Siapa yang ingin menjadi dokter?," tanya saya, sambil mengangkat tangan kanan saya ini menjulang tinggi.
Ahh serentak sebagian murid-murid bergemuruh mengangkat tangannya juga, lebih tinggi dari saya. Malah ada yang sambil berdiri dan langsung menyambar jawaban tadi.
"Saya, Buuuu," Jawab mereka, gemuruh suara mereka rasanya memecahkan ruangan kelas.
Namun ya namanya anak-anak, tak sedikit pula ada yang masih malu-malu, melihat ke ke kanan dan ke kiri dan akhirnya ikutan jua menjulurkan tangan kanan seraya berteriak memberi jawaban, "Sayaaa".
Eh, ketika ditanya kembali mengenai cita-cita dengan profesi yang lain, walhasil lagi-lagi ada saja yang kembali mengangkat tangannya untuk kesekian kalinya.
Eh apa mereka tidak capek ya? Terkadang saya menanya sendiri dalam batin saya, dan jujur saya saja yang sering capek sih menghadapi mereka.
Sorak dalam kelas tak lantas berhenti bergemuruh, ketika saya hendak membagikan kertas kecil kepada mereka yang akan digunakan untuk menuliskan cita-cita mereka di pohon cita-cita di depan kelas, selanjutnya.
Ya ampun, anak laki-laki berhamburan maju kedepan, anak perempuan juga tak mau kalah. Dorong mendorong tak terelakkan. Saya pun tak lantas diam. Ada yang menangis karena tersenggol, Aduuh.
Badan terpaksa menjadi gesit pontang-panting untuk mentertibkan mereka kembali pada antrean yang benar sehingga akhirnya mereka dapat menempelkan cita-cita mereka di secarik kertas tadi di depan kelas.
Kegembiraan mereka terus bersaut-sautan. Suara mereka bersatu padu menjadi besar, tidak ada pilihan lain untuk membuat saya juga harus membesarkan volume suara saya agar lebih besar menandingi mereka, agar bisa didengar dan membuat kelas menjadi tenang kembali.