Mohon tunggu...
Hari Setiawan
Hari Setiawan Mohon Tunggu... -

Penulis, juga seorang jurnalis. Bercita-cita menjadi pebisnis, kini merintis sebuah organisasi nirlaba agar bisa memberi manfaat pada sesama. Khairunnaas 'anfa'ahum linnaas...

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Warung Angkringan, Sahabat Wisatawan Backpacker

13 November 2011   03:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:44 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

DUA pekan lalu saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Jogja. Saya datang ke kota bersejarah itu untuk menghadiri awarding night Lomba Karya Tulis Kebencanaan untuk Insan Pers 2011 yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam rangka bulan pencegahan risiko bencana (PRB).

Saya berkunjung ke Jogja sebenarnya full service. Sebab, BNPB menyediakan akomodasi lengkap untuk setiap pemenang lomba, mulai transpor pulang pergi (PP), hotel, transpor lokal, sampai uang saku.

Kunjungan saya ke Jogja kali ini merupakan yang pertama setelah sekitar hampir 15 tahun yang lalu. Tentu, wajah Jogja hari ini sudah jauh berubah dibandingkan 15 tahun lalu, meskipun kearifan lokal masyarakatnya tidak luntur.

Sebelum berangkat ke Jogja, saya sudah me-list destinasi yang mau saya kunjungi di sela-sela agenda yang telah disusun oleh panitia BNPB. Karena waktu dan fasilitas yang terbatas, saya hanya memaksimalkan mengunjungi beberapa lokasi di kawasan kota, khususnya di sekitar Malioboro.

Diantara sekian destinasi yang hendak saya kunjungi, salah satu target saya adalah warung angkringan. Ya, warung angkringan adalah warung khas Jogja. Warung angkringan sangat mudah ditemukan di kotanya Sri Sultan Hamengkubuwono X itu. Di setiap jengkal jalan, pasti ada warung angkringan, terutama di malam hari.

Hari itu saya sudah masuk tiba di Bandara Adisutjipto sekitar pukul 10.00. Naik Transjogja, saya langsung menuju kawasan Malioboro. Jalan-jalan sejenak menyusuri kawasan wisata belanja itu, saya lalu mampir di sebuah warung angkringan di dekat Malioboro Mall. Saya lupa siapa nama penjualnya.

[caption id="attachment_141953" align="alignleft" width="300" caption="Warung angkringan dekat RS PKU Muhammadiyah Jogja"][/caption] Di saat lapar sudah mendera perut, sebungkus nasi kucing saya comot. Hap… Hanya beberapa suap, nasi yang hanya sekepalan tangan itu sudah berpindah ke perut. Nasi yang punel ditambah beberapa iris telor dadar dan kering tempe, nasi kucing itu terasa nikmat. Ya, nasi kucing adalah suguhan khas warung angkringan.

Entah pula mengapa disebut nasi kucing. Mungkin karena porsinya yang lebih pas untuk makan kucing, sehingga nasih bungkus itu disebut nasi kucing, hehe… Dan dijamin, sebungkus nasi kucing tidak bakal menyelesaikan lapar yang mendera. Akhirnya, sebungkus lagi kulahap. Untuk sebungkus nasi kucing, harganya cuma Rp 1.500. Cocok buat wisatawan backpacker.

Selain nasi kucing, berbagai gorengan juga menjadi suguhan tetap warung angkringan. Berbagai minuman panas dan dingin juga tersedia. Khusus untuk minuman panas, air panas tidak dimasak/dipanaskan di atas kompor gas, melainkan di sebuah anglo. Yaitu, semacam tungku yang terbuat dari tanah liat dengan sumber panas dari arang yang membara.

Oh ya, di warung angkringan Jogja, hal yang lazim pula ada ibu-ibu, bahkan yang sudah tua, ikut nongkrong di warung angkringan. Itu saya temukan saat saya mampir di sebuah warung angkringan di dekat RS PKU Muhammadiyah. Padahal, di tempat saya di Jember, suatu yang tak lazim ada ibu-ibu, apalagi sudah tua, yang mampir makan di warung. Biasanya sih hanya membeli sesuatu untuk dibawa pulang.

Warung angkringan merupakan salah satu legenda Jogja. Konon, angkringan dipelopori oleh Mbah Pairo, pendatang asal Cawas, Klaten, pada 1950-an. Usaha itu lalu diwariskan pada Lik Man pada 1969, anak Mbah Pairo. Warung angkringan Lik Man merupakan salah satu warung angkringan paling terkenal di Jogja. Lokasinya di utara Stasiun Tugu. Di Solo, warung angkringan juga bisa disebut warung HIK. Kabarnya, HIK adalah akronim dari hidangan istimewa kampung.

Warung angkringan bisa saja dipersonifikasikan sebagai warungnya kaum pinggiran. Tapi, itu dulu. Sekarang banyak orang-orang kaya terpandang yang juga tak sungkan makan di warung angkringan. Beberapa orang beken, seperti Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa, dan Emha Ainun Nadjib adalah beberapa pelanggan tetap warung angkringan Lik Man. Bahkan, mahasiswa UGM banyak yang menjadi pelanggan warung angkringan Lik Man.

Apakah Anda tertarik mampir ke warung angkringan? Sempatkanlah mampir… (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun