Mengunjungi Museum Perumusan Naskah Proklamasi di bilangan menteng membuat kita seakan ikut dalam proses perumusan yang dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945 tersebut. Rumah Laksamana Muda Maeda, kini Museum Perumusan Naskah ProklamasiÂ
Bangunan yang kini menjadi Museum ini pada awalnya merupakan bangunan milik British Konsul General.Â
Ketika perang Pasifik dimulai, rumah unik ini menjadi kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat.
 Atas kebaikan Maeda, PPKI diberi izin untuk menggunakan rumah ini sebagai tempat perumusan naskah, mengingat pada saat itu sudah tidak ada lagi hotel yang buka di atas jam 22.00 (dikarenakan aturan jam malam yang diberlakukan saat perang Asia Pasifik).
Bagian pertama yang saya masuki adalah ruangan audio-visual yang cukup tertata rapi. Ruangan kecil ini terletak di sisi kanan museum. Dengan dinding sepenuhnya keramik, kursi nyaman, sound-system mumpuni, dan gambar lumayan baik, saya menonton film mengenai perumusan naskah proklamasi sendirian dengan khidmat di ruangan yang sedikit lembab dan angker itu.Â
Aura ruangannya agak menyeramkan sebenarnya, namun terbawa suasana haru, rasa seram itu pelan-pelan hilang. Pemandu menerangkan bahwa pengunjung memang sebaiknya melihat video terlebih dahulu agar bisa mengerti alur museum dengan baik saat tur nanti.Â
Ruangan selanjutnya yang saya lihat adalah ruangan penyusunan naskah. Berupa sebuah ruangan besar memanjang berisi meja besar dan beberapa kursi yang tengah diduduki tiga patung identik Ir. Soekarno, Achmad Soebardjo dan Mohammad Hatta.Â
Di sini, kala itu sejak dini hari hingga menuju sahur, ketiga tokoh besar tersebut merumuskan sebuah naskah proklamasi. Naskah yang kelak menjadi bukti otentik bahwa Republik Indonesia sudah menjadi negara yang merdeka, yang lepas dari cengkraman pemerintah kolonial manapun di dunia.Â
Hatta, Soekarno dan Soebardjo di ruangan utama tengah menyusun naskahÂ
Kekosongan kekuasaan yang bisa berubah dengan cepat membuat tokoh muda saat itu mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Â