pohon semboja di depan rumah bercat hijau itu tunduk
sedih … meratapi nasibnya yang hampir berujung
tadi pagi … burung pipit yang biasa hinggap didahannya memberi kabar..
pohon mangga tua di belakang rumah, nanti siang akan ditebang… rata dengan tanah
kemarin, burung pipit ini pula yang bercerita
kalau pohon nangka di ujung jalan, yang dulu sarat dengan buahnya,
telah ditebang dengan suara gergaji yang menyayat..
semboja terpekur… ingatannya kembali ke masa lalu
kala anak-anak lelaki pemilik rumah ini masih kecil
mereka berebut naik ke pohon mangga sahabatnya
terbayang buah-buah ranum bergelayutan
“cabang ke kanan ini punyaku”
“cabang ke kiri dan kedepan ini punyaku…!”
celoteh mereka masih terngiang -ngiang ditelinga semboja
terbayang pula anak perempuan pemilik rumah ini suka mengambil kembang kebanggaannya yang berwarna putih berbalur kuning
kembang itu diselipkan ditelinganya
kadang diuntai menjadi kalung dan mahkota
semboja bangga dapat menjadikannya seolah menjadi putri
dulu, ia juga suka mendengar pohon nangka di ujung jalan itu tertawa kegelian
tatkala orang orang menjolok buahnya atau memanjatnya…
matahari semakin tinggi
hari semakin panas
pohon semboja tua yang sudah jarang berbunga itu mematahkan 1 daunnya
ia meminta angin membawanya ke pohon mangga sebagai salam perpisahan…
kembali..ia terpekur…sendiri…menunggu saatnya tiba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H