Disaat saya berhasil menerapkan keyakinan kelas perasaan saya merasa senang karena murid menjalankan aturan bukan karena paksaan tetapi karena kesadaran dan motivasi intrinsik, hal inilah yang mendorong murid-murid tetap semangat menjalankannya. Namun dalam menjalankan keyakinan kelas dalam pembelajaran saya tidak selamanya mulus, pasti ada kendala dan hambatan yang menghalanginya, maka perlu tuntunan seterusnya oleh saya agar murid kembali ingat dan berkomitmen dengan keyakinan kelasnya tersebut.
      Sebelum saya mempelajari modul 1.4 pada pendidikan guru penggerak, saya tidak pernah menerapkan segitiga restitusi, sebab saya mengenal segitiga restitusi dari pendidikan guru penggerak ini. Saya guru Bimbingan dan Konseling (BK) tentu saja apa yang saya lakukan terkait konseling kepada murid, sesungguhnya telah saya terapkan makna dari segitiga restitusi meskipun dengan istilah yang berbeda. Artinya saya menjalani keterampilan konseling dan pendekatan konseling sesuai teori-teori konseling baik pada aliran konvensional maupun aliran post modern, yang intinya hampir sama dengan teori-teori konseling yang saya pelajari.
      Dalam menjalankan segitiga restitusi saya ikuti tahapannya dari awal hingga akhir ditambah dengan keterampilan konseling seperti atending, paraphrase, refleksi perasaan, konfontrasi dan lain sebagainya yang pada hakikatnya sama yaitu membantu murid dalam memecahkan masalah. Prinsipnya bimbingan dan konseling yaitu bantuan yang diberikan kepada murid di bidang pribadi, belajar, sosial, dan karir untuk memecahkan masalah agar terwujud kemandirian dan untuk mengembangkan minat dan potensi murid. Oleh sebab itu BK selaras dengan segitiga restitusi sehingga saya dengan mudah melaksanakannya.
      Selain konsep-konsep budaya positif yang saya pelajari di modul, maka perlu saya usulkan untuk menambahkan konsep tentang tipe kepribadian manusia, kita melihat murid bermasalah atau melakukan kesalahan tidak hanya berdasarkan pada kebutuhan dasarnya dan fase perkembangan manusia saja, namun hendaknya mengetahui bahwa manusia mempunyai tipe atau karakter kepribadian menurut para ahli yang dapat mempengaruhi tingkah lakunya. Dengan kita mempelajari tipe-tipe kepribadian manusia maka jangkauan wawasan kita akan semakin luas dalam mewujudkan budaya positif di kelas / sekolah.
      Kesimpulannya, budaya positif dapat diwujudkan jika semua stake holder di sekolah mempunyai visi dan prespektif yang sama. Untuk menyamakan visi tentang displin positif dan keyakinan kelas perlu adanya sosialisasi terlebih dahulu agar terjadi pemahaman yang sama. Inilah peran sentral Guru penggerak (GP) yaitu mempengaruhi massa di sekolah dengan gerakannya. GP yang bergerak tidak hanya mempengaruhi murid tapi yang terpenting mempengaruhi rekan sejawatnya agar mengaplikasikan teori-teori pembelajaran dalam PGP yang telah diimbaskan. Peran kepala sekolah juga sangat besar pengaruhnya dalam mendukung pergerakan GP di sekolah dengan inkuiri apresiatifnya. Setelah semuanya sepaham dan se-visi maka tinggal melanjutkannya dengan kebiasaan-kebiasaan yang mewujudkan karakter sehingga tercipta budaya positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H