e:hari.bagindo@gmail.com
Menyorot Perilaku Berlalu-lintas
Hari-hari ini kita dipertontonkan oleh operasi Zebra 2014 yang dilaksanakan oleh polisi lalu lintas di Jakarta. Beragam bentuk pelanggaran mulai dari ketidaklengkapan surat motor, SIM, pelanggaran jalur dan rambu lalu lintas, penerobosan lampu lalu lintas akibat terburu-buru dan kurang konsentrasi serta usia yang belum cukup pengendara kendaraan bermotor merupakan modus pelanggaran utama yang ditindak dalam operasi Zebra kali ini. Pelaku pelanggaran pun variatif, mulai dari pelajar, mahasiswa, pegawai swasta, PNS serta oknum TNI-POLRI juga termasuk dalam kelompok ini.
Menyorot Perilaku Berlalu Lintas Oknum TNI-Polri
Saya menyoroti perilaku aparat penegak hukum dalam berlalu lintas kali ini. Aparat penegak hukum yang diwakili oleh anggota TNI-Polri ternyata menjadi kelompok penyumbang pelanggar aturan lalu lintas sungguh sangat ironis bukan? Operasi Zebra mengonfirmasi hal ini melalui liputan awak televisi. Sejatinya pelanggaran berlalu lintas Oknum TNI-Polri bukanlah barang baru. Perilaku berlalu lintas oknum TNI-Polri dalam kaca mata mata masyarakat terkesan beraroma arogan dan superior. Nuansa kebal hukum kental sekali dalam pandangan masyarakat sipil biasa seperti saya ini. Mereka bisa dengan mudahnya lolos dalam setiap operasi yang nyata-nyata betul-betul berperilaku melanggar aturan lalu lintas jalan raya.
Seharusnya?
TNI-Polri yang merupakan aparat penegak hukum yang merupakan pranta dan simbol yang mewakili hukum itu sendiri belum bisa menjalankan peran dan fungsi yang melekat dibalik seragam yang dikenakannya. TNI-Polri yang seharusnya menjadi agen perubahan dengan menjadi contoh kongkrit dalam berperilaku selayaknya penegak hukum sejati alih-alihmalah menjadi pelanggar hukum. Ditambah lagi polisi yang enggan menindak pelanggaran berlalu lintas yang jelas-jelas dilakukan oleh anggota yang memakai atribut resmi TNI-Polri. Saya sampai bingung dalih apa yang digunakan untuk meloloskan dan membenarkan perilaku yang jelas menyimpang untuk membenarkan hal-hal ini. Dalam kacamata awam tentunya semakin  menegaskan hukum hanya masih tajam ke bawah, hukum tidak bisa menyentuh kelompok ini, hukum terkesan imun dan tidak berlaku bagi para penegak hukum yang terhormat, hukum seolah-olah hanya bagi masyarakat biasa yang tak berdaya.
Rasionalisasi alias Pembenaran
Penjelasan yang mungkin dari dinamika seperti ini dimungkinkah terjadi mungkin disebabkan oleh doktrin atau jargon budaya lama yang terlanjur melekat dan  luas beredar di lingkungan aparat :"Jeruk kok makan jeruk!" sudah terlalu mendarah daging, melekat dan sudah di anggap sebagai semacam"axioma" yang tidak perlu di uji kebenarannya lagi. Hal semacam ini tentunya semakin menjauhkan kita dari cita-cita dan makna terdalam Indonesia sebagai negara hukum yang disemangati oleh prinsip"kesamaan berdiri di muka hukum" tanpa membeda-bedakan status apapun.
Kalo begini terus?
Jika prinsip yang paling dasar dalam penegakan hukum tidak bisa dipegang dan dilaksanakan sebagai dasar operasionalisi aturan hukum di lapangan, entah mau kemana arah dan tujuan serta akhir perjalan negara yang mengklaim negara hukum ini? Apa jargon negara hukum hanya sekedar jargon main-main belaka saja, sekedar tampak baik dalam kutipan jurnal penelitian dan ketetapan perundang-undangan tanpa penerapan kongkrit dilapangan?
Bentuk Koreksi
Seperti uraian diatas, untuk mencari solusi tuntas sebagai bentuk koreksi, saya menganalogikan dinamika ini seperti "mengganti stir kendaraan yang sedang berjalan". Ibarat mobil, negara ini sedang melaju dan perlu segra mengganti stir baru tanpa harus menghentikan laju kendaraan. Mungkinkah semua ini dilakukan? Hanya Tuhanla yang tahu...
Selamat operasi Zebra Pak Polisi. Silahkan bekerja mengganti stir dengan yang baru.
Lombok Garden, 28 November 2014
Inspirasi lainnya:
http://politik.kompasiana.com/2014/11/18/jokowipemerintahan-seumur-bayi-yang-punya-nyali-687094.html
http://jakarta.kompasiana.com/potensi-wisata/2014/11/28/mau-ke-mataram-up-date-dulu-689026.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H