Mohon tunggu...
Hardika Saputra
Hardika Saputra Mohon Tunggu... Dosen - Lecturers, Teachers, Writers and Researchers

🎓 Master of Mathematics Education 🎓 Ph.D of Islamic Studies 💼 Lecturers, Teachers, and Researchers

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Muhammadiyah yang Mencerahkan

5 April 2024   08:21 Diperbarui: 5 April 2024   08:29 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi SMP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Metro Lampung

Perkembangan Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat Islam sangat dipengaruhi oleh tingkat dan kualitas pendidikan yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendidikannya sendiri. Jaringan lembaga pendidikan Muhammadiyah terkenal luas dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia, menunjukkan eksistensi yang kuat. Fakta ini menegaskan bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah merupakan pilar utama dalam menyokong keberadaannya. Pendidikan Muhammadiyah dianggap sebagai aset berharga bagi Muhammadiyah dan bangsa, yang perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dalam analogi bangunan, pendidikan merupakan salah satu pilar utama yang memastikan kestabilan dan ketahanan struktur keseluruhan.

Muhammadiyah telah dikenal sebagai pelopor dalam sektor pendidikan, dan keunggulan ini telah diakui oleh banyak pihak. Bahkan, beberapa orang menyatakan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang paling fokus dalam mengembangkan bidang pendidikan dan memiliki jumlah lembaga pendidikan yang paling besar, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di tingkat internasional.

Pendidikan Muhammadiyah Dalam Perspektif Historis

Dari perspektif historis dan sosiologis, sebelum berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan telah memulai usaha dalam pembaharuan pendidikan yang menggabungkan elemen-elemen pendidikan Barat yang menekankan ilmu pengetahuan umum dengan pendidikan Islam yang menekankan ilmu agama. Gagasan-gagasan pembaharuan yang diadopsi oleh Muhammadiyah juga mencakup pembaharuan dalam bidang pendidikan.

KH. Ahmad Dahlan menyadari adanya masalah yang dihadapi oleh masyarakat pribumi, terutama dalam bidang pendidikan, karena adanya dualisme antara pendidikan Islam yang terpusat di pesantren dan cenderung tertinggal dalam perkembangan pengetahuan dan masyarakat modern, serta model pendidikan Barat yang sekuler dan nasional yang mengancam nilai-nilai spiritual dan budaya masyarakat pribumi. Pemikiran ini menggambarkan upaya Ahmad Dahlan dalam menyatukan elemen-elemen pendidikan Islam dan Barat untuk menciptakan pendidikan yang holistik, yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan umum tetapi juga nilai-nilai agama dan budaya, sebagai langkah untuk mengatasi tantangan dan masalah pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat pada masa itu.

Pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, sistem pendidikan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, adalah sistem pendidikan tradisional pribumi yang dijalankan di pondok-pondok pesantren, dengan kurikulum yang terbatas. Secara umum, di pondok-pondok tersebut, pelajaran yang diajarkan hampir seluruhnya berkaitan dengan pelajaran agama.

Gagasan pembaharuan dalam pendidikan yang menghapuskan pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan langkah revolusioner dan fundamental. Melalui pendekatan ini, Muhammadiyah bertujuan untuk menyajikan pendidikan yang menyeluruh, serta pendidik yang seimbang, yang menghasilkan individu yang utuh dan memiliki keseimbangan dalam kepribadian mereka, bukan terbagi menjadi individu yang hanya memiliki pengetahuan umum atau pengetahuan agama saja. Dengan pendekatan ini, Muhammadiyah berusaha mengatasi perpecahan dalam pendidikan yang telah ada sebelumnya, di mana pendidikan sering kali terfokus hanya pada aspek umum atau agama saja. Muhammadiyah ingin menciptakan manusia yang memiliki pengetahuan luas dan juga keteguhan dalam nilai-nilai agama, sehingga mereka dapat berkontribusi secara positif dalam masyarakat dengan memadukan pengetahuan dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Proses pendidikan dalam sistem tersebut umumnya masih menggunakan pendekatan tradisional dan dilakukan secara personal oleh guru atau kiai dengan menggunakan metode sorogan dan weton. Dalam metode sorogan, siswa secara individu menghadap kiai satu per satu dengan membawa kitab yang akan dibacanya, lalu kiai membacakan pelajaran, menerjemahkan, dan menjelaskan maknanya. Sedangkan metode weton melibatkan pengajaran dalam kelompok, di mana siswa duduk bersimpuh mengelilingi kiai yang juga duduk bersimpuh untuk memberikan penjelasan, sementara siswa mendengarkan dengan membaca buku atau dalam bahasa Arab dalam metode yang disebut halaqah.

Dengan metode-metode ini, aktivitas belajar cenderung bersifat pasif, di mana siswa hanya membuat catatan tanpa banyak bertanya. Membantah penjelasan dari kiai dianggap tidak pantas. Selain itu, pendekatan ini lebih menekankan pada kemampuan hafalan dan membaca tanpa memperhatikan pemahaman yang mendalam atau kemampuan berpikir kritis.

Sistem pendidikan kedua adalah pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial tanpa memasukkan pelajaran agama dalam kurikulumnya. Jika dilihat dari cara pengelolaan dan metode pengajaran, kedua sistem pendidikan tersebut memiliki perbedaan yang signifikan. Sistem pendidikan pertama cenderung menghasilkan siswa yang terisolasi dari perkembangan modern, namun sangat konservatif dalam menjalankan ajaran agama. Di sisi lain, sistem pendidikan kedua menghasilkan siswa yang lebih dinamis, kreatif, dan percaya diri, tetapi minim pengetahuan agama bahkan mungkin memiliki pandangan negatif terhadapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun