Di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Kabupaten Karo dikenal sebagai daerah tujuan pariwisata yang menyuguhkan keindahan panorama alam berbalut kesejukan udara. Oleh karena itu, Karo menjadi destinasi pariwisata yang ramai dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah di Sumut bahkan luar Sumut.
Dilansir dari ANTARANEWS.COM, Jumat (19/4/2024), tercatat 78.000 wisatawan berkunjung ke Karo selama cuti bersama dan libur Lebaran 2024. Padahal, pihak Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kabupaten Karo memprediksi wisatawan yang berkunjung ke Karo selama libur Lebaran 2024 sekitar 50.000 orang.
Sejatinya, perkembangan pariwisata Kabupaten Karo tak melulu hanya menawarkan keindahan alam dan kesejukan udara pegunungan. Diketahui, pada tahun 2023 lalu pengunjung Festival Bunga dan Buah di Berastagi mencapai 65.000 orang. Seperti diketahui, Festival Bunga dan Buah Berastagi merupakan event tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo berupa pameran hasil bumi, karnaval mobil hias, fashion show, pertunjukan seni dan budaya serta pentas rakyat.
Konsistensi Pemkab Karo dalam perhelatan Festival Bunga dan Buah tampak sejalan dengan Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Karo 2021-2026, yaitu mewujudkan Kabupaten Karo yang maju, mandiri dan berdaya saing berbasis pariwisata dan pertanian menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Hanya saja, mendorong kemajuan pariwisata di Karo tak cukup sebatas eksis menyelenggarakan Festival Bunga dan Buah tanpa melirik potensi besar lainnya yang dimiliki “Bumi Turang”. Meningkatkan kunjungan wisatawan dengan tujuan menaikkan pendapatan daerah bisa juga dilakukan dengan menghadirkan wisata bertemakan kebangsaan di Karo. Mengangkat tema kebangsaan selaras dengan keberadaan Karo sebagai tanah kelahiran para pejuang dan patriot bangsa. Lihat saja Makam Pahlawan Kabanjahe dan nama-nama pahlawan lokal yang diabadikan sebagai jalan raya di Kota Kabanjahe. Belum lagi dua sosok pahlawan nasional asal Karo yaitu, Kiras Bangun dan Djamin Gintings. Tak bisa dipungkiri bahwasannya Tanah Karo menjadi basis perjuangan dan perlawanan rakyat sebelum dan pasca-kemerdekaan.
Kisah kepahlawanan dan inspirasi kebangsaan dari berbagai daerah di Tanah Karo ini merupakan sesuatu yang tidak dimiliki oleh daerah lain dalam memajukan industri pariwisatanya. Oleh karena itu, Pemkab Karo harus serius menggarap paket kunjungan wisata kebangsaan berkonsep rekreatif dan edukatif dengan menggali narasi sejarah dan kearifan lokal. Eksekusinya bisa dimulai dari kawasan Berastagi sebagai pintu masuk dan pusat aktivitas pariwisata di Karo. Apalagi Berastagi menjadi tempat berlangsungnya berbagai peristiwa perjuangan pergerakan kemerdekaan di Karo.
Tentunya, meng-Indonesia-kan pariwisata Karo dengan mengusung tema kebangsaan yang dimulai dari Berastagi harus melibatkan berbagai pihak, salah satunya “Pegiat Literasi Kebangsaan.” Pada Mei 2024 lalu, Pegiat Literasi Kebangsaan menyatakan arti penting Berastagi dalam memulai “Gerak Literasi Kebangsaan” bagi generasi muda melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Karo di Taman Mejuah-juah Berastagi. Pasalnya, Berastagi memiliki tempat-tempat yang menyimpan banyak peristiwa sejarah yang tidak diketahui publik karena minimnya sumber sejarah yang dimiliki. Misalnya, di balik Tugu Perjuangan yang menjadi ikon Berastagi ada perlawanan pemuda Berastagi dan sekitarnya dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan hingga mengusir Sekutu keluar dari wilayah Berastagi. Mungkin saja para pengunjung yang berfoto dengan latar Tugu Perjuangan tidak mengetahui pasti terkait kemenangan yang diraih para pemuda saat menghadapi pasukan Sekutu di Berastagi. Demikian halnya dengan Prasasti Surat Pujian Mohammad Hatta kepada Rakyat Tanah Karo yang berada di Kompleks Taman Mejuah-juah Berastagi. Dalam surat tersebut, Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden Republik Indonesia merasa bangga kepada masyarakat Karo sebagai bagian dari rakyat Indonesia dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Barangkali wisatawan yang melihat keberadaan Prasasti Surat Pujian Mohammad Hatta tersebut tidak mengetahui sebuah narasi yang menggambarkan sikap loyalitas rakyat Karo hingga merelakan rumah, kampung dan harta benda hangus terbakar demi membela kemerdekaan Indonesia.
Kawasan Taman Mejuah-juah Berastagi memang memiliki posisi penting untuk menarik wisatawan dikarenakan di tempat ini berdiri Tugu Jamin Gintings. Menariknya, kisah perjuangan seorang Djamin Gintings maupun "Perang Kemerdekaan di Karo Area" bisa saja dipentaskan lewat seni pertunjukan teater tepat di area Tugu Djamin Gintings berada. Tampaknya drama teatrikal “Bumi Hangus” wajib dipentaskan mengingat perjuangan “Rakyat Sirulo” tak kalah heroik dari peristiwa yang dikenal secara nasional dengan nama “Bandung Lautan Api”.
Rute perjalanan wisata kebangsaan di Berastagi bisa berlanjut ke Rumah Pengasingan Bung Karno di Desa Lau Gumba. Rumah Pengasingan Bung Karno di Desa Lau Gumba ini merupakan tempat Sukarno bersama Sultan Sjahrir dan H Agus Salim diasingkan saat Agresi Militer Belanda II pada 1948. Pilot Project wisata kebangsaan di Berastagi harus mengedepankan tempat yang lebih dikenal dengan sebutan Rumah Pesanggrahan Bung Karno ini. Kisah Sukarno sebagai Bapak Proklamator sekaligus Presiden Pertama RI pernah tinggal selama 12 hari di Berastagi tentunya menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Karo. Rumah Pengasingan Bung Karno ini menjadi situs bersejarah yang wajib dikunjungi dikarenakan para wisatawan dapat melihat Monumen Sukarno serta Bunga Bougenville dan Pohon Beringin yang ditanam sendiri oleh Presiden Sukarno.
Selanjutnya, memaksimalkan pengembangan wisata kebangsaan di Berastagi dapat dilakukan dengan memberdayakan Kampung Moderasi Beragama Lorong Ikuten Vanleith. Di Lorong Ikuten Vanleith ini wisatawan dapat menyaksikan keberadaan Gereja GKPI yang berdampingan dengan Vihara Buddha dan berhadapan langsung dengan Musala Nurul Hidayah. Sebuah opsi yang tepat jika Lorong Ikuten Vanleith dapat menyelenggarakan festival toleransi skala nasional secara reguler dan berkelanjutan.
Pemkab Karo harus menyadari bahwasannya Kabupaten Karo yang terdiri dari 17 kecamatan menyimpan banyak kisah inspiratif yang berkaitan dengan narasi kesatuan bangsa. Potensi besar ini dapat dijadikan sebagai modal penting dalam membangun industri pariwisata di Karo terutama berbasis wisata sejarah dan kebangsaan. Dengan spirit kolaborasi, bukan tidak mungkin pariwisata Karo semakin terdepan di Sumut dan mengindonesia melalui wisata kebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H