Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran dari Jatuhnya Seorang Pemimpin

15 Januari 2014   00:03 Diperbarui: 5 November 2015   11:21 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1389717736176544983

[caption id="attachment_290140" align="aligncenter" width="450" caption="Atap Plafon KPK Jebol (pic: rmol.co)"][/caption]

Jangankan banjir, hujan saja bisa menjatuhkan seorang pemimpin. Lho kok bisa?

Coba kita lihat realita yang terjadi di kehidupan ini. Dan ini kisah nyata ketika musim penghujan tiba maka kredibilitas dan kapabilitas seorang pemimpin diuji, bagaimana dia bisa mengantisipasi masalah yang muncul akibat fenomena alam ini.

Hujan yang terus-menerus mengguyur ibukota mengakibatkan banjir di mana-mana, Jakarta terkepung air. Sebagai orang nomer satu yang memimpin ibukota, nama Jokowi menjadi sorotan utama. Bagaimana aksi yang dilakukannya dan jangan sampai salah melangkah karena bisa berakibat fatal, jatuh misalnya, karena jalanan licin dan kurang hati-hati akhirnya terpeleset.

Bicara mengenai hujan, banjir dan seorang pemimpin, saya tidak ingin banyak mengulas tentang kepemimpinan Jokowi, terlalu banyak sudah media membicarakannya, tambah terkenal nanti kalau saya ikut-ikutan menulis tentang Jokowi. Apalagi Jokowi memang sudah terkenal, minimal dibanding saya. Lah, kok malah mbahas Jokowi terus, giliran saya kapan? Kenapa saya? Ya, karena tadi kan membahas masalah hujan, banjir dan jatuhnya pemimpin. Dan bukan sebuah kebetulan kalau saya juga adalah seorang pemimpin, karena berdasarkan catatan KUA, saya adalah seorang suami yang artinya pemimpin keluarga. Ditambah lagi dokumen dari catatan sipil yang menyatakan saya sebagai seorang Ayah, berarti pemimpin rumah tangga kan? Kalau Anda masih jomblo pun nggak usah khawatir, atau pun rins* tet sensor iklan, risoles maksudnya...ehh...riso dapur..halah..risau bin galau lebih tepatnya, karena sejatinya kita adalah pemimpin dari diri kita sendiri (kittaa..?? elu aja kalee..)

Banyak pelajaran yang telah saya petik sebagai seorang pemimpin hari ini. Jadi ceritanya berawal ketika hujan deras yang mengguyur bumi ini tiada henti berhari-hari dari kemarin. Efeknya adalah terjadi banjir di mana-mana. Semua orang dibuat susah. Air menggenang di jalanan yang berakibat jalanan macet tidak bisa lewat. Sungai meluap, air masuk rumah. Orang-orang harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Benar-benar nyusahin memang hujan ini. Ehh...maaf, nggak boleh ngeluh, karena air hujan yang tercurah dari langit itu merupakan anugerah dari Sang Maha Kuasa untuk kehidupan kita di bumi ini, jadi wajib disyukuri. Tapi memang bener-bener deh hujan kali ini, atap pada bocor, air netes di mana-mana, sibuk nyiapin panci tadah air sana-sini, nyusahin lah pokoknya. Eiittss...masih mengeluh juga. STOP! Ok, lanjut lagi deh ceritanya.

Efek dari hujan yang merupakan anugerah tadi, sudah nggak ngeluh lagi, membuat jiwa kepemimpinan saya sebagai seorang pemimpin keluarga tertantang. Bagaimana tidak, coba bayangin ketika lagi asyik tidur tiba-tiba merasakan sensasi tetesan air jatuh di mulut, benar-benar menantang sang liur yang keluar dari mulut, jadinya balik masuk lagi...cuihh..asemm.

Akhirnya membuktikan tantangan dengan naik ke atas genteng, cat lapis anti bocor sana-sini, sepertinya beres. Ujian datang ketika hujan deras mengguyur. Kebocoran di titik-titik terparah sudah tidak muncul lagi, hanya tersisa rembesan kecil di beberapa titik. Hal ini memang membuktikan bahwa ketika seorang pemimpin yang langsung turun tangan belum tentu bisa langsung membereskan segalanya dalam sekejap, semua ada prosesnya dan tentunya butuh evaluasi atas kinerjanya sehingga menjadi catatan penting untuk perbaikan selanjutnya, setuju? harus itu. Atau malah bisa jadi memunculkan sebuah problem baru atau mungkin baru muncul ketika sebuah masalah yang lain teratasi, seperti yang terjadi selanjutnya.

Efek kebocoran yang mengakibatkan tetesan dan rembesan sana-sini mirip bocornya dana anggaran, membawa efek samping lain yaitu terjadinya pemadaman listrik lokal. Kalau hal itu dilakukan oleh tukang listrik negara dengan mematkan gardu induk karena banjir mungkin hanya bisa pasrah, lha ini benar-benar lokal, hanya di rumah saja. Sepertinya sang air melakukan sabotase merembes ke saluran listrik. Betul dan bukan karena kebetulan listrik di rumah saya pecah menjadi 4 titik MCB dan ketika di cek satu-satu ketahuan ada satu saluran penyebab listrik drop. Dan bukan kebetulan juga saluran yang problem menjangkau kamar depan, kamar utama dan kamar mandi, juga colokan televisi dan kulkas di ruang keluarga. Karena kejadian malam, terpaksa satu saluran itu dimatikan sementara. Saluran yang mati cukup vital, meski tidak sebesar alat vital saya, jauh lebih besar maksudnya. Coba bayangin tidur di kamar tanpa AC, untungnya di luar hujan jadi lumayan dingin meski tanpa AC, beberapa lembar pakaian ditanggalkan buat kompensasi. Yang sedih adalah anak-anak, saluran TV ikut mati. Tapi sebagai seorang pemimpin keluarga saya langsung sigap ambil kabel rol buat nyolok saluran listrik yang lain. Anak-anak tetap ceria jadinya.

Satu lagi yang ikutan di saluran ini adalah kulkas. Betapa keringnya tenggorokan tanpa dinginnya air kulkas membasahi krongkongan. Untungnya dispenser masuk saluran lain, jadi tetep hidup bisa buat manasin air, kopi susu hangat tetap tersedia, panas dingin. Ooh..iya, di saluran juga terpasang pompa air dan mesin cuci. Duh, alamat bau asem ni terancam nggak mandi kehabisan air. Sebagai alternatif pakai air produksi tukang air minum negara yang kecoklatan, itung-itung mandi susu lah, meskipun sebenarnya saya lebih suka susu yang putih, mungkin karena rajin pakai lotion pemutih. Tapi syukurlah hari ini libur, jadi bisa irit air tidak perlu harus mandi..uppss..tapi baru ingat ternyata harus wajib mandi...ehh..maksudnya mandi wajib, gara-gara tanpa AC jadi harus menanggalkan beberapa lembar pakaian tadi dan memicu terjadinya hal-hal yang tidak etis untuk diceritakan di sini, meskipun tentunya ceritanya cukup erotis. Mesin cuci mati juga bisa memicu mandi wajib berikutnya, tidak bisa cuci pakaian, bisa-bisa terpaksa polosan lagi, mandi wajib lagi deh..

Pagi hari masih malas-malasan buat cek masalahnya. Hal ini biasa terjadi dengan seorang pemimpin, tidak turun tangan langsung ketika masih di awal-awal. Ketika kondisi genting baru deh turun tangan sampai ke kaki, terus naik lagi ke pinggang, begitu berulang-ulang. Emang senam SKJ? Begitu mentari semakin tinggi, dicoba trial error untuk menyalakan lagi saluran yang semalam bermasalah. Dan...jreng...jreng...hidup sodara-sodara...! Ternyata tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa dari seorang pemimpin, masalah selesai dengan sendirinya. Hal ini seringkali terjadi di kehidupan kita, masalah bisa secara alamiah selesai tanpa kita sadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun