Mendulang kesuksesan tidak selalu berjalan datar, pasti bergelombang. Artis Muda, Agnes Mo dalam salah satu iklan yang dibintanginya, kali pertama mengenalkan kalimat “Life Is Never Flat”. Filosofi kalimat motivasi itu, bagi saya tidak berbicara pada dimensi mengenai perjalanan karir saja. Namun bisa lebih luas lagi, kepada masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan setiap individu. Artinya, menjalankan kehidupan pasti ada kendala, plus resiko keuangan yang dihadapi. Bagimana mengelola resiko dari problematika hidup dengan ber-asuransi. Yakin, kamu bisa mengerjakannya sendiri?
Di ujung telpon barusan, kami bercerita tentang banyak hal deh. Di setiap percakapan via telpon, suami saya biasanya selalu menanyakan kabar dan memastikan saya dalam keadaan baik-baik saja, lalu bertanya lagi, apa yang sedang saya lakukan. Sampai pada hal yang gak penting lainnya, yang lucu saja untuk diceritakan di sini. Ya, rasanya seperti masa-masa indah pacaran dulu saja.
Semenjak tahun 2009 menikah, kami memang terbiasa menjalani kehidupan jarak jauh, LDR nih ceritanya. Saya menjalani rutinitas profesi sebagai guru di Jakarta, sedangkan suami saja bekerja di Kalimantan sebagai pekerja tambang batubara. Bagi orang di sekitar kami, teman dan kerabat, rutinitas kami dianggap keberhasilan dalam menapaki karir pekerjaan masing-masing. Kasarnya, seolah-olah kami dianggap telah sukses nih membangun pondasi kebahagian, lagi-lagi atas dasar materi.
Dalam menjalani kehidupan, bagi saya wajar sih, semua orang akan bekerja keras mengejar materi atas dasar keinginan mewujudkan istilah kebahagian tadi, ya. Meskipun penafsiran kebahagiaan setiap orang itu relative saja. Menjadi miskin atau kaya bisa jadi bahagia, asal kita sanggup mengelola apa yang kita punyai. Entah bagaimana caranya.
Selama hampir lima tahun, aktivitas LDR kami lalui. Biasanya 3 Pekan sekali, ketika suami saya cuti, adalah momen bagi kami untuk bersua. Begitu lagi seterusnya, hari demi hari bekerja dan bekerja lagi yang menghantarkan usia kami terus menua. Dan tentu saja, hasil kerja kami bisa rasakan. Saya merasa dapat mewujudkan keinginan saya dengan mudah, selain kebutuhan.
Dan Arti Kebahagian Itu?
Awal 2014, adalah tahun yang sakti bagi kami. Doa kami didengar Tuhan, saya positivehamil. Di ujung telpon itu juga, saya lagi-lagi mengadu rasa bahagia ini kepada suami saya. Ini benar-benar definisi bahagia versi saya. Seketika itupula, suami merekomendasikan saya untuk segera berhenti bekerja, untuk bisa focus pada kandungan saya. Kebahagiaan yang terlanjur kuat telah mengiyakan saja keinginan suami saya. Saya terbang ke Kalimantan, dan hidup bersama dengan suami saya tanpa sekat jarak dan lautan lagi.
Bulan demi bulan, saya tak lelah melakukan check-up kandungan ke dokter untuk memastikan kelahiran jagoan kami berjalan normal. Dan dokter memprediksi kelahirannya akan tiba di bulan November 2015. Dan pastinya kelahiran si kecil nanti, akan membutuhkan biaya-kan?, dan kami telah menyusunnya budget itu masak-masak. Itu artinya, pengelolaan pendapatan suami harus lebih cermat lagi kedepan. Membayar kredit ini dan itu dan juga ongkos operasional hidup sehari-hari, harus dibagi rata adil.
November 2015 menyapa, dan bayi kami akan lahir. Namun harapan persalinan normal di luar rencana. Saya mengalami kecelakaan ketika menuju ke rumah sakit untuk bersiap persalinan, dan berakibat pecah air ketuban dini. Dan harus menjalani operasi Caesar. Tak itu saja, beberapa jam setelah kelahiran itu, bayi saya-pun divonis penyakit kuning disertai gangguan pernafasan. Dan si kecil harus menjalani perawatan insentive penyinaran fototerapi. Namun apa daya, rumah sakit persalinan saya, kebetulan tidak memiliki incubator dalam menjalani perawatan bayi secara intensive. Dan bayi saya harus dipindah ke rumah sakit lainnya. Saya dan bayi saya terpaksa berpisah untuk menjalani perawatan di rumah sakit yang berbeda.