Hari ini di media jejaring sosial dan group mesenger saya tiba-tiba bermunculan gambar bikini, ya bikini. Bukan bikini yang sering dipakai gadis-gadis cantik ketika berjemur di pantai, kalau bikini yang itu sih sudah biasa. Tapi yang ini ternyata adalah sebuah makanan kecil dalam kemasan bergambar tubuh perempuan berbikini. Tulisan besar Bikini alias Bihun Kekinian dengan tag line "Remas Aku" sungguh merupakan ide pembuatan sebuah nama yang sexy untuk sebuah makanan ringan. Cukup menarik memang dan langsung memunculkan kontroversi.
Banyak pendapat yang menyoroti masalah konten pornografi yang tersurat dan tersirat di dalam nama maupun tag line produk ini. Terutama mempermasalahkan efek terhadap anak-anak yang potensial mengkonsumsi produk makan ringan ini. Hal ini memang cukup beralasan menjadi sorotan dari KPAI terkait perlindungan terhadap anak. Kalau menurut saya sih sebenarnya yang lebih dikhawatirkan bukan kepada konsumen usia anak-anak, tapi lebih ke arah usia remaja. Anak-anak dalam pengertian ini adalah balita pra sekolah atau yang berada di awal sekolah dasar. Kenapa tidak perlu khawatir? Satu point yang perlu kita sebagai orang dewasa pahami adalah dunia anak berbeda dengan orang dewasa, dalam hal ini sudut pandang melihat sesuatu. Kita sebagai orang dewasa ketika melihat produk Bikini ini, konotasi di pikiran kita langsung mengarah ke hal-hal yang berbau saru atau pornografi. Tapi akan berbeda halnya dengan anak-anak. Mereka akan melihat Bikini ya sebuah bikini yang mungkin mereka lihat wajar ketika bersama orang tua mereka di kolam renang. Kata-kata "Remas Aku" buat kita langsung tendensius ke arah yang vulgar. Buat anak-anak kecil yang masuk di awal sekolah dasar dan mulai bisa membaca, kata-kata "Remas Aku" akan dibaca biasa remas aku dan dipahami bahwa bihun kering di dalamnya ya memang perlu diremas sebelum dikonsumsi, cukup begitu. Jadi mestinya kita sebagai orang tua tidak perlu terlalu lebay terhadap anak-anak kita yang masih polos. Over acting malah akan menimbulkan tanda tanya dari anak-anak kita. Justru yang perlu kita waspadai adalah anak-anak kita yang sudah masuk usia remaja. Rasa ingin tahu yang besar dan dipicu dengan obrolan antar teman terhadap sesuatu yang dianggap tabu untuk dibicarakan dengan orang tua mereka akan memunculkan persepsi ke arah dewasa terkait produk Bikini ini.
Karena anak-anak saya masih kecil dan saya nggak pengen lebay, saya tidak akan menyoroti masalah efek produk Bikini ini ke anak-anak. Produk fisiknya sendiri saya belum pegang dan menjumpai langsung, hanya melihat dari photo-photo yang berdar di media jejaring sosial dan group messenger tadi. Saya justru tertarik ketika melihat label "halal" yang ada di kanan atas kemasan produk Bikini ini. Gambar tubuh perempuan berbikini dengan tag line "Remas Aku" tapi berlabel "halal", sesuatu yang kontradiktif, bukan?
Saya jadi teringat cerita teman yang pernah berkecimpung dalam proses sertifikasi halal sebuah produk dari MUI. Menurut teman saya ini, tidak mudah dan perlu proses verifikasi yang ketat untuk mendapatkan sertifikat label "halal" untuk produknya. Dan perlu diketahui bahwa produk yang didaftarkan untuk sertifikasi halal dari MUI tadi bukanlah produk makanan, melainkan kategori kosmetika. Bayangan kita pada umumnya label halal ini melekat pada produk makanan, tapi ternyata tidak, dan prosesnya juga tidak mudah. Pertanyaannya adalah, bagaimana bisa produk Bikini tadi mendapatkan sertifikat "halal" nya?
Saya coba telusuri perihal persyaratan sertifikasi halal dari MUI dan ketemu penjelasannya di sini. Intinya adalah bahwa bagi Perusahaan yang ingin mendaftarkan Sertifikasi Halal ke LPPOM MUI , baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), restoran/katering, maupun industri jasa (distributor, warehouse, transporter, retailer) harus memenuhi Persyaratan Sertifikasi Halal yang tertuang dalam Buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria). Jika kita masuk ke label halal dari Bikini, kriteria sebagai bahan pangan sangat jelas tertuang di Buku HAS 23000 pada point 1.4 bahwa "Bahan tidak boleh berasal dari : Babi dan turunannya, Khamr (minuman beralkohol), Turunan khamr yang diperoleh hanya dengan pemisahan secara fisik, Darah, Bangkai, dan Bagian dari tubuh manusia." Jika melihat dari jenis produk yang merupakan jenis mie atau bihun, kandungan pada point di atas bisa jadi akan mudah  dipenuhi. Tapi persyaratan sertifikasi halal bukan hanya menyangkut bahan saja, proses produksi maupun fasilitas produksi harus memenuhi kriteria. Pada point 1.6  dijelaskan mengenai persyaratan Fasilitas Produksi, yaitu bahwa "Lini produksi dan peralatan pembantu tidak boleh digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi atau turunannya."
Masih ada banyak point lagi yang merupakan persyaratan kriteria halal yang harus dipenuhi. Balik lagi ke Bikini, point yang saya soroti kenapa bisa "lolos" dengan label "halal" di kemasannya terkait dengan kriteria pada point 1.5 mengenai Produk, "Merek/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan. Produk retail dengan sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi." Nah, bisa kita cermati, kan? Pemilihan nama "Bikini" dan tag line "Remas Aku" secara konotasi mengarah kepada point 1.5 ini. Dan jika memang MUI memberikan sertifikasi halal untuk produk ini, sungguh merupakan sebuah kecerobohan dan kecolongan. Ada kemungkinan juga bahwa label "halal" yang tertera di kemasan Bikini tadi hanya akal-akalan Cemilindo sebagai produsen Bikini. Jadi pemasangan label "halal" secara ilegal bukan mendapatkan sertifikasi dari MUI.
Saya coba telusuri apa dan siapa itu Cemilindo tapi tidak mendapatkan informasi yang komplit dan akurat. Hanya mendapatkan bahwa Cemilindo adalah produsen makanan kecil di daerah Bandung. Dari akun instagram @cemilindo kita bisa lihat posting photo-photo produk yang dijual online ke pelanggannya. Jadi mungkin saja Cemilindo ini bukan perusahaan besar tapi berupa sebuah industri rumah tangga sekala kecil atau sedang. Meskipun demikian, mestinya Cemilindo sebagai produsen memperhatikan terkait masalah label sertifikasi halal untuk produknya ini karena menyangkut pembohongan ke konsumen.
Mungkin Cemilindo mau mengikuti jejak Zoya yang sudah mendapatkan sertifikasi halal untuk produk pakaiannya yang menuai kontroversi juga, kenapa produk hijab buat wanita muslimah harus dikasih label sertifikat halal? Kalau hijab perlu mencantumkan label halal kenapa Bikini tidak? :)
Salam,