Meskipun banyak wujud kreatifitas para pendidik dalam mengantisipasi keterbatasan ruang dan waktu, tentunya semua itu masih perlu mendapatkan dukungan dari orang tua. Bukan hanya peserta didik yang merespon dengan baik upaya-upaya tersebut.Â
Orang tua pun hendaknya turut menjadi guru bagi putera-puterinya di rumah. Kini para peserta didik mempunyai guru dalam dunia maya. Sebaliknya, peserta didik pun mempunyai guru dalam dunia nyata. Sudah selayaknyalah guru dan orang tua dapat saling bertukar kedua peran tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai kondisi dan situasi.
Ibarat peribahasa "Tak ada gading yang tak retak". Tidak ada peserta didik yang bodoh. Yang ada, peserta didik yang belum menemukan guru sejati yang mengerti dan memahami kebutuhan mereka terlebih dalam keterbatasan seperti pada masa pandemi Covid-19 ini.
Dengan metode pembelajaran apa pun, sesungguhnya guru masih dapat memantau bahkan mengamati serta menilai perilaku peserta didik. Hal yang terpenting, guru hendaknya senantiasa membiasakan para peserta didik agar selalu bermurah 'senyum', berucap 'salam', berperilaku 'sopan', dan bertutur kata 'santun'. Â Jika keempat pembiasaan tersebut selalu tertanam pada diri peserta didik, niscaya sikap sosial mereka akan relatif baik bahkan amat baik. Dengan demikian, cermin karakteristik unggul peserta didik, pembelajar sejati akan selalu terpatri dalam hati sanubari putra-putri, generasi penerus bangsa.
Jika para pendidik sudah konsisten membiasakannya, marilah untuk senantiasa memeliharanya sebagai warisan luhur budaya bangsa Indonesia. Jika belum, marilah kita memupuknya sebagai bakal keunggulan sekaligus kearifan bangsa Indonesia ! Dengan begitu, pendidikan karakter tetap menjadi hal yang terpenting sebagai pegangan guru dalam mewujudkan pendidikan yang dinamis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H