Mohon tunggu...
Suharto
Suharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis blog http://ayo-menulislah.blogspot.co.id/, http://ayobikinpuisi.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Mengendarai Keajaiban

25 Maret 2016   17:33 Diperbarui: 26 Maret 2016   00:42 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Judul di atas agak bombastis, namun bagiku itu adalah fakta. Lihatlah, orang-orang yang menaiki dan mengayuh sepeda yang beroda dua, kok tidak jatuh! Ini adalah fenomena yang mengagumkan. Ini bukan sulap, apalagi sihir. Aku tidak bisa menjelaskan sebab musabab hal ini terjadi namun secara logika dapat diterangkan bahwa orang naik sepeda beroda dua tidak jatuh terjadi karena faktor keseimbangan.

Keseimbangan adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seseorang agar bisa mengendarai sepeda. Keseimbangan hanya bisa diperoleh melalui latihan. Latihan ini meliputi kemampuan mengayuh pedal sepeda, kecakapan kendalikan setir sepeda, dan ketangkasan tangan memakai dua rem di kanan dan kiri pada setir.

Saya kira latihan mengendarai sepeda hanya butuh waktu sebulan sudah dibilang cakap, asal setiap hari kita melakukan latihan. Siapa pun tahu, latihan merupakan faktor penting untuk mengenalkan sebuah kebiasaan baru dalam diri manusia. Latihan merupakan cara membentuk respon terhadap suatu kebiasaan baru yang nantinya tersimpan dalam memori manusia. Latihan adalah proses alami yang harus dilakukan setiap orang apabila ingin menguasai hal baru, apa pun itu. Tuhan Yang Maha Bijaksana sudah mengajarkan proses ini dalam diri manusia. Diawali dari bayi yang belum bisa berjalan, belajar merangkak, sampai dapat berjalan sempurna dengan kedua kakinya. Proses ini juga butuh waktu dan latihan. Dalam usahanya untuk berjalan, seringkali ada tahapan jatuh-bangun yang harus dialami balita.

Latihan mengendarai sepeda pun demikian. Kita awalnya jatuh-bangun, namun seiring berjalannya waktu, kita akan menjadi mahir untuk berkendara di atas sepeda roda dua. Dan ajaibnya, meski kita lama tidak bersepeda, kemampuan ini tetap tersimpan rapi di memori, sehingga suatu saat kita ingin bersepeda hanya perlu penyesuaian sebentar, kemudian... gowes. Sungguh menyenangkan bukan?

Aku bisa bersepeda angin sewaktu belajar di sekolah dasar kelas 5. Dan luar biasanya, aku hanya butuh waktu sehari untuk belajar mengendarainya! Ceritanya begini, Bapakku membuka usaha jasa perbaikan sepeda angin, tambal ban, dan persewaan sepeda. Entah sejak kapan Bapak memulai usaha ini, yang pasti, banyak sekali orang-orang menambalkan ban sepedanya yang bocor sewaktu aku belum sekolah.

Waktu itu dua teman sekelas (mereka sudah bisa bersepeda) mau mengajariku belajar bersepeda. Aku bilang pada Bapak tentang niat teman-temanku. Bapak tentu saja merestuinya. Kami bertiga menaiki satu sepeda menuju lapangan sepak bola di desaku. Kami berangkat seusai pulang sekolah sekitar jam 12 siang. Dan pulang ke rumah menjelang sore hari. Alhamdulillah, dengan kegigihan teman-teman mengajariku, akhirnya aku bisa mengendarai sepeda angin roda dua, dalam waktu beberapa jam saja. O, betapa senang hatiku.

Tentu saja kemampuanku berkendara perlu diuji. Ada peristiwa yang sampai kini masih membekas di pikiran. Untung waktu itu kendaraan tidak begitu banyak yang melintas di jalan, tidak seperti zaman sekarang yang selalu macet setiap saat karena dipenuhi berbagai jenis kendaraan bermotor. Saat itu aku pulang bermain bersama teman-teman dari lapangan sepak bola. Aku memboncengkan teman dan bersepeda penuh semangat. Kami dari arah barat menuju arah timur, saat itu kami di sisi kanan jalan. Tanpa menoleh ke belakang, aku langsung ke sisi kiri jalan. Ternyata di belakang ada sepeda motor yang melaju cukup kencang. Pengendaranya berusaha mengerem sekuat tenaga dan berhenti persis di belakang sepeda kami. Pengendaranya adalah Bapak Guru kami! Beliau menasehati agar selalu waspada saat bersepeda di jalan raya. Kami minta maaf telah membuat Pak Guru hampir saja mengalami kecelakaan.

Saat belajar di bangku SMP, aku pergi ke sekolah memakai sepeda hampir 2 tahun yakni saat kelas 1 sampai kelas 2. Bapak merakit sendiri sepeda ukuran 26”. Seperti kubilang tadi, kerjaan Bapak adalah memperbaiki sepeda dan tambal ban. Jadi Bapak mengumpulkan satu demi satu bagian-bagian sepeda seperti pelek, sadel, garpu, setir, ban dalam-ban luar, sementara untuk rangka, Bapak beli baru.

Jarak sekolah dengan rumah lumayan jauh sekitar 8 km. Pukul 06.00 pagi aku berangkat, terasa nyaman karena sinar Matahari masih hangat. Namun pulang sekolah saat Matahari tepat di kepala, uh, panas sekali. Tapi anehnya tidak terasa panas sama sekali karena banyak teman-teman yang juga naik sepeda. Kami bersepeda dengan penuh kegembiraan.

Aku kini tinggal di kota Surabaya bersama keluarga kecilku. Anakku yang sulung duduk di sekolah dasar kelas 2, sedang adiknya belajar di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Saat mengajari si sulung bersepeda (waktu itu ia akan bersekolah di TK), aku membelikan sepeda ukuran 12” yang ada tambahan dua roda kecil di samping kiri kanan. Kurang lebih dua minggu, dia terlihat sudah mampu mengayuh dan terampil mengendalikan setir. Roda kecilnya kuambil satu dan akhirnya dia sudah mampu menyeimbangkan diri. Kini dia duduk di bangku kelas 2 SD, sebulan yang lalu baru saja kubelikan sepeda ukuran 20”, sementara adiknya kubelikan sepeda ukuran 12”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun