Mohon tunggu...
Hari Anggara
Hari Anggara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Structural Reinforcement

Civil Engineering Student at Hasanuddin University

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menyoroti Transisi Listrik Indonesia, Pembangkit Listrik Tenaga Surya Nyaris Tidak Berkontribusi

27 Februari 2022   22:16 Diperbarui: 27 Februari 2022   22:21 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ember Climate, 2021

Penggunaan batu bara untuk pembangkitan listrik tenaga hibrida di Indonesia masih dominan. Dikutip dari Ember Climate, Indonesia menjadi salah satu negara G20 yang memiliki ketergantungan pada listrik tenaga batu bara dengan presentasi mencapai 60%. Angka tersebut juga  menempatkan Indonesia di peringkat ke-4 sebagai pemilik sektor pembangkit listrik paling padat batu bara di antara negara-negara G20 lainnya. Sementara, sebanyak 23% merupakan pembangkit listrik minyak dan gas serta 17% lainnya merupakan energi hidro, bioenergi, dan energi terbarukan lainnya.

Afrika Selatan menempati posisi pertama dengan pembangkitan listrik tenaga hibrida yang di dominasi oleh batu bara, yakni mencapai 86%. Kemudian, diposisi kedua ada India sebesar 71%. Posisi Indonesia sendiri diapit oleh Tiongkok dan Australia dengan persentase masing-masing yaitu 61% dan 54%. Selanjutnya Korea Selatan menyusul dengan persentase sebesar 36%.  

Seiring dengan meningkatnya jumlah kebutuhan listrik di Indonesia, ketergantungan pada penggunaan batu bara akan semakin mengakar. Kebutuhan listrik Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 7% per tahun selama kurun waktu 2015-2019. Berharap mengalami penurunan secara signifikan pada paruh pertama tahun 2020, laju pertumbuhan kebutuhan listrik menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada kuartal ketiga. Jika pertumbuhan kebutuhan listrik pulih ke tingkatan seperti sebelum terjadinya pandemi, transisi energi Indonesia dalam meninggalkan penggunaan batu bara untuk listrik akan semakin sulit tercapai. hal ini dikarenakan kapasitas energi terbarukan harus dibangun lebih banyak guna memenuhi kebutuhan baru akan listrik serta menggantikan peran batu bara dalam memenuhi kebutuhan yang ada. Hal ini sejalan dengan isu prioritas G20 tahun ini yang mengangkat tiga isu, salah satunya yaitu transisi energi. Optimisme Indonesia untuk bertransisi dari penggunaan batu bara menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) harus terus dibangun.

Ibu Dr. Sripeni Inten Cahyani selaku Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Ketenagalistrikan menegaskan  dalam kuliah umum Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya) Batch 2 bahwa "Pemerintah sangat serius dalam  memberikan dukungan terhadap EBT dengan menetapkan target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% yang dilengkapi dengan kebijakan-kebijakan dalam mengelola energi dan ketenagalistrikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir."

Pada tahun 2019, bauran energi dan pengembangan EBT di Indonesia belum termanfaatkan secara maksimal, terkhusus  pada bidang pembangkit listrik tenaga surya. Dimana untuk bidang ini, kita masih berada dibawah angka kurang dari 0,01 TWh. Jika dibandingkan dengan negara lainnya, Indonesia sangat jauh tertinggal. Padahal potensi pembangkit listrik ini memiliki peluang yang sangat besar jika dilihat dari letak geografis Indonesia.

Sumber: esdm.go.id
Sumber: esdm.go.id

Dapat dilihat pada Solar Resource Map, Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai energi alam yang bersifat tidak terbatas (Energi surya) yang bersinar sepanjang tahun. Tidak hanya itu, land area yang mencapai 1,8 juta km2 dapat dikembangkan untuk dimanfaatkan dalam penginstalan solar panel. selain itu, Indonesia sebagai negara kepulauan juga dapat mengimplementasikan pengembangan instalasi yang saat ini banyak dibicarakan yakni floating solar panel. Hal ini tentunya dapat menjadi peluang besar bagi kita dalam mempercepat laju transisi energi.

Mengapa harus solar panel? Sebenarnya Indonesia juga memiliki peluang di bidang EBT lainnya seperi hidro dan angin. Namun, jika dilihat dari penyediaan infrastruktur energinya, ini dianggap tidak efisien karena dapat memakan waktu yang cukup lama. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Bayu (PLTB) membutuhkan sedikitnya lima tahun untuk dapat beroperasi. Sehingga PLTS merupakan Langkah cerdas dan cepat dalam mengejar target bauran EBT 23% tahun 2025.

Jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Jepang yang land area-nya hanya sperlima kali Indonesia, nyatanya mampu memproduksi energi listrik mencapai 74.5 TWh melalui pembangkit listrik tenaga surya(PLTS). Tentu ini dapat dijadikan motivasi bagi kita untuk terus berkembang. Kita perlu mengejar ketertinggalan ini, percepatan harus terus didorong untuk mengejar target yang telah ditetapkan. Indonesia harus segera mengambil tindakan untuk memulai transisi menuju masa depan ketenagalistrikan yang rendah karbon. Persoalan pentingnya sekarang adalah apakah Indonesia dapat berkomitmen untuk menempuh jalan tersebut, agar dunia mendapatkan peluang yang lebih baik untuk menghindari konsekuensi perubahan iklim yang mengerikan.

Muyi Yang, selaku Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan, Ember mengungkapkan "Dengan laju pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi, Indonesia perlu menggenjot perkembangan listrik bersih guna mencegah agar emisi CO2 tidak semakin memburuk. Semakin bergantungnya Indonesia pada batu bara untuk kebutuhan listrik juga bertentangan dengan tren global yang mengejar masa depan ketenagalistrikan rendah karbon. Indonesia harus segera mengambil langkah untuk mengakhiri rencana pengembangan kapasitas batu bara dan menghabiskan kapasitas batu bara yang ada." Oleh karena itu, Ayo.. Kita Dukung Program Transisi Energi. Gunakan energi bersih dan hijau. Lindungi dan Selamatkan Bumi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun