Zuhud dan apa adanya, tapi tidak berarti ada apa-apanya. Zuhud istilah untuk orang yang sudah lepas dengan kemewahan apapun di dunia, berganti pengabdian total kepada Allah dan Rasulnya. Begitulah kalau saya diminta mendeskripsikan salah seorang jemaah Masjid Keramat Luar Batang, salah satu masjid yang paling hot terlibat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Namanya? Wan Daeng...
Wan Daeng adalah paduan nama yang unik. Wan biasanya kita gunakan sebagai panggilan untuk menghormati orang-orang keturunan Arab. Daeng biasanya untuk nama orang-orang terhormat di Makassar. Tapi kata Wan Daeng, dia lebih banyak menghabiskan waktunya dulu di sekitaran Lampung. Lalu sempat punya jabatan lumayan di salah satu Rumah Sakit keluarganya. Kemudian jatuh bangkrut dan diceraikan istrinya. Tinggallah kini bertiga dengan kedua anaknya.
Datang ke Masjid Luar Batang, Wan Daeng datang dengan Shogun butut dari rumahnya di nun jauh di Jonggol sana. Saking bututnya, menghajar lubang, jari-jari pelek bannya patah 8 ruas. Terpaksa motor itu dituntun. "Ga apa-apa. Sudah panggilan buat ana datang 17 Ramadhan di Masjid Luar Batang ini. Dipanggil sama Habib." Katanya merujuk ke arah makam di masjid tersebut.
Masjid Luar Batang punya dua makam, besar dan kecil. Di dekat itulah tempat orang-orang melantunkan salawat dan beberapa menamatkan bacaan Alquran. Saya yang di Riau besar dalam keturunan Muhammadiyah tentu mengerinyitkan dahi. Kalau sekedar beribadah tak perlu jauh-jauh harusnya. Masjid setempat saja kan bisa.
Karena kini Suku Betawi banyak yang terpencar hingga ke daerah pinggiran, bahkan Bekasi, Bogor dan Cikarang, maka beberapa di antara mereka harus berjalan jauh sekali untuk bisa tetap menghormati masjid yang juga dihormati oleh nenek moyangnya dulu.
Pertama kali berkunjung ke sana, saya hanya iseng mengingat kembali kenangan masa Pilkada. Sebenarnya saya sedang ingin kembali ke Waduk Pluit. Tapi kalau sudah ditunjuki Tuhan, kita tidak bisa menolak. Alih-alih lurus ke arah Waduk Pluit, tanpa sengaja saya berputar, lalu bertemu papan besar bertuliskan Masjid Keramat Luar Batang.
Tanpa pretensi apa-apa, saya berbelok, masuk dan salat di sana. Entah kenapa nyaman sekali, seperti memang memenuhi sebuah panggilan, seperti halnya Wan Daeng.
Awal di sana, saya tidak bisa mengerti kenapa sebuah masjid yang tergolong ukuran kecil bisa mempengaruhi suara banyak sekali pemilih di Jakarta. Menurut pengakuan Ahok, ia sudah berkali-kali memberi bantuan, melalui tangan pengusaha-pengusaha temannya, tentunya.
Namun bantuan itu tak pernah diakui, dan sampai terakhir saya mengunjungi Masjid Luar Batang, pengunjungnya menurut saya relatif sedikit. Tapi di banyak sudut masjid ini masih terpampang poster seruan untuk tidak mimilih pemimpin nonmuslim dan penista agama. Padahal sudah berbulan-bulan lamanya Pilkada DKI Jakarta kita lewati.
Tentu saja saya tidak perlu mengakui sebagai pendukung Jokowi apalagi timsesnya Ahok. Tak penting untuk mereka tahu. Tapi secara garis besar penjaga dan pengunjung di sini ramah luar biasa. Karena tak sadar berapa sebenarnya jemaah Masjid Luar Batang, saya mengajukan diri membantu makanan buka puasa saat 17 Ramadhan nanti.