Penetapan kurikulum menjadi hal yang sangat urgen karena dalam kondisi yang serba terbatas seperti saat ini, pendidik tetap harus merancang skenario pembelajaran yang fleksibel. Apalagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Dengan begitu, setiap satuan pendidikan hendaknya memilih dan memilah kurikulum secara bijaksana sebelum menetapkannya sebagai acuan kegiatan akademik sepanjang satu tahun ajaran.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bapak Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. telah menuturkan adanya tiga terobosan yang dapat menjadi solusi dari hal tersebut. Pertama, satuan pendidikan boleh menerapkan kurikulum dengan acuan Kurikulum Nasional. Kedua, satuan pendidikan boleh menerapkan kurikulum darurat. Â Ketiga, satuan pendidikan boleh menerapkan kurikulum mandiri dengan penyederhanaan khusus.
Pada masa pandemi Covid-19 memang banyak hambatan, tantangan, dan gangguan yang seolah-olah menghantui kinerja para pendidik dalam memaksimalkan peran keseharian dalam lingkup sekolah. Bagi sekolah-sekolah yang jumlah peserta didiknya banyak, terdapat kesulitan bagi guru dalam mengondisikan pembelajaran secara maksimal.Â
Demikian pula bagi guru di sekolah-sekolah yang jumlah peserta didiknya sedikit. Terlebih lagi jika sekolah-sekolah tersebut termasuk dalam wilayah zona merah. Jelas, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pun pada akhirnya cenderung terlaksana dengan menyesuaikan keadaan. Oleh karena itu, muncullah isilah Belajar Dari Rumah (BDR) atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sekitar awal tahun ajaran 2020/2021 sebagai alternatif penanggulangan fenomena tersebut.
Selanjutnya, banyak alternatif pemecahan masalah bermunculan. Pertama, guru menerapkan pembelajaran dengan model penugasan mandiri terstruktur bagi peserta didik yang hadir di sekolah secara bergantian untuk dikerjakan di rumah. Â
Kedua, guru menerapkan pembelajaran dengan model penugasan mandiri terstruktur bagi peserta didik yang tidak hadir di sekolah dengan mengunjungi rumah peserta didik secara bergantian. Ketiga, guru menerapkan pembelajaran dengan model penugasan mandiri terstruktur bagi peserta didik dari rumah secara online (dalam jaringan)  maupun offline (luar jaringan).Â
Bertitik tolak pada alternatif-alternatif pemecahan maslah tersebut, apakah perilaku dan pendidikan karakter peserta didik masih dapat tersentuh oleh para pendidik? Jika tidak bertatap muka secara langsung, bagaimanakah para pendidik dapat mengamati perilaku para peserta didik? Bagaimanakah para pendidik dapat menerapkan pembiasaan nilai-nilai maupun pendidikan karakter para peserta didik? Inilah yang pada awalnya menjadi kekhawatiran dan kecemasan para guru.
Berikut ini gagasan sederhana tentang kriteria penilaian perilaku dan karakter peserta didik bagi guru yang menerapkan pembelajaran dengan model penugasan mandiri terstruktur bagi peserta didik yang hadir di sekolah secara bergantian untuk dikerjakan di rumah.Â
Sang pendidik dapat menilai niat murni dan kesetiaan peserta didik untuk hadir di sekolah demi mengambil lembar kerja yang disiapkan oleh guru. Selain itu, guru dapat menilai kecintaan peserta didik pada tugas yang tampak dari hasil yang dikumpulkan pada saat hadir kembali di sekolah.
Sementara bagi guru yang menerapkan pembelajaran dengan model penugasan mandiri terstruktur bagi peserta didik yang tidak hadir di sekolah dengan mengunjungi rumah peserta didik secara bergantian dapat menilai perilaku dan karakter peserta didik secara langsung. Ia dapat menilai kesederhanaan, niat murni, kesetiaan dalam menekuni pembelajaran, dan pembiasaan doa. Bahkan, ia dapat juga menilai kecintaan peserta didik pada tugas, persaudaraan atau silaturahmi, dan ketepatan waktu dalam menuntaskan tugas.
Hal yang sama berlaku bagi yang guru menerapkan pembelajaran dengan model penugasan mandiri terstruktur bagi peserta didik dari rumah secara online (dalam jaringan)  maupun offline (luar jaringan). Guru dapat menilai niat murni, kesetiaan,  cinta pada tugas, persaudaraan atau silaturahmi, pembiasaan doa, dan ketepatan waktu dalam menuntaskan tugas.