Tidak ada air, umat manusia di dunia kebingungan. Jika tidak ada listrik, umat manusia masih bisa hidup walaupun kembali ke jaman dahulu dengan menggunakan peralatan tanpa listrik. Namun jika air tidak ada atau langka, umat manusia harus bersusah payah untuk memperolehnya guna menyambung kehidupan diri sendiri maupun keluarganya. Jika kita bijak menyikapi alam ini, tentunya kita tidak akan mengalami kesulitan. Namun, umat manusia sering lupa dan tidak mau bersahabat dengan alam. Malahan mereka terus berupaya merusaknya tanpa memikirkan dampak di kemudian hari.
Banyak daerah yang mengalami kekeringan, juga memiliki curah hujan yang berlebihan selama musim hujan. Seandainya air hujan tersebut disimpan, maka akan tersedia air yang cukup untuk mengairi lahan petani sepanjang musim kemarau. Menangkap air hujan dan menyimpannya sebagai air permukaan disebut pemanenan air hujan. Dengan melestarikan air hujan, petani dapat memperluas lahan usahataninya yang dapat diairi, bercocok tanam di musim kemarau, mendukung budidaya ternak dan bahkan mengisi ulang air tanah. Hal Ini berarti akan dapat menyediakan pangan yang lebih baik bagi keluarganya dan pendapatan yang lebih tinggi. Selain itu, air hujan yang disimpan dapat membantu penyediaan air bagi kebutuhan rumah tangga petani. Sistem pemanenan air hujan dapat dilakukan secara ex-situ atau in-situ. Ex-situ, merupakan pemanenan air hujan yang mengacu pada struktur yang dibangun untuk menangkap air hujan. Hal ini bisa bentuk kolam, tangki, atau waduk dan dapat dimiliki secara individu atau komunal atau oleh pemerintah. Semua bentuk dan ukuran tergantung pada jumlah curah hujan dan ukuran lahan yang tersedia, kesesuaian lokasi serta kebutuhan petani. Beberapa petani berhasil mendanai pembangunan kolam penampung air huja secara mandiri, namun sebagian petani memerlukan bantuan pemerintah maupun swasta atau LSM. Ada praktek lain yang membantu melestarikan air hujan karena jatuh di hamparan lahan usahatani. Dengan membangun pematang atau teras di lahan usahatani akan meningkatkan retensi kelembaban tanah dan membuat air hujan tersedia sekitar tanaman. Hal ini dikenal sebagai pemanenan air hujan in-situ.
Air tanah merupakan aspek yang paling penting dari keamanan air di abad ke-21. Adanya teknologi penginderaan jarak jauh berbasis teknologi, kita baru sadar bahwa air tanah yang merupakan sumber air sangat penting tersebut dalam kondisi bahaya. Sedangkan jumlah air yang dikeluarkan dari tanah dengan menggunakan pompa jauh lebih besar dibanding jumlah air yang diisikan kembali ke sumber air tersebut. Untuk meningkatkan ketahanan kita terhadap perubahan klim dan memperpanjang musim tanam, kita harus serius mempertimbangkan bahwa tidak hanya memompa air tanah ke permukaan saja seperti yang selalu kita lakukan, tetapi juga menyimpan air permukaan dari air hujan ke dalam tanah guna menjamin keamanan air kita untuk besok atau dikenal dengan penyimpanan air di bawah tanah.
Penyimpanan air di bawah tanah - juga dikenal sebagai akuifer yang berhasil diisi ulang – merupakan proses yang sengaja dilakukan untuk mengisi akuifer dengan air permukaan agar pasokan air lebih efektif dikelola. Hal ini dapat dilakukan, baik dengan cara menginjeksi langsung air permukaan ke dalam akuifer melalui sumur atau dengan mengisi cekungan sungai yang memungkinkan air permukaan secara perlahan-lahan meresap ke bawah ke dalam tanah. Di negara bagian Arizona di barat daya Amerika Serikat, mengisi ulang akuifer telah muncul sebagai tindakan penting untuk melawan kelangkaan air yang kronis. Pada tahun 2006, Tonopah Desert Recharge Proyek mulai beroperasi dengan tujuan untuk dapat menyimpan 185 juta meter kubik air per tahun. Dengan menggunakan 19 cekungan resapan yang tersebar di seluruh lahan seluas 83 hektar, proyek tersebut memungkinkan air permukaan secara perlahan-lahan mengisi akuifer yang dapat diukur hasilnya dengan sumur monitoring. Selama 3 tahun beroperasi, proyek tersebut dapat menyimpan 600 juta meter kubik air di bawah tanah. Hasil tersebut telah melebihi harapan dan dapat meningkatkan keamanan air di daerah tersebut. Ketika air diperlukan kembali untuk irigasi dan rumah tangga penduduk kota, sumur dan jaringan pipa air yang digunakan dapat memompa kembali air tanah sesuai kebutuhan. Pasokan air ini dapat ditransfer ke seluruh tempat dalam wilayah tersebut melalui kanal-kanal.
Bagaimana dengan Indonesia, jika ada kemauan mungkin dapat dilakukan khususnya di wilayah kering yang jumlah curah hujannya sedikit selama setahun. Tentunya perlu dilakukan modifikasi teknologi yang disesuaikan dengan kondisi wilayah di Indonesia, serta dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Sangat disayangkan, air yang melimpah pada waktu musim hujan, hanya mengalir menuruti gravitasi masuk ke sungai dan akhirnya terbuang ke laut. Jika sebagin air dapat dipanen/ditangkap dan dimasukkan kembali ke dalam tanah, mungkin akan meningkatkan cadangan air yang ada di dalam tanah dan dapat dimanfaatkan pada musim kemarau.
hardo1957.blogspot.com
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H