“Lada yang dikonsumsi oleh Firaun ribuan tahun lalu ternyata berasal dari Banten”
Kalimat di atas merupakan salah satu fun fact yang dapat kita temukan dalam salah satu ruangan di Pameran Jalur Rempah Nusantara. Selama sepekan ini, dari tanggal 18-25 Oktober 2015, di Museum Nasional digelar pameran bertajuk Jalur Rempah : The Untold Story. Pameran yang diadakan oleh Kemendikbud, bekerjasama dengan Yayasan Bina Museum Nasional Indonesia ini merupakan salah satu acara untuk memeriahkan National Museum Week 2015.
Replika perahu yang bersandar di pelabuhan Banten, alat untuk mendistribusikan rempah dalam skala kecil (Dokumentasi Pribadi)
Sejarah rempah Nusantara banyak luput dari perhatian, padahal kemahsyuran rempah Nusantara sempat mengalami kejayaan pada masa kerajaan—kerajaan kuno tanah Air. Sekitar tahun 400an Masehi, seorang sastrawan India, Kalidasa menyebut istilah "Dvipantara" dalam salah satu karyanya, ‘Raghuvamsa’. Ia menyebut bahwa "Dvivantara: adalah kepulauan penghasil cengkeh dan rempah lain berkualitas super. Belakangan, para sejarawan memercayai “Dvipantara” adalah Nusantara atau Indonesia setelah merdeka.
Kronologi Sejarah Rempah Nusantara
Pameran jalur rempah ini disusun dengan begitu apik. Mengambil tempat di salah satu ruang pameran di gedung baru Museum Nasional, pameran ini akan membawa pengunjung kembali menggali lebih dalam mengenai seluk beluk sejarah rempah-rempah Nusantara, menyelami kembali kejayaan perdagangan peradaban kerajaan-kerajaan kuno dari zaman Hindu-Budha hingga kelamnya zaman kolonialisme.
Pengunjung akan dibawa ke dalam sebuah pameran yang beralur, ruangan demi ruangan disusun dengan tema-tema tertentu sesuai dengan kronologis sejarah di Indonesia. Sebelum memasuki ruangan demi ruangan tersebut, pengunjung berkesempatan menonton video berdurasi sekitar 5 menit yang menggambarkan mengenai asal-usul salah satu pelopor rempah Nusantara, Kapur Barus di Sumatera Utara. Dari sinilah cerita mengenai rempah berawal.
Di ruangan-ruangan selanjutnya, pengunjung akan diajak mengenali masing-masing potensi rempah di Tanah Jawa hingga Kepualauan Sunda Kecil. Pengunjung pertama-tama akan dibawa ke masa pendirian candi Borobudur yang salah satu reliefnya menggambarkan perdagangan rempah di sekitar Asia Tenggara. Kemudian ke ruangan yang menggambarkan Banten sebagai salah satu pelabuhan tua yang menjadikan rempah sebagai komoditas utamanya.
Lain Jawa lain Sumatera. Setelah puas menikmati alur sejarah rempah awal sejarah Tanah Jawa, pengunjung akan dibawa pada zaman keemasan kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Menurut salah satu guide yang mendampingi kami, era Sriwijaya merupakan masa kejayaan perdagangan rempah tanah air. Karena luasnya kekuasaan Sriwijaya, perdagangan rempahnya menjadi salah satu yang terpenting di dunia.
Sriwijaya sebagai kerajaan besar yang mengumpulkan rempah dari kerajaan-kerajaan kecil di bawah kekuasaannya menjadikan kerajaan ini menjadi raksasa eksportir rempah pada zamannya. Di zaman ini pula pernah ada masa ketika harga cengkeh dan pala, salah satu jenis rempah yang tumbuh subur di Nusantara nilainya melebihi harga emas.