Mohon tunggu...
Hariati
Hariati Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Memulai Menulis Dari Apa Yang Kamu Lihat, Dengar Dan Rasakan!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengobral Industri Kelapa Sawit; Si Malakama, Penyelamat Energi Masa Depan Indonesia

4 Oktober 2017   12:22 Diperbarui: 5 Oktober 2017   19:17 2068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SPBU DI Samarinda Yang Telah Menjual BioSolar I Dokumentasi Pribadi

Setiap hari ketika hendak ke pasar Segiri, yang terletak di tengah kota Samarinda. Sedini hari mungkin saya harus bergegas berangkat ke sana. Saya tidak ingin kedahuluan oleh mobil pengangkut barang jenis trailer atau pick up yang akan ramai lalu lalang di pinggir jalan menuju pasar untuk bongkar barang dan mengobralkan asap hitam pekat buangan kerja mesin dieselnya, yang kemudian terpapar ke udara.

Selain itu, jika berangkat agak siangan ke pasar, barang-barang kebutuhan pokok biasanya telah merangkak naik. Seperti sayur mayur, bahan pokok dan buah buahan, akibat hampir semua komoditas 'dikuasai' oleh tengkulak. Bisa juga kenaikan harga tersebut akibat cuaca buruk yang melanda lahan pertanian petani.

Namun ada hal yang sering terjadi yang menjadi penyebab melambungnya harga kebutuhan di pasar-pasar tradisonal di Kaltim yakni, kelangkaan BBM jenis solar yang dibutuhkan oleh unit transportasi pengangkut barang antar wilayah pelosok daerah yang terkadang jarang tersedia di SPBU di wilayah Kaltim pada umumnya.

Jika BBM sudah langka, maka ongkos pengantaran komoditas barang akan membangkak dengan sendirinya dikarenakan kompensasi lamanya waktu unit stay-bydi perjalanan hanya untuk  mengantre solar. Terlebih lagi, jika terjadi kenaikan penyesuaian harga BBM yang terjadi sewaktu-waktu.

Antrean SPBU Di Wilayah Samarinda I polrestasamarinda.com
Antrean SPBU Di Wilayah Samarinda I polrestasamarinda.com
BBM jenis Solar utama kali sangat diperlukan sebagai pembangkit perekonomian masyarakat Kaltim kini. Solar masih banyak digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Diesel (PLTD) dan juga bahan bakar transportasi massa dan barang-barang pokok masyarakat di wilayah Kalimantan Timur yang saya diami.

Fenomena tadi memang tidak bisa kita elakkan. Ketergantungan akan bahan energy terutama BBM bisa menjadi-jadi di masa depan. Dan ini akan menjadi Pekerjaan Rumah bagi Pertamina, yang juga belum lelah tertantang dalam mencukupi dan mendistribusikan komoditas BBM ke jalur-jalur pelosok Indonesia yang amat rumit ini, terutama wilayah Kalimantan Timur, secara efektive dan efesien.

Nah, tentu kita akan setuju jika kemudian harus ada upaya menemukan energy baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan untuk menggantikan energy tak terbarukan saat ini. Bagi  masa depan, sekaligus menjawab ketakutan akan kepunahan aneka SDA tak terbarukan yang Indonesia miliki. Nah ada nggak sih energy baru itu kira-kira?

Industri Kelapa Sawit Pengganti Industri Pertambangan di Kaltim, Solusikah?

Isu deforestasidi Kaltim misalnya sudah menggelinding sejak lama. Bak bola salju, semakin hari semakin membesar ukurannya. Jika dulu bola itu bernama illegal loging dan pertambangan, nampaknya mulai tahun 2000-an deforestasiberganti nama menjadi industry sawit yang telah menggurita di Indonesia umumnya.

Buah Si Kelapa Sawit I lovelybogor.com
Buah Si Kelapa Sawit I lovelybogor.com
Era otonomi daerah telah membuka gerbang industry sawit seluas-luasnya di berbagai daerah. Sumber daya alam, berupa hutan seakan digadaikan dalam meraup target pembangunan dan merealisasikan kesejahteraan masyarakat. Apakah industri sawit bisa menjadi alternative jawabannya? Mungkin, tapi ada tapinya.

Tapinya, keramahan industry sawit terus dipertanyakan? Ditenggarai keberadaaan industry ini merusak hutan Indonesia yang notabeneadalah paru-paru dunia. Dan banyak versi bersaut-sautan untuk mengomentari keramahan industry sawit, yang memang perlu satu kacamata yang sama untuk memandang hal itu secara cermat. Jika ingin menghasilkan kesimpulan yang productivedalam konteks pengembangan industry sawit kedepan dan manfaatnya.

