Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korban Prostitusi Sejatinya adalah Kaum Lelaki

11 Oktober 2012   16:25 Diperbarui: 5 November 2015   16:52 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_203879" align="aligncenter" width="465" caption="PSK adalah profesi (pic: mediaindonesia.com)"][/caption]

Tidak bisa dipungkiri memang bahwa prostitusi menjadi sebuah fenomena yang tidak pernah hilang dari muka bumi ini. PSK atau Pekerja Seks Komersial merupakan sebuah profesi yang cukup tua dan hadir sejak jaman nenek moyang kita. Bisnis prostitusi ini seringkali dikaitkan dengan fenomena sosial yang terjadi di negeri ini yang seringkali mengangkat masalah ekonomi sebagai alasan sang PSK menjalani profesinya dan dibumbui dengan drama sebagai korban dari bisnis esek-esek ini. Benarkah demikian? Apakah yang terjadi bukan malah sebaliknya? Coba kita simak data dan fakta yang ada di lapangan.

Bisnis prostitusi saat ini memang melibatkan secara eksplisit kaum wanita sebagai yang menjalani profesi itu, belum kita jumpai adanya lokalisasi yang berisikan kaum lelaki. Dari fakta lapangan ini memposisikan kaum wanita sebagai objek dari bisnis ini sehingga digeneralisir menjadi "korban" dari bisnis syur ini. Padahal kalau kita lihat dari sudut pandang bisnis, justru pihak penjual (dalam hal ini wanita PSK) merupakan pihak yang menangguk keuntungan dari bisnis ini. Fungsi seks sebagai rekreasi merupakan sasaran bisnis ini. Hubungan yang dilakukan oleh pria dan wanita untuk rekreasi ini tentunya dirasakan berdua baik oleh pembeli maupun penjual (wanita PSK), tapi yang harus merogoh kocek adalah si lelaki. Sungguh merupakan dobel bonus dan keuntungan buat sang PSK, dapat kesenangan dan juga imbalan materi atas jasa yang dilakukan. Sungguh tidak fair jika faktanya dua-duanya mendapatkan kesenangan yang sama tapi hanya satu pihak yang harus membayarnya. Siapa yang jadi korban dalam bisnis ini? Jawabnya adalah Kaum Lelaki.

Dalam hal ini, alasan ekonomi sebagai pendorong munculnya para PSK bisa dibilang tepat. Bukan karena ekonomi yang kurang mampu sebagai pendorongnya, tapi hukum ekonomi lah yang mendorongnya, bahwa dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya. Jadi faktor tuntutan ekonomi sebagai alasan di balik layar bisa dikatakan tidak relevan dalam hal ini. Masih ada fakta lain yang menunjukkan bahwa kaum lelaki yang seharusnya lebih pantas disebut sebagai korban.

Dari sudut pandang kesehatan, wanita PSK merupakan pembawa (carrier) berbagai penyakit kelamin seperti HIV AIDS dan sebangsanya. Dengan profesi yang dilakukan artinya secara langsung bersentuhan dengan sekian banyak pelanggan dan hal ini tentunya merupakan pemicu berbagai penyakit tadi. Siapa yang potensial menjadi korbannya? Tentu saja Kaum Lelaki sebagai pelanggannya.

Fakta berikutnya juga menunjukkan Kaum Lelaki sebagai korbannya. Bisnis prostitusi ini sampai saat ini merupakan bisnis ilegal di tanah air ini. Artinya tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi walaupun sebenarnya mudah sekali kita jumpai tanpa perlu buka mata buka telinga lebar-lebar. Dengan masih tingginya norma budaya timur bangsa ini, kaum lelaki sebagai pelanggan tentunya tidak akan secara terbuka dalam bertransaksi. Resiko terjaring razia dari aparat menjadi ancaman tersendiri bagi kaum lelaki. Siapa kira-kira yang lebih dirugikan jika terjadi razia dan tertangkap basah. Kaum lelaki sebagai pelanggan merupakan pihak yang jadi korban, nama baik akan tercemar, efek yang besar terhadap kredibilitasnya di lingkungannya. Sedangkan sang PSK, mengingat profesinya dipandang sebagai profesi yang tidak baik jadi nothing to lose kan?

Himbauan buat para wanita PSK, tidak perlu mendramatisir sebagai korban dari profesi ini. Alasan ekonomi tidak cukup kuat sebagai alasan utama yang digeneralisir. Masih banyak wanita, ibu-ibu, janda-janda miskin yang tetap berpegang pada prinsip kehormatan meski harus banting-tulang peras keringat untuk menopang ekonomi keluarga, bukan basah berkeringat dengan nafas tersengal penuh nafsu membara. *agen kompor gas

Buat kaum lelaki, ingat..Anda lah korban dari bisnis ini. Sudah saatnya berteriak untuk menyuarakan diri sebagai korban. Resiko tercemar nama baik, terjangkit penyakit mematikan dan harus mengeluarkan rupiah untuk memberikan kesenangan yang sama buat wanita PSK. Jauhkan diri dari dunia kenikmatan sesaat ini karena kerugian yang akan didapat.

Mungkin pemerintah perlu memberikan subsidi sebagai kompensasi dari seorang korban. Sebagai win-win solution yang cukup realistis sebenarnya apabila bisnis ini tannpa harus mengeluarkan uang sepeser pun alias GRATIS :D

 

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun