Film ini nyaris sempurna, seperempat cerita awal agak terasa hambar, seakan-akan film ini hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang membaca buku karya dari Marchella FP tersebut.
Berbeda dari film Visinema di awal tahun lalu, Keluarga Cemara, film ini terkesan lebih gloomy dan hanya berfokus dengan  masalah demi masalah dari keluarga tersebut. Jarang sekali ada karakter yang menghidupkan cerita dengan komedi.
Contohnya, Asri Welas di film Keluarga Cemara. Memang ada satu adegan lucu, namun sepertinya itu terinspirasi dari salah satu film MCU, yakni Ant-Man. Sama sekali tak membuat saya tertawa.
Gaya penyutradaraan Angga Sasongko  memanglah mudah dimengerti dan tanpa beban jika dibandingkan dengan film terakhirnya, Wiro Sableng. Kendati penonton harus dipaksa 'bolak-balik' ke tiga fase cerita.
Fase pertama ketika Angkasa dan Aurora masih kecil, dan Awan baru saja dilahirkan. Fase kedua, ketika Angkasa sudah duduk di bangku SMP, Aurora dan Awan yang masih duduk di bangku SD, hingga fase ketiga yakni masa kini.
Semua karakter memiliki peran yang sangat baik, namun Donny Damara-lah juaranya. Karakter Donny sebagai Ayah, memang terkesan layaknya villain seperti seorang Darth Vader di sepanjang film. Tetapi pesan kecil yang dibungkus berlipat-lipat oleh Angga Sasongko (dibantu oleh Jenny Jusuf selaku penulis skenario) hingga akhir film seharusnya sudah dipahami oleh penonton, tanpa menghardik hanya karena sebuah drama di keluarga tersebut.
Donny Damara memanglah aktor yang luar biasa. Tak heran jika dia satu-satunya orang Indonesia yang pernah memenangkan Piala Oscar versi Asia.
Memang peran ayah muda yang diperankan Oka Antara juga sangat bagus dan meyakinkan, tetapi Donny Damara memang layak diberi apresiasi lebih. Dia berani tampil 'jelek', satu hal yang jarang sekali dilakukan oleh aktor-aktor Indonesia jaman sekarang.
Kembali saya katakan, NKCTHI bukanlah film terbaik Angga Sasongko, namun film seperti ini sangalah jarang berbeda ketika dibandingkan dengan film-film sejenis yang sangat maksa dan berlebihan minta ampun.
Oh ya, jika anda punya keterbatasan dalam membaca atau anda ingin kerabat/teman terdekat yang memiliki keterbatasan/malas membaca artikel ini, silahkan kunjungi podcast saya di Spotify yang bernama narasifilm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H