Kita paham, jika semua kegiatan eksploitasi cepat atau lambat pasti mengundang degradasi. Jika kita inventaris, ada yang menyebut industry sawit dapat merusak alam dan membinasakan flora dan fauna langka di dalamnya. Lalu keberadaaan air akan terancam, hingga pencemaran tanah akibat pemakaian pupuk di areal sawit. Dan yang paling penting, ketakutan akan lenyapnya fungsi hutan sebagi paru dunia dan memicu pemanasan global. Itulah sebabnya, saya lebih suka menyebut Industri Kelapa Sawit ini bagai si Malakama.

Saya pikir jika pihak korporasi yang bergerak pada industri ini mau saja mematuhi batasan ataupun perlindungan yang juga tertuang dalam Kepres no 32 tahun 1990 yang men-syaratkan hal terjal perijinan industri kelapa sawit untuk dilalui. Kemanfaatan kelapa sawit tentu akan berguna bagi keberlanjutan ketahanan energi dan pangan Indonesia di masa yang akan datang, terlebih saat ini.

Untuk lebih fair, saya kira, kita harus berkaca pula pada sisi lain yang didapatkan dari industry sawit. Agar kedua sisi ini saling memperkuat tentang keberadaanya bahkan sebaliknya.

industri kelapa sawit I mongabay.com
industri kelapa sawit I mongabay.com
Coba kita korek fakta yang terlihat di areal sawit kini. Di Kalimantan, Sumatra, Papua, dimana adanya industry ini akan memacu pembangunan daerah lebih kencang. Infrastruktur, kesejahteraan penduduk terangkat. Semua terlihat jelas dalam kacamata pembangunan.

Dan point ini juga harusnya kita jadikan pijakan dalam menilai keberadaan industry sawit. Atau bisa juga mendefinisikan poin-poin tadi masuk ke dalam istilah keramahan industry kelapa sawit yang dimaksud.

Karena pembangunan apapun tentu memerlukan alas berupa lingkungan dalam konteks sumber daya alam yang dapat dieksploitasi sesuai amanat undang-undang dasar 45-kan?

Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan oleh kelapa sawit merupakan produk yang dapat menghasilkan banyak produk penting kebutuhan umat manusia. Yang keberadaannya selalu dicari dan dapat dikomersilkan dengan mudah. Dan CPO dari sawit telah menjelma menjadi bahan pokok setara BBM yang telah menjadi sector andalan sebuah daerah untuk memutar roda ekonomi setelah pertambangan.

CPO Kelapa Sawit I Republika.co.id
CPO Kelapa Sawit I Republika.co.id
Sebagai warga negara Indonesia, saya pribadi masih berprasangka baik terhadap pemerintah untuk dapat menelurkan kebijakan yang baik dan pro terhadap lingkungan dengan sederet perundangan tentang perkebunan Sawit. Dan industri Sawit dapat menjadi katalisatorpembangunan daerah selanjutnya terlebih menunjang pencarian energy baru terbarukan (EBT) di masa kini dan masa depan.

BioFuel Berbahan CPO Sawit

CPO dari minyak kelapa sawit merupakan bahan baku dalam penciptaan EBT KEdalam bentuk Biofuel. Dalam prosesnya penciptaan Biosolar dilakukan dengan melakukan proses Transesterifikasi, yakni proses reaksi antara minyak nabati (CPO) tadi plus methanol, ethanol dengan katalisator soda api (NaOH atau KOH).

Proses kimia itu, menghasilkan metil ester asam lemak murni yang dikenal FAME, yang seterusnya akan dicampur dengan solar murni. Rekayasa kimia ini tentu bertujuan akan terciptanya energi baru terbarukan berupa biosolar yang akan menggantikan BBM jenis Solar murni saat ini. Nah, jika menemukan produk Biosolar jenis B-5 artinya, solar tersebut mengandung 5% campuran FAME. Dan selanjutnya akan mungkin produk B-100, yang murni menggunakan bahan non fosil.

Petugas SPBU Yang Siap Melayani Pelanggan Biosolar Iberitariau.com
Petugas SPBU Yang Siap Melayani Pelanggan Biosolar Iberitariau.com
Sebelum dilepas di pasaran, Bio-solar pasti akan selalu dijamin nilai FAME-nya untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan. Utamanya tidak ada bakteri yang merusak kualitas bahan bakar saat jenis BBM ini didistribusikan dan digunakan.

Pertamina Telah Hadirkan EBT BioFuel Di Lingkungan Kita

Sebenarnya Biofuel/Biosolar sudah diperkenalkan Pertamina sejak 2009 silam di jaringan SPBU, terutama di SPBU kota besar di pulau jawa. Banyak SPBU kini telah menganti tulisan solar menjadi biosolar.

Nah berbicara tentang energy baru ini, tentu menjadikan BBM Biosolar lebih ramah lingkungan. Djaelani Sutomo, Kepala Divisi BBM Pertamina mengatakan Biosolar memiliki angka cetane 51-55 atau lebih tinggi daripada solar standar yang hanya 48. Asumsinya makin tinggi nilai cetane, makin sempurna pembakaran sehingga polusi dapat ditekan.

Jika dilihat keunggulan komparatifnya dibanding bentuk energi lainnya, Biosolar mudah ditransportasikan, memiliki kerapatan energi yang lebih tinggi, memiliki karakter pembakaran relatif bersih, dan terpenting ramah lingkungan.

Dengan demikian Pertamina, telah menambah varian energy baru dari jenis solar, yakni Pertamax Dex, Dexlite dan BioSolar yang kita bisa pilih dan gunakan. Harganya pun, dapat dikatakan relative sama. Diantara Rp 7000-10.000 perliter. Bisa dicek

Yuk Memanfaatkan EBT Bio-solar Sekarang !

Semenjak Pertamina resmi memperkenalkan Biosolar 2015 lalu, memang penggunaan Biosolar belum menunjukkan kenaikan berarti hanya 5%, dari angka 15% untuk digunakan semua kendaraan solar di Indonesia. Angka itu malah terus digenjot hingga ke level 25% bagi pengguna solar, terkhusus alat transportasi massa.

Hal tersebut merupakan refleksi dari peraturan pemerintah no 79/2014 tentang kebijakan energi nasional yang mengamanatkan peran energi baru dan terbarukan tahun 2025 paling sedikit 23% dan 2050 sekitar 31%.

Dan pastinya masih ada kendala penggunaan Bisolar ini secara massif, yang timbul dari sisi teknologi dan sosial.

Ada beberapa kendala yang memang harus diwujudkan dalam penciptaan EBT baru ini

  • Ketersedian ; Untuk menghasilkan Biofuel adalah ternyata memang membutuhkan lahan yang luas, seperti lahan industri sawit yang merebak di negara kita. Artinya, akan terjadi kompetisi antara pertambahan populasi dunia dan juga permintaan bahan makanan. Padahal luas bumi tidak mungkin bertambah. Jika salah perhitungan, malah suplai bahan pangan manusia akan terganggu dengan massifnya penggunaan lahan bagi industri sawit misalnya.
  • Teknologi ; Biosolar masih dipergunakan sebagai bahan campuran dikarenakan mesin-mesin kendaraan belum disesuaikan dengan karakter bahan bakar nabati, sehingga hasilnya kurang maksimal jika dibandingkan jenis solar pertamax- dex ataupun dex-lite. Meskipun sebaliknya, keramahan bisolar terhadap lingkungan akan menjadi kelemahan pada kedua jenis solar tadi.
  • Mahal ; Harga Biosolar dengan jenis pertamax dex atau dex-lite memang tipis namun dirasakan perbedan pada performanya. Kita bisa bayangkan dalam memproduksi EBT Biofuel benar-benar padat modal.  Terutama penyiapan lahan nan luas dan pabrik yang mengolah minyak nabatinya.

Lahan Industri Sawit Yang Akan Terus Dibutuhkan Di Masa Yang Akan Datang I pekanbaru.tunaskarya.com
Lahan Industri Sawit Yang Akan Terus Dibutuhkan Di Masa Yang Akan Datang I pekanbaru.tunaskarya.com
Saya pikir dengan kendala-kendala tadi, kita tidak perlu menunggu 100 tahun lagi untuk menunggu BBM yang tak terbarukan punah. Jika kini alasan untuk enggan menggunakan biosolar adalah karena mahal, suatu saat opsi inilah yang akan tersedia dan kita pilih untuk dapat mempertahankan kebutuhan energy umat manusia di muka bumi ini.

SPBU DI Samarinda Yang Telah Menjual BioSolar I Dokumentasi Pribadi
SPBU DI Samarinda Yang Telah Menjual BioSolar I Dokumentasi Pribadi
Kepedulian kita terhadap lingkungan paling tidak bisa melunturkan keengganan kita tadi, dan segera menggunakan EBT Biosolar yang kini telah tersedia di lingkungan kita, terutama SPBU terdekat. Sembari menunggu penemuan EBT lainnya, yang juga sedang berjuang menemukan tehnologinya untuk dimanfaatkan bersama.

Jika sudah begitu, besok saya tidak perlu khawatir untuk ke pasar agak siangan. Karena dengan Biosolar, transportasi massal dan barang akan mengobral emisi gas dieselnya yang ramah lingkungan. Dan dengan menggunakan biosolar saat ini, tentu akan melipatgandakan ketersediaan bahan bakar ini, dan memudahkan Pertamina mendistribusikannya  ke penjuru pelosok daerah Indonesia untuk dapat bersama kita gunakan. Dan yang pasti, harga kebutuhan pokok rumah tangga di pasar tradisonal tetap terjaga, akibat ketersediaan Biosolar di SPBU. Dueh, senangnya.

Refferensi :1,2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun