“Buat kamu yang masih ada dalam pikiranku.
Sebenarnya aku malu mengakui karena waktu itu aku yang kukuh untuk mengakhiri.
Dulu aku rasa keputusanku tepat karena sepertinya tidak ada jalan untuk kita.
Sekarang setelah sekian tahun berlalu, kamu masih menghantui pikiranku.
Sebenarnya aku malu untuk menyapamu, apalagi untuk mengajak bersama mengenang masa lalu.
Tapi pikiran tentangmu memutus urat malu.
Aku sekarang berandai-andai, karena seiring bertambahnya usia aku tahu penyebab dimasa itu:
Ego masing-masing akan kepercayaan yang sebenarnya Tuhan sendiri tidak menghendaki untuk memisahkan.
Secara kasat mata aku bahagia: suami yang sholeh, anak-anak yang cerdas dan lucu, kebendaan yang cukup, tapi kenapa dikeheningan selalu terselip namamu.
Aku sepertinya iri dan marah bila mendengar kamu bahagia bersama istri dan anakmu, karena seharusnya itu kamu nikmati bersamaku…bagaimana denganmu?
Hingga kini aku ingin bertemu denganmu untuk menguji diriku ... benarkah aku menyesali keputusankudulu ?
Sekarang semua itu tiada arti karena kita di kereta masing-masing dan bersumpah dengan cara masing-masing … aku tahu itu, tetapi terus terang kalau aku sering menghubungimu dan lama baru kamu jawab dengan singkat aku merasa sakit…tapi apa hakku ?
Seharusnya aku mahrum kamu seperti itu, karena kamu begitu sakit kulukai … ataukah inilah caramu yang halus untuk membantuku menyudahi pikiranku tentangmu? Kamu tak tega menyakitiku seperti yang kulakukan padamu dulu …”
Selesai kubaca, kulipat kembali kertas surat yang berwarna putih itu, kumasukkan ke dalam amplonya semula, dan kumasukkan kembali ke dalam tas kerja suamiku. Kuhela nafas panjang, kutata nafasku dan kukatakan pada diriku sendiri, take it easy… take it easy… Kutemukan surat itu ketika aku memasukkan lunch box ke dalam tasnya. Sebenarnya sebagai penghormatanku atas privasi suami, aku tidak pernah membuka-buka dompet atau tas kerjanya selain memasukkan makan siang, tetapi sepertinya surat itu memanggil-manggilku untuk dibuka.
Tidak ada tulisan di amplop surat itu untuk siapa, tetapi surat itu di tas kerja suamiku dan sudah terbuka, berarti surat itu untuk suamiku dan suamiku telah membacanya. Walau tanpa tanda tangan ataupun nama pengirim, dilihat dari isinya, suamiku mengenal si pengirim dan surat itu diberikan secara langsung kepada suamiku ! berarti suamiku diam-diam telah berhubungan dengan mantan pacarnya … pikiranku mulai menganalisa secara sederhana. Jadi,belasan tahun ini aku dibohongi !
Aku bertemu dengan bang Viktor suamiku ketika kami sama-sama pendidikan pra jabatan di suatu instansi pemerintah. Kami berpacaran 3 tahun. Selama pacaran, selain menjajaki kecocokan pribadi,kami juga mencoba selalu terbuka tentang apa saja. Ketika bercerita tentang mantan pacar, aku menceritakan kalau aku pernah berpacaran dengan beberapa orang, penyebab kami putus, semuanya kuceritakan dengan gamblang tanpa paksaan. Tetapi ketika suamiku kutanyakan tentang pacarnya, dia cuma tersenyum dan jawabnya kemudian, “ aku susah jatuh cinta”. dan dengan genit dia menyanyikan penggalan lagu. “ kamulah satu-satunya….. kemudian kami bercanda dan melupakan masalah mantan pacar. Ketika pacaran kami semakin serius, aku diperkenalkan dengan keluarganya. Iseng-iseng aku bertanya pada satu-satunya saudara bang Viktor tentang siapa mantan pacarnya . Bukannya tidak percaya dengan bang Viktor, tetapi curious saja sebab heran juga aku karena bang Viktor wajahnya tidak jelek-jelek amat, tegap, supel, masa sih dulu-dulunya engga punya pacar ?
“Si abang dari SMA sampai sekarang belum pernah ajak pacar, baru kakak yang diajak ke rumah…” jawabnya.
“Tapi pernah nggak bang Viktor cerita-cerita tentang pacar-pacarnya ?” kejarku ingin tahu.
“Di keluarga kami semuanya terbuka kak, tapi kami menghargai privasi masing-masing anggota keluarga. Kalau masalah pribadi, dia cerita kami dengarkan, kalaudiminta saran ya baru kami berikan, kalau tidak ya kami diam, tidak berusaha cari tau.”ujar Bonita adik bang Victor dengan santai, tetapi sepertinya aku kena… Mungkin melihat aku engga enak hati, dia melanjutkan omongannya, “pernah sih secara bercanda aku tanyakan siapa pacarnya, tapi cuma … ada deeh …gitu jawabnya”. dari pada suasana jadi tidak enak, pembicaraan langsung aku alihkan secara perlahan dan semuanya mengalir, aku senang dengan keluarga bang Viktor. . . terbuka, hangat dan sepertinya mereka welcome padaku. Ketika kami merasa cocok dan memutuskan menikah, salah satu dari kami harus keluar dari tempat kami bekerja karena peraturan instansi. Aku mengalah dan memilih wiraswasta agar ada waktu lebih untuk mengurus keluarga.
Katanya dulu tidak punya pacar, sekarang setelah sebelas tahun menikah aku menemukan surat dari mantannya, walau isinya tidak menyuratkan penyelewengan suamiku, , .tetapi kenapa harus membohongiku, apa yang disembunyikannya? Walau hati dan pikiran sudah meluap ingin bertanya, aku harus bijaksana mencari waktu yang tepat untuk berbicara! sekarang bukanlah waktunya. Sekarang hari Kamis, kutunda 2 hari saja disaat suamiku libur agar kami bisa ngomong dengan enak.
Pagi ini kuantar suamiku ke gerbang rumah dengan senyum seperti biasanya seolah tidak ada masalah yang menyelimuti pikiranku. “ selamat bekerja pa, cari uang yang banyak ya..?! “ candaku … dan bang Viktor tersenyum di belakang stir mobil. Kuamati mobil hingga hilang di tikungan jalan. Setelah itu rutinitas menghampiriku, mengantar anak-anak sekolah, ke toko mengecek karyawan dan stok dagangan, siang menjemput sekolah, sore antar les, malam menemani anak-anak belajar. Jadwal padat hingga tidak terasa tiba hari Sabtu.
Siang ini kulihat suamiku segar habis mandi, seperti biasa di hari Sabtu dia bangun siang, mandi dan duduk di sofa membaca majalah tentang otomotif kesukaannya sambil minum kopi. Anak-anak baru saja kuantar main ke rumah temannya dan minta dijemput nanti sore. Ah ini kesempatan yang kutunggu, pikirku. Kulihat tas kerja bang Viktor tergeletak di kursi komputer, kubuka tas itu dan ternyata surat itu masih disana. Kuambil, kukantongi dan aku hampiri suamiku.
“Baca apa pa ?” aku memulai pembicaraan.
“ini ada mobil baru dari Toyota, Vellfire….mau Ma? jawabnya sambil memperlihatkan majalahnya padaku.
“Jual rumah dulu tapi ya ?” sergahku
“lho siapa tau ada hujan duit ?”
“ntar jadi inflasi dong Pa ?
Bang Viktor hanya tersenyumtetapi pandangannya tidak beralih dari mobil super mahal itu.
“Pa, aku kemarin nemuin surat ini di tas kerja papa” kataku sambil mengeluarkan amplop putih dari kantongku. Suamiku melirik surat itu, kemudian tersenyum dan meletakkan majalah yang dipegangnya.
“sorry aku baca, ini surat dari mantan pacar ya ? lanjutku. Sebelum dia menjawab, kuteruskan kataku lagi, “ katanya dulu engga punya pacar pa ?”
Bukannya menjawab pertanyaan, tetapi bang Viktor malah ganti bertanya, “ Oo..ini ya yang bikin mama tampak lain 2 hari ini…?”
“emang mama gimana ? tanyaku terpancing pertanyaannya. tapi batinku berguman kok tau sih ! padahal aku berusaha berlaku senormal mungkin..Seperti membaca pikiranku, bang Viktor memegang tanganku dan berkata,”ma, kita menikah bukan minggu kemarin, papa mengenal mama dari ujung kaki sampai ujung kepala, luar dalam ! jadi papa tahu jika ada perubahan di diri mama..”
“trus siapa pengirim surat ini pa ?” kataku kembali ke pokok pembicaraan.
“ Ah, itu cuma salah satu penggemar, maklum, papa gitu lhoh?!” katanya mencoba bercanda tetapi aku bergeming dan tetap ingin penjelasan.
“Lho, di surat tertulis dulu papa pernah ada hubungan dengan dia, dan akhir-akhir ini papa kontak lagi. Katanya dulu nggak punya pacar ? papa bo’ong dong ? “ kataku mencecar.
Wajah bang Viktor mulai tampak serius, badannya beringsut menghadapku, matanya menatap tajam tapi tetap teduh.
“papa engga cerita soalnya masalah ini, papa anggap engga worthy. Papa sayang sama mama, papa tidak ingin mama yang sudah capek ngurus keluarga, garment, masih dibebani pikiran yang engga perlu.
“tapi sekarang kalau gini kan jadi pikiran mama juga kan …, papa ketemuan ama mantan pacar..”
“ah, macam mana pula mama ni, engga percaya ama suaminya, kaya engga tau aja siapa bang Viktor..Engga usahlah dipikirkan. Tapi biar semuanya clear, papa mau cerita. Iya papa dulu punya pacar, karena beda keyakinan, setelah satu setengah tahun, kita putus karena jelas tidak ada istilah mengalah dalam keyakinan.Trus sebulan yang lalu ketemuan ama dia pas ada seminar perbankan di Bali, papa just say hello aja, dia minta nomer pin BB papa, tapi papa belum pernah hubungi dia. Seperti di surat itu, itulah yang dilakukan papa. Menurut papa it’s all over. Kita sudah di kereta masing-masing…itu kata-kata papa padanya. Papa menjauh agar dia mengerti sendiri. Surat itu sampai ke papa via teman dekatnya yang kebetulan kantornya segedung dengan papa. Dia mengajak bertemu tetapi tidak papa tanggapi. That’s it”.
“Karena papa sakit hati ?” selaku.
“Oo tidak…sama sekali tidak… ya itu tadi, karena udah di kereta masing-masing. by the way mama tu ceritanya cemburu ya ?” lanjut bang Viktor mencoba melumerkan suasana.
“Lho engga, pa ! kita dulukan komitmen saling terbuka, kalau papa cerita ke mama, kan mama engga salah paham. Kok papa engga cerita ke mama sih kalau dulu punya pacar, kan mama udah ceritain semua tentang pacar-pacar mama?” tanyaku ingin tahu.
“papa pikir that’s not a big deal ... kalau kenapa papa engga cerita karena papa beranggapan itu masa lalu yang engga ada gunanya diceritakan .. sorry kalo mama merasa nggak adil, tapi prinsip papa tentang suatu kejadian,kejadian itu seperti grammar. Past, present, future.
“maksudnya ?” selaku ingin tahu.
“past, gone by in time, segala sesuatu tentang masa lalu pergi bersama waktu, past… sesuatu yang harus kita lepas. Kalau sekarang, present. yang berarti juga hadiah. Jadi segala sesuatu yang terjadi sekarang ini, mama,anak-anak, kebahagiaan kita adalah suatu hadiah, karunia dari Tuhan yang patut kita syukuri selalu, kita pelihara sebaik mungkin “.. .Setelah berkata itu bang Viktor berhenti sejenak dan mencari kesan, tetapi kutunggu kalimatnya tak berlanjut hingga aku penasaran. “ Kalau future?” tanyaku.
“Engga tau, papa belum dapat definisi, hehehe…” jawabnya sambil nyengir, tetapi sebelum aku berkata dia melanjutkan, “ Tapi future, yang akan datang tu kita memang engga tau, ya kan ma? biarkan itu menjadi misteri. Karena misteri maka kita berbuat sebaik mungkin di masa sekarang agar in the future hasilnya bagus, tetapi terserah pada Tuhan, yang penting kita berprinsip pada apa yang di ajarkan Yesus Kristus.” selesai berkata bang Viktor tiba-tiba berdiri, mengambil gitar yang tidak jauh dari sofa tempat dimana kami duduk. Kemudian mengalunlah lagu lawas, lagunya Doris Day dari bibirnya..
Que sera-sera
whatever will be will be
the future’s not ours to see
Que sera-sera
what will be, will be….
Aku menikmati dan tenggelam dalam suaranya yang merdu, tidak ada lagi rasa tak adil ataupun rasa dibohongi, tetapi di hatiku yang amat teramat dalam masih terbersit tanya, kenapa surat itu masih tersimpan di tas kerja suamiku setelah sekian hari ? apakah dia lupa membuangnya, atau sengaja agar kutemukan dan agar aku cemburu, ataukah dia masih ada rasa ? kalau kutanyakan pasti perkiraan pertama jawabnya, atau yang kedua sembari tertawa menggoda…. kemudian terbersit lagi dalam hatiku. Sebuah doa dan harapan semoga suamiku berkata jujur dan tidak kembali ke masa lalunya … karena aku percaya padanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H