"Kamu beneran mau dikirim ke Trenggalek buat belajar Apps Hara?" Tanya Mas Budiman Sujatmiko, yang saya jawab dengan anggukan jelas. Sudah lama saya berusaha memahami aplikasi mapping dan pendataan petani yang satu ini.
"Ya udah kita Inovator 4.0 Indonesia yang kirimin, deh," Kata Mas Tedy Tricahyono, sekjen Inovator 4.0 Indonesia. Saya sedikit tidak enak juga. Kalau sudah begini Mas Tedy yang kemudian kerepotan menyediakan kebutuhan kita. Tapi demi rasa penasaran untuk belajar yang tidak terpuaskan, saya sambet saja kesempatan ini.
Lagipula memang saya masih penasaran dengan wisata dan kuliner ke Jawa Timur, hehe.
Maka malam itu, sekitar pukul 12:00 Malam, 7 November 2019, setelah usai meeting, saya langsung tancap gas ke Terminal Pulogebang. Harusnya jemput baju ganti dan peralatan mandi dulu. Tapi karena jadwalnya cukup mepet, maka saya cuek saja langsung pesan tiket pagi harinya. Sudah lama saya penasaran dengan bus double deckernya jalur Trans Jawa.
Kebetulan yang tersedia adalah Agra Mas, dengan bus merk paling mewah, Scania Double Decker, lengkap dengan seat tempat tidur dan kursi VVIP. Tapi saya tidak mau buang-buang duit, jadi pesan kursi di tingkat dua saja, sisanya cukup foto-foto fasilitas mewahnya.
Pukul 6:30, bus berangkat, hanya setengah jam setelah saya membeli tiket. Terbayang kerepotan berjam-jam mulai dari tol yang macet, proses boarding berbelit-belit, sampai pesawat delay yang harus dihadapi kalau saya ingin naik pesawat. Dan kenyataannya memang tidak ada pesawat ke Jawa Timur, full. "Ini aja kita harus ke NTB dulu, baru transit ke Surabaya," Info Mas Firnando sebelumnya sambil tertawa-tawa.
Bus memang pilihan yang fleksibel. Hampir tidak ada istilah penuh. Yang ada hanyalah kita harus menunggu antrian bus berikutnya. Semakin banyak penumpang, maka semakin banyak pula armada yang disediakan. Dan proses boarding tidak lama. Begitu beli tiket, naik ke lantai atas di Terminal Pulogebang, lalu duduk sesuai tiket, cus... jalan langsung melewati Tol Trans Jawa.
Saya tidak menemui calo-calo yang diisukan banyak beredar di Terminal ini. Kalaupun ada yang bertanya hendak ke mana, saya langsung jawab pasti "Ke Trenggalek, sudah tahu tempat belinya, terima kasih." Biasanya mereka adalah petugas resmi terminal dari Dinas Perhubungan yang memang ditugaskan untuk memberitahu tempat memesan tiket, bukannya mencari keuntungan dari ketidaktahuan calon penumpang.
Ke belakang sedikit, tersedia kursi VVIP yang hanya 4-5 baris. Kursi ini berbeda dengan bus kebanyakan, lantainya terdiri atas karpet bulu yang lembut, mirip di rumah mewah. Joknya juga lembut bagaikan karpet bulu. Saya menebak, harganya pasti sedikit lebih mahal dari tiket saya yang Cuma Rp 195 ribu.