Mohon tunggu...
Harfin Sasmita
Harfin Sasmita Mohon Tunggu... -

Abdi Negara yang mencoba mengabdi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembodohan (Level Pemerintah)

10 Januari 2014   14:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:57 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini kita disuguhkan dengan iklan rokok di televisi yang menampilkan tulisan ” PERINGATAN: ROKOK MEMBUNUHMU”. Tentu sebagian dari kita merasa bahwa pemerintah dalam hal ini sudah membuat  suatu kemajuan dengan secara frontal mengkomunikasikan kepada masyarakat perihal bahaya merokok. Tentu peringatan tentang bahaya merokok sebelumnya yang tersirat terbilang “kurang efektif” meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa rokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin yang pada akhirnya juga akan membawa kematian secara perlahan terhadap si perokok. Dengan adanya peringatan frontal seperti ini ditambah dengan gambar pendukung yang memperlihatkan perokok yang ditemani dua tengkorak, kita sebagai masyarakat menaruh harapan besar dari kesadaran para perokok untuk menghentikan aktivitas merokoknya saat ini juga. Sayangnya saya termasuk sebagian dari masyarakat Indonesia yang lainnya yang merasa bahwa cara ini merupakan pembodohan yang terkesan ingin melepas tanggung jawab pemerintah dan perusahaan rokok terhadap semakin meningkatnya angka kematian akibat rokok di Indonesia. Tidak merupakan solusi yang benar-benar menjawab keadaan Indonesia yang saat ini termasuk negara dengan jumlah perokok terparah di dunia dan merupakan negara dengan jumlah perokok anak dibawah umur terbesar di dunia. Berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, selama tahun 2008 hingga 2012 jumlah perokok anak dibawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Sedangkan jumlah perokok anak antara usia 10 hingga 14 tahun mencapai 1,2 juta orang. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait pada keteranganya usai Workshop Advokasi Penerapan Perda kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Denpasar Bali. Tak salah jika Indonesia dijuluki sebagai Negara Baby Smoker. Dengan keadaan yang sedemikian parah, Akankah menempelkan peringatan di papan iklan rokok dengan tulisan  ”rokok membunuhmu” akan efektif? Saya sangat yakin jika hampir seluruh perokok di Indonesia sangat setuju dan tidak keberatan kalau dikatakan bahwa rokok memang berbahaya dan dapat membuatnya mati, tapi apakah lantas mereka berhenti merokok?.Jika pemerintah sudah mengetahui hal ini lalu untuk apa pemerintah sebagai regulator hanya menetapkan peraturan yang sangat sia-sia dan terkesanbodoh? Jika saya melihat papan peringatan rokok itu saya akan berpikir bukankah sama saja jika bandar narkoba juga seharusnya diberi hak untuk menjual narkoba secara legal dengan syarat dia juga dapat mencantumkan “PERINGATAN: NARKOBA MEMBUNUHMU”. Bukankah keduanya sama-sama zat pembunuh dan berbahaya? Kenapa hanya perusahaan rokok yang legal sedangkan narkoba tidak? Dulu saat saya sedang menimba ilmu di salah satu sekolah kedinasan di Indonesia, saya bertanya kepada dosen saya yang saat itu membawakan mata kuliah pengantar perpajakan, “Jika salah satu fungsi pajak adalah  regulerend yang artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, kenapa pemerintah tidak menetapkan saja cukai rokok yang setinggi langit untuk mencegah semakin gencarnya peredaran rokok di Indonesia yang sudah semakin parah, kenapa kebijakan pemerintah untuk meninggikan pajak hanya sebatas untuk barang mewah dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan bidang sosial dan ekonomi bukankah pemerintah juga bertanggung jawab dengan kesehatan masyarakatnya?” Dosen saya saat itu sambil tersenyum mengatakan bahwa pemerintah dalam hal ini mengenai rokok seperti dihadapkan pada buah simalakamayang jika memakannya akan mati ibu dan jika tidak memakannya ayah yang mati. Jika rokok dimusnahkan akan membuat ratusan bahkan mungkin jutaan orang kehilangan lapangan pekerjaan dan menghilangkan pendapatan besar cukai rokok yang digunakan untuk membangun fasilitas infrastruktur negara namun jika dibiarkan akan sama saja menyuguhkan racun kepada masyarakat dan tinggal menunggu waktu sampai masyarakat atau anak-anak mati karena kanker paru-paru atau serangan jantung. Ingin lepas dari tanggung jawab! setidaknya itu yang saya rasa pemerintah sedang lakukan. Pemerintah akan tetap menerima cukai rokok yang besar tanpa harus mencari alternatif sumber pendapatan lain dan menjaga angka pengangguran tidak naik besar-besaran karena perusahaan rokok tetap berdiri namun saat ada kenaikan angka kematian masyarakat karena paru-parunya busuk atau meningkatnya angka keguguran karena janin si ibu dirusak nikotin, pemerintah dan perusahaan rokok akan dengan santai mengatakan “Bukannya sudah kami peringatkan sebelumnya bahkan sudah kami lampirkan di bungkus maupun iklan rokok bahwa rokok dapat membunuh anda, kenapa anda tetap membeli rokok?salah siapa?” Kebijakan pemerintah ini (yang saya curigai sangat dipengaruhi oleh perusahaan rokok) sungguh sangat mengabaikan penderitaan masyarakat yang selama ini diakibatkan oleh rokok. Berapa banyak orangtua yang tidak mengetahui bahwa uang saku atau mungkin uang iuran sekolah yang diberikan kepada anaknya hanya berbuah beberapa batang atau bungkus rokok yang pada akhirnya juga akan membunuh si anak. Berapa banyak anak-anak dan ibu yang perlahan membusuk paru-parunya karena tanpa sengaja ikut menghirup asap rokok si ayah atau suami di rumah. Dapatkah sekolah bulutangkis, program beasiswa dan segala macam kegiatan berlabel “sosial” oleh si perusahaan rokok menjadi pelipurnya? (Foto: Reza/detikHealth)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun