamar di Ndalem [al-Maghfurlah] Romo Yai Baqir. Karena memang keseharianku sobondalem untuk ‘ngaji’ khidmah, nyapu dan ngepel, aku pun dapet kebagian rejeki nomplok, nemuin ‘durian runtuh’. Hampir setiap hari, aku bisa ketemu dengan beliau. Otomatis, aku sering berkomunikasi lisan dengan beliau menggunakan bahasa Arab fasih tentunya. Bahkan, aku juga bisa menyaksikan acara TV parabola berbahasa Arab di tempat beliau. Ini cukup memberi banyak sumbangsih dalam memperlancar bahasa lisanku. Dan, ternyata kehadiran tamu agung ini berkat jasa lobi Kak Millah juga.

‘Komporan’ kak Millah bukan sekedar bicara tanpa tindakan, tapi terus mem-follow-upinya. Hingga jelang kelulusan kita, kakak alumni MAK yang satu ini memberikan akses informasi yang lumayan gamblang tentang LIPIA buat kawan-kawan yang berminat ke sana. Kita pun dikiriminya contoh soal-soal tes masuk LIPIA dari Jakarta. Bahkan, ketika kita sudah di Jakarta, beliau sempatkan waktunya tuk membimbing kita mengerjakan latihan soal tes masuk.

Sebenarnya, keluargaku punya rencana, selepas lulus Aliyah aku mau dimasukkan ke pesantren Sarang Rembang oleh pamanku. Pikir paman, biar bisa mendalami kitab kuning lebih mantab lagi. Lagi pula, ortu memang, katanya, tak siap biaya bila harus meng-kuliah-kanku. Namun, karena aku sudah sampaikan keinginanku untuk kuliah, ortu pun setuju tuk daftar kuliah berbeasiswa di LIPIA.

“Rencanaku mau nyoba ikut tes kuliah beasiswa di Jakarta. Kalau tidak lulus, aku siap langsung ke pesantren Sarang.” Jawabku pada paman.

Sebagai santri yang baik, sebelum berangkat ke Jakarta, aku sowan dan memohon doa restu ke Romo Yai Baqir (rahimahullah rahmatan wasi’ah). Alhamdulillah beliau memberi angin segar. “Khudz ma shafa wa da’ ma kadara.” Begitu, kurang lebih dawuh beliau.

Alhasil, alhamdulillah ternyata aku lulus tes tulis dan lisan. Takdir mengantarkanku masuk LIPIA. Padahal, ada satu kawan yang notabene lebih pandai dariku ternyata tidak lulus tes. Inilah yang kusebut takdirakademik. Tak jauh beda dengan takdir cinta. Rencana ke pesantren Sarang pun urung.

Apa kelebihan kampus ini?

Selainyang disebutkan Kak Millah di atas ([1] pengantar kuliah 100 % berbahasaArab, [2] kuliahnya gratis dan [3] dapat mukafaah), ternyata setelah masuk di sana, ada kelebihan lainnya, yaitu [4] semua buku diktat atau daras wajib mata kuliah diberikan secara gratis, [5] perpustakaan terbesar se-Asia dengan koleksi berupa buku berbahasa Arab, ebook dan juga audio-visual.

Selain itu, [6] di kampus juga ada klinik mahasiswa, dengan layanan kesehatan gratis. [7] Apabila mahasiswa mengalami kesulitan dana untuk membayar biaya kesehatan di rumah sakit, atau akan menikah, mahasiswa bisa mengajukan permohonan bantuan (musa’adah) dana dari kas sosial kampus, atau pinjaman dari kas bendahara kampus (muhasib). [8] Bila Ramadhan tiba, kampus menyediakan menu buka puasa gratis bagi mahasiswa. Kelebihan lainnya akan dijelaskan di bagian peluang berkarya dan bekerja.

Apa saja yang dipelajari di jurusan ini?

Semasa kuliah, kampus LIPIA memiliki empat marhalah/ qismdirasi (tingkat dan bidang perkuliahan), yaitu I’dad Lughawy, Takmili, Syariah danDiplomaguru bahasa Arab. Dan, kabarnya, saat ini sudah dibuka jurusan diploma Manajemen dan Bisnis Syariah, dan sudah dibuka kuliah jarak jauh(on line). (Info terbaru bisa berkunjung ke situsnya di: www.LIPIA.org).

1.Marhalah Persiapan Bahasa

I’dad Lughawy ditempuh selama empat semester (2 tahun). Marhalah (tingkat) ini ibarat tangga menuju tingkatan-tingkatan berikutnya. Karena bila di marhalah ini kita mendapatkan nilai rata-rata mumtaz (9 koma), kita pun bisa melenggang ke Takmily tanpa tes. Dan begitu pula, bila kita lulus Takmily dengan nilai 9 koma, kita bisa melenggang ke Syariah tanpa tes. Bila kurang dari 8, kita harus ikut tes lagi bila hendak masuk takmily.

Di kampus ini, aku masuk di bagian persiapan bahasa (Qismal-I’dad al-Lughawy). Sebenarnya, bisa saja kalau dari MA kita langsung daftar ke qism Takmily, tentunya kalau memenuhi syarat dan ketentuannya. Hanya saja, menurut pengalamanku kurang afdhal bila kuliah di LIPIA tapi tidak pernah lulus I’dad Lughawy. Karena inti bahasa Arab di LIPIA ada di tingkatan ini. Pernah aku mendaftarkan seorang yunior langsung ke Takmily, dan alhamdulillah masuk. Namun, karena keahlian bahasa Arab dasarnya, khususnya insya’, lemah di pelajaran insya’, ia pun beberapa kali harus mengulang di mata kuliah ini.

Di tingkat ini, materi difokuskan pada pendalaman dan pemantapan bahasa Arab dasar, ditambah dengan beberapa mata kuliah tentang keislaman dasar. Di bidang bahasa Arab, mata kuliahnya antara lain; arabicfonetic (ashwat), speaking (ta’bir syafawi), reading (fahmul maqru’), listening (FahmulMasmu’), writing (ta’bir tahriri/ insya’), nushush adabiyyah (teks sastra Arab), qawaid al-Arabiyyah (meliputi nahwu dan sharaf dasar), dan Imla’-Khat. Di marhalah ini, kamu akan sering masuk ma’mal lughawy (lab bahasa), khususnya di pelajaran ashwat. Sementara mata kuliah bidangstudikeislamandasar, mencakup: sejarah Islam (tarikh), mufradat al-Qur’an, syarah al-Hadits, balaghah, fikih, dan tauhid. Tarjet hafalan al-Qur’an di level ini hanya juz 30 (juz Amma).

Bagi kamu yang jebolan pesantren, kelihatannya materi-materi di marhalah ini sangat sederhana dan mudah. Namun, jangan sekali-kali meremehkan pelajaran di marhalah ini! Sedikit saja kita lengah, sesal kan tiada berguna. Apalagi, sistem penilaian yang dipakai di LIPIA adalah bersifat tarakumi (akumulatif), dan bila kamu lulus di level ini dengan nilai mumtaz, kamu bisa melenggang langsung ke level Takmily tanpa tes.

Selain soal nilai, ternyata ada yang lebih penting dari itu, yaitu seperti yang udah aku sebutin di atas, kelebihan LIPIA soal bahasaada di level ini. Jadi, kamu harus tetap serius belajar. Sebab pengalaman belajar di I’dad akan sangat berguna tuk dipakai dan diterapkan nanti kalau kita ngajar bahasa Arab. Jadi, kendatipun lulusan marhalah ini tidak mendapatkan gelar akademik, hanya sertifikat (syahadah), namun secara kemampuan dan pengalaman belajar di level ini, sudah dianggap mumpuni dalam berbahasa Arab aktif (listening, reading, writing dan speaking) dan  dalam mengajarkan bahasa Arab dasar dengan keempat keahliannya, apalagi bila ia lulus dari takmily.

2.Syu’bah at-Ta’lim at-Takmily (Pendalaman bahasa Lanjutan)

Level Takmily ditempuh selama 2 semester (1 tahun). Level ini adalah kelanjutan dari I’dad dan satu-satunya pintu menuju fakultas Syari’ah. Memang, sebelum-sebelumnya, ada peluang bagi pendaftar baru dari luar kampus untuk langsung masuk ke level Syariah. Namun, sejak beberapa tahun lalu, pihak kampus hanya memberikan kesempatan ini bagi lulusan Takmily LIPIA, atau bagi lulusan SMA Arab Saudi.

Di tingkatan ini, materi yang dipelajari tidak jauh dengan materi di I’dad, hanya saja beda kompleksitas, kedalaman materi dan kerumitan bahasa Arab yang dipakai. Perbedaan lainnya bisa dilihat dari muatan diktatnya. Level ini setingkat dengan SMA di Arab Saudi.

Mata kuliah yang dipelajari di level ini meliputi; maharat lughawiyyah (pendalaman keahlian memahami teks berbahasa Arab yang lebih rumit), tarikh al-Adab al-Arabi (sejarah sastra Arab, dari zaman Arab Jahiliyyah hingga Moderen), ushul fikih, Tauhid, fikih, ilmu Musthalah Hadits, ulumul Qur’an, tahfizh al-Qur’an, tafsir al-Qur’an, al-hadits, balaghah, nahwu dan sharaf (tahdzib syarah Ibnu Aqil atas Alfiyah Ibnu Malik), sejarah dan peradaban Islam (at-Tarikh wa al-Hadharah al-Islamiyyah), ta’bir tahriri dan syafawi (writing and speaking) dan ats-tsaqafah al-Islamiyyah (wawasan keislaman dan dunia Islam). Tarjet hafalan al-Qur’an di Takmily hanya juz 27-28. Kendatipun lulusan level ini hanya mendapatkan sertifikat tanpa gelar, namun secara kemampuan, tidak kalah sama lulusan S1 jurusan bahasa Arab Universitas Islam dalam negeri.

3.Qism asy-Syari’ah (Fakultas Syari’ah)

Bila kamu lulus takmily dengan nilai mumtaz (90-100), kamu bisa langsung melenggang masuk kuliah strata satu tanpa tes lagi. Bila tidak, kamu siap-siap saja untuk mengikuti tes masuk lagi.

Hingga saat aku lulus dari LIPIA, tahun 2010, di kampus ini baru dibuka satu fakultas saja, yaitu Syari’ah atau Hukum Islam (Islamic Law). Program studi di kampus ini, sebagaimana kampus-kampus di Timur-Tengah, belum ada penjurusan secara spesifik (takhashush), seperti di UIN. Spesifikasi penjurusan mulai ada di program strata dua (qism dirasah ulya).

Mata kuliah yang dipelajari di fakultas Syari’ah bisa aku maping ke dalam empat bidang, yaitu bidang perbandingan madzhab hukum Islam, penguatan bahasa Arab, wawasan Islam dan metodologi.

1.Perbandingan Madzhab Hukum Islam

Mata kuliah di bidang ini meliputi: Ushul Fikih (menggunakan kitab Raudhatun Nazhir karya Ibnu Qudamah), pengantar perbandingan madzhab fikih (madkhal muqaranah al-madzahib), Fikih (kitab Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd), Hadits (kitab Subul as-Salam syarah Bulughul Maram karya ash-Shan’ani), Tafsir Ahkam (Fath al-Qadir karya asy-Syaukani), dan Faroidh.

2.Penguatan bahasa Arab

Mata kuliah di bidang ini antara lain: Nahwu-Sharaf (Audhah al-Masalik li Alfiyah Ibn Malik), nushush adabiyyah (teks Sastra Arab) dan Balaghah.

3.Wawasan Islam

Di antaranya Tauhid, Tsaqafah Islamiyyah (wawasan dunia Islam), Dakwah Islam, Ulumul Qur’an, al-Qur’an dan hafalan al-Qur’an. Khusus untuk program tahfidz al-Qur’an di setiap semster hanya 1 juz dimulai dari juz 1 hingga juz 8 pada semester 8.

4.Metodologi

Bidang ini meliputi: metodologi penelitian ilmiah (manhajal-bahts al-ilmi, metodologi pengejaran (manhaj wa thuruq at-tadris), ilmu psikologi pendidikan (ilm an-nafs at-tarbawi). Di setiap semerter genap (4, 6 dan 8), ada kewajiban membuat karya ilmiah (al-bahs al-Ilmi) dan di akhir semester delapan ada program praktik mengajar.

Lulusan fakultas Syariah di LIPIA mendapatkan gelar sarjana Bakalurius (Bachelor), yang disetarakan dengan S1 UIN Jakarta. Namun begitu, “titel” yang kerap dipakai sebagai embel-embel nama alumninya adalah License (Lc). Hingga saat ini, kampus LIPIA belum membuka jenjeng S2, namun kabarnya, sudah ada sinyal akan dibuka beberapa tahun ke depan, dan kabarnya juga akan membuka Qismal-Lughah al-Arabiyyah (Fakultas Bahasa Arab).

4.Diploma bahasa Arab

Kuliah di jurusan ini ditempuh selama 2 semester (1 tahun). Program ini diperuntukkan bagi guru bahasa Arab delegasi pesantren atau sekolah yang diundang kampus, sehingga tidak ada seleksi masuk. Karena tidak pernah mencicipi kuliah di program ini, aku tidak bisa menjelaskannya lebih detail. Baiknya ditanyakan pada kawan kita Muhammad Syifa Masyhudi dari Sendang yang baru masuk tahun ini di Diploma.

Kemampuan dasar apa yang harus dimiliki agar bisa sukses kuliah di LIPIA?

Sebenarnya, ketika kita lolos tes masuk dan terdaftar sebagai mahasiswa, berarti kita sudah punya modal kemampuan dasar untuk bisa sukses di LIPIA, yaitu kemahiran berbahasa Arab. Setiap mahasiswa punya potensi untuk sukses. Hanya saja, kemampuan dasar ini tidaklah cukup. Karena selain ada beberapa ketentuan khusus di kampus ini, ada beberapa jurus rahasia yang penting untuk diketahui agar mahasiswa tidak gagal di kampus ini.

Berikut ini ketentuan khusus di kampus LIPIA yang penting untuk diketahui, di antaranya:

a.Sistem perkuliahan

Secara umum, sistem akademik yang dipakai di kampus ini adalah buku paket, bukan SKS seperti yang diterapkan di kebanyakan Universitas di Indonesia. Setiap mata kuliah ada buku diktat wajibnya, sebagaimana di Aliyah. Bedanya, di sini, buku diktat dibagi gratis. Misalnya, di persiapan bahasa, buku daras yang dipakai adalah serial pengajaran bahasa Arab (silsilah ta’lim al-lughah al-arabiyyah) terbitan kampus sendiri.

b.Bahasa Pengantar

Satu-satunya, bahasa pengantar perkuliahan di sini adalah bahasa Arab fush-ha (resmi), bukan ‘ammiyah (pasaran). Penggunaan terjemah ke bahasa Indonesia sangat dihindari. Bahkan, di kelas, mahasiswa tidak diperkenankan membawa kamus Arab-Indonesia atau sebaliknya. Kamus yang diperbolehkan hanya Arab-Arab, yaitu kamus semisal al-Mu’jam al-Wasith, dsb. Pemaknaan kosakata dengan muradif (sinonim)nya atau dengan penjelasan dengan bahas Arab juga.

Biasanya, pertama kali masuk level I’dad, mungkin penyerapan pemahaman bahasa kita terhadap penjelasan dosen, khususnya kita yang belum terbiasa mendengar dari orang Arab langsung, berkisar 50-60 % dan komunikasi verbal kita juga masih agak belepotan.

Tips: [1] Sering-seringlah mendengarkan pembicaraan berbahasa Arab, melalui video atau MP3 ceramah, muhadatsah, film, ataupun drama berbahasa Arab, [2] catat kosa kata yang kau baca atau yang kau dengar, lalu cari artinya di kamus atau ditanyakan ke teman/ dosen, [3] jangan berbicara dengan kawan mahasiswa kecuali dengan berbahasa Arab. Latihan monolog di depan cermin menggunakan teks muhadatsah atau khutbah berbahasa Arab juga bisa jadi alternatif, [4] rutinlah menulis apa saja yang ingin kau tulis dengan berbahasa Arab, sehari 5 baris untuk pemula cukup lah.

c.Sistem Evaluasi (Ujian)

Di kampus ini terdapat 2 ujian, yaitu imtihan a’mal sanah (UTS) dan imtihan niha’i (UAS). Nilai UTS berbobot 30, sementara nilai UAS berbobot 70. Mayoritas soal ujian lebih menekankan pada sistem hafalan, selain pada pemahaman.

Untuk UAS, mahasiswa digabung dengan semester lain, dan suasananya seperti UN. Kedisiplinan, ketertiban dan kejujuran benar-benar diperhatikan di sini. Lima menit sebelum bel berbunyi, mahasiswa harus sudah di dalam ruangan. Bila terlambat, bisa terancam tidak bisa masuk. Bila ada mahasiswa yang kedapatan membawa catatan, bekerja sama dengan teman atau mencontek, ia terancam tidak lulus pada mata kuliah yang diujikan, dan namanya akan ditempel di papan pengumuman.

Tips: [1] hindari belajar secara SKS (sistem kebut semalam), jelang ujian baru belajar. Belajarlah setiap hari. Sebelum masuk kuliah, sebaiknya kamu baca buku, dan sepulang kuliah rivew kembali, [2] buatlah talkhish (ringkasan) poin-poin materi pelajaran, jauh hari sebelum ujian. Sehingga jelang ujian, tinggal membuka ringkasan. Kalau perlu, hafalkan poin-poinnya dengn membacanya berulang-ulang.

d.Sistem Penilaian

Sistem penilaian yang dipakai di kampus ini bersifat akumulatif (tarakumy). Gambaran singkatnya, jumlah total nilai semester 1 diakumulasikan dengan semester 2, dan seterusnya, hingga semester 4 di I’dad. Ketentuan penilaian semacam ini diberlakukan pula di Takmily, Syariah dan Diploma.

Jurus rahasia: maksimalkanlah belajarmu untuk mendapatkan nilai semaksimal mungkin di semester awal, dan pertahankan nilai pada semester berikutnya. Bila nilai kita di semester awal sudah jeblok, maka cukup sulit untuk menaikkannya di semester berikutnya.

e.Ketuntasan Minimal

Untuk penilaian mata kuliah menggunakan angka 60-100, dengan rincian: 60-69 disebut maqbul (cukup), 70-79 disebut jayyid (baik), 80-89 disebut jayyid jiddan (baik sekali) dan 90-100 disebut mumtaz (istimewa).

Seorang mahasiswa dianggap lulus suatu mata kuliah bila nilai minimal 60 (maqbul). Bila kurang dari itu, ia disebut hamil (tidak lulus), karena ia menanggung beban mata kuliah yang mahmul. Artinya dia harus mengikuti ujian ulang pada mata kuliah tersebut. Bila dalam satu semester ada 3 mata kuliah yang tidak lulus, ia disebut rasib (tidak naik), dan ia harus tinggal semester bersama adik-adik kelasnya.

f.Absensi

Di kampus ini, kehadiran mahasiswa sangat penting dan cukup ketat. Bisa dimaklumi, karena kuliah gratis. Selain tertinggal materi pelajaran, ketidakhadiran juga mempengaruhi kelulusan mata kuliah. Mahasiswa harus memperhatikan kehadirannya, karena bila persentase absen (ketidakhadiran) dalam satu mata kuliah sudah mencapai 25% dalam satu semester, maka ia mahrum (tidak bisa mengikuti ujian pada mata kuliah tersebut) dan harus mengulang pada semester berikutnya.

Tips: [1] Jangan sampai tidak masuk, kecuali kondisi darurat. Bila sakit, mintalah keterangan dokter sebagai penghapus absen. Surat izin tanpa penguat, tidaklah berguna. [2 buatlah catatan absen pribadimu, agar tahu berapa kali kamu absen. Rumus absensi, saat itu: Jumlah jam pelajaran sepekan x 3 = kesempatan absen. Misalnya, mata kuliah fikih dalam sepekan 2 jam pelajaran, maka kesempatan kamu absen hanya 6 kali. Baiknya, kamu tanyakan ke bagian kemahasiswaan (syu’un ath-Thullab).

Bagaimana dengan kesempatan berkarya?

Kuliah di sini, banyak kesempatan buat kita untuk berkarya dan mengembangkan bakat. Untuk menunjang dan mengembangkan kreatifitas mahasiswa, di kampus ini ada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dibawahi oleh Idarah an-Nasyath ath-Thullabi. Di UKM ini, mahasiswa bisa memilih jam’iyyah (unit kegiatan) ekstra sesuai minat dan bakatnya, di antaranya: jam’iyyah riyadhah (olah raga), jam’iyyah ash-shahafah (jurnalisme), jam’iyyah al-maktabah (kepustakaan), jam’iyyah al-ibda’ wa al-fanni (karya dan seni), jam’iyyah an-Nizham (penegak disiplin), jam’iyyah al-musabaqah (perlombaan), dan lain sebagainya. Selain itu, kampus juga membuka kursus komputer, IT, photografer secara gratis.

Secara rutin, sepekan sekali, kita ada kegiatan kreasi mahasiswa (nasyath tullab). Program yang digelar di Auditorium kampus ini diisi dengan variasi kegiatan mahasiswa, di antaranya khithabah (pidato bahasa Arab), muhadharah ‘ammah (general stadium), munaqashah (arabicdebat), masrahiyyah (drama berbahasa Arab). Tak jarang, GeneralStadium diisi oleh tamu ulama, cendekiawan dan tokoh baik bertaraf nasional maupun internasional. Sederet nama pernah memberikan kuliah umum di kampus ini, di antaranya Syekh Abdurrahman Sudais (Imam Masjidil Haram), Syekh Syuraim, Dr. Aidh al-Qarni (penulis buku best seller “LaTahzan”), Dr. Hidayat Nur Wahid (Ketua MPR-RI saat itu), Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj (PBNU), duta besar KSA, dan lain sebagainnya.

Bagaimana dengan peluang di dunia kerja?

Tidak melulu, kita studi untuk mendapatkan kerja dan keuntungan duniawi. Tampaknya, maindset kuliah untuk jadi pekerja perlu didekonstruksi, kata Bang Iwan Fals, “Bongkar.” Bukankah lebih baik bila kita lulus kuliah, bisa menciptakan peluang kerja baru? Jadi, kampus ini bukanlah mesin pencetak tenaga kerja.

LIPIA didirikan untuk mencetak kader-kader dakwah (daiyyah) yang punya kompetensi di dalam ilmu syariah (IslamicLaw) dan bahasa Arab. Bahasa Arab yang diajarkan adalah fush-ha (formal). Alumni LIPIA berkesempatan untuk melanjutkan kuliah S2 di Timur Tengah atau jadi da’i mulhaq (atase) dengan gaji yang cukup besar $1000 (sekitar 10 juta perbulan), bila nilainya memenuhi syarat (minimal jayyid jiddan). Kemampuan bahasa Arab bisa jadi modal untuk jadi guide bagi tamu Arab, muthawwif (pembimbing jama’ah haji), bekerja di kedutaan negara-negara Arab, guru bahasa Arab atau jadi penerjemah teks bahasa Arab. Alumni Syari’ah juga berpeluang untuk kerja di perbankan atau keuangan Syari’ah.

Alumni LIPIA telah diakui oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren dalam kemampuan berbahasa Arab. Sehingga, tidak jarang, di akhir tahun pelajaran, banyak berdatangan info tawaran mengajar bahasa Arab dan studi Islam. Mereka telah banyak tersebar ke seluruh Nusantara, baik sebagai guru di pesantren, anggota MUI, pegawai Kemenag/ KUA, pejabat pemerintahan, pengurus NU, pengasuh pondok pesantren, pejabat kedutaan besar negara Arab, bos penerbitan buku Islam, dan lain sebagainya. Sederet nama alumni LIPIA tercatat sebagai tokoh Nasional, seperti KH. Khalil Nafis, Lc, MA, Ph.D (anggota DSN-MUI pusat, pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI), pengurus Lembaga Bahtsul Masail NU pusat (LBM-NU), dosen UI Jakarta), Dr. Asrorun Ni’am Soleh, Lc, MA (ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sekretaris komisi fatwa MUI pusat, dosen UIN Jakarta), Ahmad Heryawan, Lc (gubernur Jawa Barat), dan lain sebagainya.

Lalu, bagaimana agar kita bisa diterima di kampus LIPIA? Adakah jurus rahasianya?

Melihat kelebihan yang telah aku sebutkan di atas, setiap tahun pendaftar membanjiri kampus LIPIA, kendatipun LIPIA jarang menyebarkan brosur pendaftaran. Biasanya jumlah pendaftar berkisar sekitar 700-1000 calon mahasiswa. Sementara yang diterima hanya 120 orang.

Pendaftaran mahasiswa baru untuk level I’dad, biasanya dibuka setahun sekali. Terkait waktunya, tidak bisa dipastikan, namun biasanya sekitar bulan Juni-Juli. Bagi kamu yang mau daftar ke I’dad Lughawy,  sebaiknya menghubungi alumni Tabah yang aktif kuliah di LIPIA atau yang baru lulus. Biasanya, persatuan mahasiswa Jawa Timur (FoSKI) selalu mengadakan pelatihan (daurah) tes masuk LIPIA di salah satu pesantren di Jawa Timur. Membuka web: www.LIPIA.org juga cukup membantumu, khususnya soal syaratan dan ketentuan pendaftaran.

Bila kemampuan bahasa Arab kamu sudah cukup hebat, kamu bisa langsung daftar ke Takmily. Untuk level ini, biasanya dibuka setahun dua kali. Pertama, awal tahun ajaran baru (bulan Juni/Juli), bersamaan dengan pendaftaran I’dad. Kedua, di pertengahan tahun, sekitar bulan Januari-Pebruari. Bila kamu mau daftar langsung ke Takmily, daftar di pertengahan tahun memiliki peluang diterima lebih besar, karena pendaftar lebih sedikit. Bila kamu mau daftar ke Diploma, baiknya kamu menghubungi aku.

Sebenarnya, agar diterima di kampus ini, tidak terlalu sulit, khususnya bagi yang sudah punya jurus rahasianya. Bila kamu tertarik, baca baik baik.

Pada umumnya, untuk masuk LIPIA, mahasiswa mendaftar ke via jalur reguler (biasa). Informasi tentang syarat dan ketentuan jalur biasa, bisa kamu peroleh di situs resmi LIPIA. Padahal, sebetulnya, terdapat jalur lain, yang aku sebut dengan jalur khusus atau “tol”, bisa juga disebut jalur bawah tanah.

Untuk masuk level I’dad, dengan jalur reguler, ada dua tahapan tes yang harus dilewati, yaitu tes tulis dan tes lisan. Tes tulis meliputi fahmul masmu’ (listening), fahmul maqru’ (understanding text), nahwu dan insya’ (mengarang). Bila lulus tes ini, kamu berkesempatan untuk ikut tes lisan.

Sedangkan tes lisan meliputi tanya jawab tentang: wawasan keislaman, fahmul maqru’, baca al-Qur’an, tajwid, dan hafalan. Dalam tes lisan ini, kelancaran dalam memahami dan berbicara bahasa Arab merupakan poin penilaian utama. Untuk poin hafalan, persyaratan hanya 2 juz. Namun, semakin banyak hafalan akan semakin baik, dan hafizh al-Qur’an memiliki peluang yang lebih besar daripada yang tidak hafal.

Dalam persyaratan berkas, poin tazkiyah (surat pengantar) perlu diperhatikan. Ketokohan pemberi tazkiyah dan kedekatannya dengan kampus juga mempengaruhi. Tazkiyah dari seorang guru biasa dengan pengurus MUI atau ketua ormas Islam, tentu berbeda kekuatannya. Tazkiyah dari dosen LIPIA juga cukup memiliki kekuatan, namun yang terpenting lolos tes tulis terlebih dahulu.

Dalam jalur reguler ini, faktor “takdirakademik” juga menentukan. Tidak selalu yang lebih pintar akan lebih berpeluang bisa masuk. Penguasaan, kecermatan dan ketelitian dalam mengerjakan soal cukup menentukan keberhasilan. Karena itu, sering-seringlah berkomunikasi dengan alumni LIPIA bila ingin masuk. Oh ya, asal daerah calon mahasiswa juga menjadi pertimbangan. Calon mahasiswa yang berasal dari daerah minoritas muslim, berpeluang lebih besar untuk diterima.

Jalur yang lain, aku menyebutnya jalur “tol” (jalur khusus). Aku sebut jalur khusus, karena hanya orang-orang khusus yang dapat akses info dan mendapatkan kesempatan masuk via jalur ini. Aku sebut jalur “tol”, karena yang masuk jalur ini, tes masuk hanya sebatas formalitas.

Jalur “tol” ini kuncinya adalah jaringan. Ada beberapa pihak yang memegang kunci jalur ini, di antaranya yaitu Dubes KSA, pejabat kedutaan KSA, Direktur Atase KSA, direktur LIPIA, dosen tertentu, pihak-pihak tertentu yang punya kesepakatan dengan LIPIA, dan lain sebagainya. Bila kamu ingin mendapatkan tiket jalur ini, baiknya kamu hubungi senior alumni Tabah lulusan LIPIA, khususnya Anas DM.

Oya, bila kamu sudah masuk LIPIA, jalinlah komunikasi secara intensif dengan sesama alumni Tabah Kranji di Jakarta pada umumnya yang tergabung di WASIAT, dan khususnya alumni yang kuliah/ alumni LIPIA Jakarta. Selamat berjuang. Yakin Usaha Sampai.

Buku daras bisa diunduh di: grup fb: infolipia


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun