Mohon tunggu...
hari tsabit
hari tsabit Mohon Tunggu... -

aku

Selanjutnya

Tutup

Puisi

coin napi

5 Juli 2010   17:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:04 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

matahari yang sangat terik cukup terasa membakar kulit telanjang dibawahnya. hampir tak nampaksedikit pun bayangan dari benda-benda bumi. sebab matahari hampir tepat berada diatas setiap benda. rasa terik ini semakin menyengat dengan asap kendaraan yang ngepul dari ujung knalpot masing-masing. debu-debu yang terhempas pun semakin menambah padat udara sekitar.

Napi kecil, seorang pengamen jalanan, yang bertelanjang kaki sibuk mencari tempat berteduh untuk sekedar mengurangi rasa terbakar dibagian kulitnya yang terbuka. sambil memain-mainkan dua buah koin yang baru saja didapat dari sebuah mobil mercy berplat nomor Ibu kota Indonesia. meski kondisi jalanan siang ini cukup padat, tapi tidak sepadat pendapatan yang diterimanya dari setiap kendaraan yang berhenti karena lampu traficklight sedang berwarna merah.

bajunya yang awalnya berwana kuning itu kini tak lagi tampak polos. guratan-guratan berwarna coklat kehitam-hitaman bermotif mirip tribal itu kini menghiasi bgian lengan dan bawah krah baju tersebut. dengan sedikit cengar-cengir, ia dipaksa untuk menikmati suasana jalanan yang sangat tidak bersahabat.

disalah satu ranting dari pohon kecil yang mengayominya, ter-centel sebuah plastik bening yang dihiasi butiran-butiran air disekelilingnya. dan sebuah sedotan berwarna hijau toska yang tegak berdiri siap untuk menyambut bibir yang pingin nyruput-nya untuk sedikit mengurangi dahaga di tenggorokan. karena didalam kantong plastik itu masih terdapat sebuah cairan berwarna coklat yang tak lagi pekat dengan segumpal es batu sebesar jempol orang dewasa.

Napi kecil kembali keluar dari prsembunyiannya. karena layar waktu yang menggantung di traficklight itu telah menunjukkan angka 5. dengan ogah-ogahan dia berdiri dibagian tepi trotoar untuk kembali menyambut kendaraan yang akan berhenti karena sebentar lagi lampu akan berwarna merah. senjata ecek-ecek sangat sederhana yang terbuat dari potongan kayu kecil dan kempyeng tutup kaleng yang di pipihkannya telah siap di genggaman untuk menghibur pengguna jalan yang sama-sama kepanasan.

mobil-mobil yang berhenti membentuk sebuah barisan yang cukup rapi. seperti para peserta upacara yang sedang mendapat wejangan dari inspektur upacara. satu per satu setiap kendaraan yang berhenti dihampirinya dengan lantunan nyanyian yang entah menggunakan nada dasar apa. alunan musik dari ecek-ecek pun tiada pernah berhenti hingga mungkin semakin membuat pusing setiap pengendara yang dihampirinya. sudah lima kendaraan yang dia hampiri. tak satu pun dari kendaraan-kendaraan itu membuka sedikit jendelanya untuk memberikan sebuah koin pun padanya. hingga lampu traficklight kembali berwarna hijau.

dengan bergegas dia menuju tempat persembunyiannya kembali. meski langkahnya sudah terlihat gontai, dia tetap saja belum dapat beristirahat, karena baru 5.000 rupiah jumlah koin yang dapat dikumpulkannya. berarti masih 15.000 rupiah lagi yang harus dia kumpulkan dari pengguna jalan yang mau bersedekah padanya. masih cukup panjang waktu untuk dia harus berada di jalan. meski saat ini waktu telah menunjukan pukul 13.15 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun