Pulang dari Solo, rasanya lelah sekali menempuh perjalanan balik ke Jakarta setelah mudik bersilaturahmi lebaran dengan sanak saudara di Solo. Bahagia masih bisa bertemu dengan Nenek Buyut, Nenek, Om dan Tante serta para sepupu dan keponakan.
“Maaf ya, Kakak Rangga belum bisa kasih THR tahun ini,” ucapku pada keponakan-keponakanku yang masih kecil. Sedih rasanya, karena imbas pandemi, susah sekali mendapat pekerjaan sekarang. Tak terasa, sudah dua tahun aku menganggur, dan selama itu pula belum pernah lagi merasakan mendapatkan THR.
Tidak kupungkiri, dulu aku terlalu ambisius, terlalu sombong dan selalu merasa tinggi. Dulu aku memegang salah satu jabatan yang bergengsi di perusahaan terdahulu. Karyawan lain merasa segan berbicara denganku dan dengan angkuhnya aku mulai memberi perintah kepada anak buah. Tidak sedikit pun kesalahan dapat kuterima, siapa saja yang berbuat kesalahan, pasti langsung kuomeli tanpa terima penjelasannya.
Saat itu, aku punya masalah komunikasi yang cukup parah. Tidak mau mendengarkan pendapat tim sendiri dan bertindak seakan-akan akulah yang paling benar, hal ini telah membuatku buta. Padahal, seharusnya aku tahu, komunikasi dengan tim kerja itu penting. Sampai akhirnya, aku terinfeksi Covid-19 dan harus dirawat selama sebulan di Rumah Sakit. Barulah aku tersadar, kesombonganku selama ini tidak ada artinya.
Sejak diberhentikan dari tempat kerja, aku mulai intropeksi diri. Aku mulai mencari-cari lowongan pekerjaan lagi, tidak terhitung lagi sudah berapa banyak perusahaan yang kukirimkan CV, berharap salah satunya memanggilku. Karena bosan di rumah, aku mulai membaca buku, mencari jawaban atas masalahku. Ada satu buku yang menarik perhatianku, buku tentang Psikologi Komunikasi.
Dalam bukunya, Muhibudin Wijaya Laksana menjelaskan bahwa komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Dalam sejarah perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi. Komunikasi dan psikologi adalah bidang yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu sama-sama melibatkan manusia. Di sini aku tersadar bahwa aku harus mulai membangun hubungan yang lebih baik lagi dengan sesama manusia (hablunminannas).
Aku pun lupa bahwa rezeki masing-masing orang di dunia sudah ada yang mengatur. Selama masa menganggur, aku banyak mendekatkan diri kepada Allah, tidak pernah lupa untuk sholat Dhuha dan Tahajud, serta mengaji dan membaca tafsir Qur’an. Dalam Al-Qur’an jelas dikatakan bahwa Allah yang mengatur rezeki.
Kalau Allah buka keran rezeki yang sedemikian banyak kepada seseorang, hal itu berpotensi membuat orang menjadi angkuh dan menjadikannya lupa diri. Karena itu, Allah membagi rezeki dalam kadar tertentu sesuai dengan potensi setiap orang demi kebaikan orang tersebut. Rezeki dalam bentuk materi, misalnya kekayaan. Orang yang memiliki kekayaan akan merasakan kekuatan sehingga bisa menjadi angkuh.
Rezeki itu adalah ujian. Dimewahkan bukan berarti dimuliakan, disempitkan bukan berarti dihinakan. Dua kunci yang meluluskan kita adalah syukur dan sabar, sambil terus berikhtiar.
Sebentar lagi waktu sholat Maghrib, aku pun segera berberes dan mandi. Tak berapa lama kemudian, saat bersiap ke masjid untuk sholat Maghrib, aku memeriksa ponsel dan melihat ada satu email belum dibaca, panggilan wawancara dari salah satu perusahaan teknologi digital di Jakarta PT Metro-X. Jadwal wawancara Anda dengan manajemen HRD dijadwalkan pada hari Senin, 9 Mei 2022, pukul 08.00 WIB. Metro-X, rasanya aku belum pernah kirim CV ke Metro-X, pikirku.
Tiba-tiba, ponselku berdering. Saking kagetnya, hampir saja lepas dari tanganku. Masih tak percaya aku membaca email barusan.