Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi-Ahok "Orang-orangan Sawah dan Si Chucky"

12 Juli 2012   15:05 Diperbarui: 5 November 2015   21:51 2994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342104574702438798

Perebutan kursi DKI-1 semakin seru untuk menghadapi putaran ke-2. Bang Kumis tentunya tidak akan tinggal diam menghadapi Bocah nDeso dari Solo ini. Optimisme Bang Kumis untuk memenangkan pertarungan dalam satu babak sepertinya salah perhitungan dan tentunya harus mengatur strategi baru menghadapi si Bocah nDeso. [caption id="attachment_187491" align="aligncenter" width="465" caption="Jokowi-Ahok (source: kabarpolitik.com)"][/caption]

Dari kacamata saya yang awam politik, sosok Jokowi dan Ahok tak ubahnya ibarat sosok boneka dengan dua karakter yang di-scenario-kan oleh sang sutradara. Jokowi dengan karakter yang sederhana dan lugu (kalau nggak mau dibilang ndeso) saya ibaratkan sebagai orang-orangan sawah. Sosok boneka penjaga sawah yang merupakan teman setia pak tani untuk menghalau burung-burung yang mau makan bulir padi yang mulai menguning. Sosok Jokowi diciptakan dengan penuh kesahajaan dan dekat dengan rakyat yang bisa diidentikkan dengan kaum petani. Orang-orangan sawah tidak perlu atribut yang mewah dengan pakaian warna warni berkilauan layaknya seorang pangeran, baju bekas dengan motif kotak-kotak cukup untuk menghalau burung-burung yang beterbangan mencari kesempatan di sawah pak tani.

Sosok Jokowi seperti sering terlihat di media sudah melekat sebagai sosok yang humanis, merakyat, penuh kesederhanaan dan apa adanya, tidak neko-neko. Pencitraan sebuah karakter di publik bukan merupakan perkara yang mudah dan singkat. Sosok idola yang sering dianggap sebagai idola karbitan melalui ajang pencari bakat pun tidak serta merta menjadi sosok idola begitu saja, membutuhkan tahapan yang menghabiskan energi cukup banyak untuk mencapai babak final dan menjadi sang idola. Apalagi pencitraan sosok dalam dunia politik, tentunya melewati tahapan yang jauh lebih panjang dan menyita energi yang jauh lebih besar. Peran media dan tentunya acting sang tokoh menjadi pondasi utama untuk kesuksesan sebuah scenario pencitraan di luar sosok bersahaja yang merupakan sebuah given. Mudah-mudahan pencitraan sang tokoh orang-orangan sawah ini bukan scenario semu semata untuk menuju target yang diharapkan, tapi merupakan scenario alamiah dari sang tokoh.

Kalau melihat waktu untuk penciptaan citra dari sosok Jokowi ini yang cukup panjang semenjak awal menjabat sebagai walikota Solo, tentunya jika semuanya hanyalah sandiwara pencitraan politik belaka, saya harus mengakui kehebatan seorang Jokowi dalam memainkan scenario tersebut. Dan tentunya lebih salut dan hebat lagi jika ternyata semuanya bukan hanya sebuah scenario pencitraan belaka tapi memang muncul dari sisi humanis sang tokoh untuk pembaharuan dan kemajuan negeri ini.

Sosok yang kedua sebagai pasangan Jokowi sang orang-orangan sawah adalah Ahok. Tokoh ini dalam kacamata politik saya juga merupakan sosok boneka dari sang sutradara. Kalau Jokowi digambarkan sebagai sosok bersahaja yang dekat dengan rakyat, pendekatan saya untuk Ahok adalah si Boneka Chucky. Tentunya pencinta film horror hollywood sudah tidak asing dengan sosok si Chucky ini, boneka lucu yang bisa berubah menjadi pembunuh berdarah dingin. Kenapa Ahok saya ibaratkan sebagai si Chucky? Ya, Ahok di-scenario-kan untuk memikat hati anak-anak yang senang dengan dunianya yang penuh warna dan ceria. Ini saya ibaratkan dunia pebisnis di ibukota yang didominasi oleh kaum keturunan. Roda ekonomi di ibukota tidak bisa dipungkiri salah satunya digerakkan oleh roda bisnis yang diputar oleh keturunan Tionghoa yang terkenal ulet dalam bisnis dan perdagangan. Kelompok ini merupakan ceruk yang cukup menjanjikan untuk mendongkrak perolehan suara lewat sosok Ahok. Satu hal yang perlu diwaspadai oleh sang sutradara terhadap tokoh si Chucky ini. Menghadapai putaran ke-2, sosok Chucky bisa berubah menjadi sisi lain sebagai pembunuh yang akan mengejar tuannya. Isu SARA terhadap sosok Ahok sangat mungkin dan mudah sekali untuk dihembuskan lawan politiknya sehingga muncul sisi antagonis si Chucky. Sutradara di balik tokoh Jokowi-Ahok sebagai orang-orangan sawah dan boneka si Chucky harus berpikir keras dan mengatur strategi untuk menghadapi hal ini.

Kita tinggal menunggu hari menjelang putaran ke-2 untuk melihat hasil dari strategi masing-masing kubu. Tidak menutup kemungkinan bahwa langkah Jokowi-Ahok menuju DKI-1 ini merupakan pijakan awal dari grand scenario sang sutradara untuk melangkah menuju kursi RI-1.

Sebagai warga negara pinggiran ibukota yang awam dunia politik ini, saya hanya bisa berharap apa pun scenario yang akan dimainkan dan siapa pun tokoh yang akan muncul, semoga membawa kebaikan untuk negeri ini. Jayalah Indonesia..!!

 

Salam,

HUM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun