Mohon tunggu...
Hardiyansah EkoN
Hardiyansah EkoN Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menelusuri Sejarah Bioskop Tua di Bandung dengan Komunitas Aleut

27 September 2018   11:20 Diperbarui: 27 September 2018   11:46 2504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Landmark dulu dan kini dok pribadi


Bandung memang sudah terkenal sebagai destinasi wisata, mulai dari wisata belanja, kuliner, hiburan, hingga sejarah. Dengan banyaknya bangunan cagar budaya yang bernilai sejarah banyak turis dari luar daerah bahkan luar negeri datang ke Bandung untuk berlibur ke tempat bersejarah.  Cagar budaya terdiri dari macam-macam bangunan seperti, kantor pemerintahan, bank, pabrik, tempat ibadah, bahkan bioskop. Bioskop tetap menjadi tempat favorit untuk kaula muda yang ingin menonton film-film baru walaupun terancam dengan film-film bajakan yang biasa diunduh di internet. Namun lain dulu lain sekarang, bioskop-bioskop di Bandung pada masa kini menyatu dengan pusat perbelanjaan atau mall, dulu banyak bioskop yang berdiri sendiri.

Pada hari Minggu tanggal 16 September 2018, saya berniat menikmati hari libur saya dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Tempat bersejarah yang akan dikunjuni adalah bioskop-bioskop tua yang ada di Bandung. Jejak bioskop di Bandung sendiri sudah ada sejak tahun 1908. Penelusuran bioskop-bioskop tua di Bandung saya lakukan bersama teman-teman dari Komunitas Aleut yaitu komunitas pecinta sejarah Bandung. Sesuai namanya Aleut berarti jalan beriringan bila diterjemahkan dalam bahasa sunda, jadi kegiatan komunitas ini adalah berjalan sama-sama menelusuri dan mengunjungi situs-situs bersejarah di Bandung. Selain bisa jalan-jalan dengan biaya sangat murah, kita juga bisa dapat ilmu dan teman baru.

Gedung Panti Karya dulu dan kini dok pribadi
Gedung Panti Karya dulu dan kini dok pribadi
Titik awal perjalanan kami dimulai di jalan merdeka tepat nya di mall BIP (Bandung Indah Plaza). Tepat di seberang BIP dan di sebelah selatan Gramedia ada sebuah gedung tua yang memiliki menara, saat ini gedung itu digunakan sebagai tempat parkir, bahkan saya sering parkir disitu bila sedang berkunjung ke toko-toko yang ada di jalan Merdeka. Siapa sangka bahwa gedung tua itu dulunya adalah sebuah bioskop. Gedung itu bernama Panti Karya yang merupakan kantor milik BSP(Badan Sosial Pusat) anak perusahaan PJKA(Perusahaan Jawatan Kereta Api). Berdasarkan penjelasan pemandu dari komunitas Aleut, gedung ini didirikan pada tahun 1956. Pada tahun 1970-an gedung ini dipakai untuk bioskop hingga akhir tahun 1980-an. Selain bioskop gedung ini juga pernah dipakai sebagai kampus dan radio.

Dari jalan merdeka, kami melanjutkan perjalanan menuju taman vanda yang berada di sebelah selatan balai kota Bandung. Kawasan yang sekarang menjadi taman ini, dulunya juga sebuah bioskop bernama de Rex kemudian berganti nama menjadi Panti Budaya sejak 1960-an. Menurut pemandu bioskop Panti Budaya merupakan bioskop kelas 1 sedangkan bioskop Panti Karya kelas 2, semakin tinggi kelasnya maka semakin cepat mereka memutarkan film kepada para penonton. Sayangnya kami tidak menemukan sisa-sisa keberadaan bioskop di taman vanda ini.

Gedung Landmark dok pribadi
Gedung Landmark dok pribadi
Kemudian setelah dari taman Vanda, kami beranjak ke jalan Braga jalan yang paling populer di Bandung terkenal sebagai kawasan hiburan sejak era kolonial. Tak heran hingga saat ini jalan braga masih menjadi kawasan yang banyak dikunjungi para turis. Dari sekian banyak bangunan tua di jalan braga, setidaknya ada 5 tempat yang dahulu difungsikan sebagai bioskop. Pertama setelah kami menyebrang rel dari Bank Indonesia, ada sebuah gedung bernama Landmark, pada saat ini gedung Landmark sering digunakan untuk kegiatan pameran dan lantai atasnya untuk diskotek. Pada awal pendiriannya gedung ini merupakan toko buku dengan nama van Dorp yang dibangun pada tahun 1922 oleh arsitek terkenal kala itu Ir. C.P. Wolff Schoemaker, toko buku berlangsung hingga tahun 1972. Setelah itu gedung ini digunakan sebagai bioskop pada tahun 1980-an dengan nama Pop Theater. Nah di seberangnya yang sekarang dipakai bank dulunya juga sebuah bioskop bernama bioskop Presiden. Tidak diketahui banyak informasi tentang bioskop Presiden. Tidak jauh dari sana tepatnya di perempatan, ada tempat hiburan malam bernama Braga Sky.  Pada tahun 1960-an hingga 1970-an Braga Sky merupakan bioskop kelas satu sehingga hanya kaum menengah ke atas yang mampu menonton di tempat ini, dulu disini sering menampilkan film Indonesia terutama silat.

Gedung Landmark dulu dan kini dok pribadi
Gedung Landmark dulu dan kini dok pribadi
Beranjak dari perempatan tersebut kami lanjutkan perjalanan ke selatan, disana kami berhenti di sebuah pertigaan antara jl.Braga dan jl.Kejaksaan. Disana anda akan menemukan rumah makan Bebek Garang. Pada sekitar tahun 1910 tempat ini merupakan bioskop bernama Helios yang diambil dari bahasa Yunani. Bioskop Helios merupakan bagian dari kompleks Braga Theater, yang mana tidak hanya bioskop yang ada disitu namun tempat pertunjukan seni yang lain. Bioskop ini dulunya dimiliki oleh Th.Voegelpoel, masyarakat pada waktu juga kadang menyebutnya bioskop Voegelpoel.

Setelah itu kami lanjutkan ke gedung Majestic, masih di jalan braga. Untuk menuju kesini anda cukup melewati beberapa ratus meter ke selatan melewati perempatan jalan Braga dan Naripan. Gedung Majestic berada di seberang hotel Ibis Style. Gedung ini juga pernah menjadi bioskop di masa lalu bahkan menjadi bioskop paling mewah di Bandung dan hanya kaum elit eropa saja yang dapat masuk kesini, bukti gedung ini pernah digunakan bioskop adalah dipajangnya sebuah proyektor tua, anda bisa melihatnya dari luar. Pada saat menjadi Bioskop, gedung ini bernama Concordia Bioscope yang merupakan bagian Societeit Concordia(Gedung Merdeka). Gedung ini dibangun pada tahun 1925 hasil rancangan Ir.C.P.Wolff Schoemaker. Susunan kursi penonton disini cukup unik, bila biasanya kursi penonton hanya berjejer satu arah, disini penyusunannya sama seperti di caf atau restoran yang memiliki meja dan penonton bisa saling berhadapan, sehingga penonton dapat menikmatinya sambil makan minum. Karena film yang sering diputar banyak dari MGM (Metro Goldwyn Meyer) membuatnya sering disebut bioskop Metro House. Keunikan lain yang dimiliki adalah bentuknya mirip biskuit kaleng sehingga masyarakat pada waktu itu menyebutnya bliken trommel yang artinya kaleng biskuit. 

Gedung Majestic pernah menjadi bioskop termewah di Bandung dok pribadi
Gedung Majestic pernah menjadi bioskop termewah di Bandung dok pribadi
Kawasan terakhir yang kami kunjungi adalah kawasan alun-alun Bandung. Disinilah tempat dimana bioskop pertama kali ada di Bandung pada tahun 1908. Tepat di sebelah timur alun-alun dulunya ada tiga bioskop yang menjadi primadona yaitu, Elita, Varia, dan Oriental ketiganya diurut dari utara ke selatan. Bioskop-bioskop itu dirancang oleh arsitek bernama F.W.Brinkman dengan gaya art-nouveau. Hingga tahun 1980-an kawasan jajaran bioskop ini dibongkar pemerintah dan dijadikan pusat perbelanjaan atau mall bernama Palaguna, dan memiliki 2 bioskop yaitu Palaguna yang namanya sama dengan nama mall dan Nusantara. Namun seiring berjalannya waktu baik bioskop dan mall-nya itu sendiri tidak mampu bersaing dengan mall-mall baru maupun bioskopnya pada awal tahun 2000-an. Hingga akhirnya tahun 2014 gedung ini diruntuhkan.

Masih di kawasan alun-alun, sebenarnya ada satu lagi, letaknya di sebelah selatan persimpangan jalan alun-alun timur dan dalemkaum tepatnya disebelah timur pendopo Bandung. Bioskop ini pada awalnya bernama Radiocity. Dibangun pada 1923 yang merupakan karya  Ir.C.P.Wolff Schoemaker juga. Lalu berganti nama menjadi bioskop dian Dian. Bangunan ini satu-satunya bangunan bioskop tua yang tersisa di kawasan alun-alun keadaannya pun kurang terawat. Gedung ini disewa-sewakan pada pengusaha swasta, terakhir kali kesana gedung ini dipakai rumah makan bakso.

dok pribadi
dok pribadi
Sebenarnya masih banyak bioskop-bioskop tua di Bandung yang bisa ditelusuri bahkan tak jauh dari alun-alun masih ada situs-situs bioskop tua, tapi tidak cukup sehari untuk berkunjung ke semua situs bioskop tersebut. Maka dari itu kami akhiri tur kami dengan sesi sharing di pendopo Bandung, sekaligus beristirahat setelah berjalan dari jalan Merdeka sampai Pendopo Bandung. Selain berkunjung dan menceritakan sejarah gedung-gedung bekas bioskop itu, teman-teman dari komunitas Aleut pun menceritakan hal-hal yang terkait dengan bioskop-bioskop itu dan juga suasana nonton bioskop pada zaman dulu, seperti menonton di belakang layar sehingga gerakan filmya terbalik, pemisahan penonton antara pribumi dan eropa, dan juga menonton di misbar alias gerimis bubar. Bioskop ini merupakan bioskop tanpa gedung, sehingga hanya bisa ditonton saat tidak hujan. Selain itu kami pun diminta menceritakan kesan-kesan yang dirasakan pada saat ngaleut dan pengalaman-pengalaman selama menonton di bioskop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun