4 jam perjalan telah mereka lewati. Tibalah mereka di sebuah gedung yang sudah dipenuhi oleh para undangan. Di situlah acara pelatihan itu diadakan. Tapi pelatihan tetap pelatihan. Hati mereka tidak bisa di bohongi.
Yogi merasa tidak tenang dan lemah. Ia merasa energinya sangat terkuras di dalam perjalanan tadi. Keputusan yang ia ambil membuat ia sangat gelisah. Ia temui panitia pelatihan tersebut dan berharap untuk mencari penggantinya sebagai pemateri. Iapun masuk kedalam ruangan yang bertuliskan “Ruang Panitia”. Ia masuk dan menuju meja yang tertulis diatasnya “Ketua Panitia”.
“Pak. Apakah Bapak Ketua Panitia?”, tanya Yogi.
Ia lihat dengan seksama tubuh yang sedang duduk di kursi itu. ternyata Ketua Panitianya teman sekelasnya di SMA.
“Rendi?” tanya Yogi keheranan.
“Yogi. Apa kabarmu?wah. sudah lama ya kita tidak ketemu. Syukurlah kamu telanh datang” sambut Rendi dan mereka bersalaman melepas rindu mereka.
“Silahkan duduk”, sambung Rendi mempersilahkan.
Setalah ia duduk, Yogi menceritakan maksudnya. Kalau ia tidak bisa menjadi pemateri hari ini. karena ia tidak enak badan dan menceritakan sedikit kisah di perjalanan tadi.
“Oh begitu ya. Ya sudah. Kamu istirahat saja dulu. Biar nanti kita coba carikan solusinya”, kata Rendi menenangkan.
“Terima kasih Rendi. Dari dulu sampai sekarang kamu tidak berubah”, sahut Yogi dengan nada merayu.
Kemudian Yogi keluar dari ruangan itu dan kembali ke mobil. Ia ingin istirahat saja di mobil. Ternyata benar sekali, tidak lama sesampai di mobil ia tertidur karena keletihan.
3 jam setelah itu, ia dibangunkan oleh Sri. Ternyata acara pelatihan tersebut sudah usai dilaksanakan.
“Bang. Bangun. Acaranya sudah selesai. Abang sudah makan?ini ada nasi aku minta ke panitia”, kata Sri membangunkannya sambil menyodorkan sebungkus nasi.
“Sudah selesai ya” sambut Yogi dan berusaha untuk bangun dari tidurnya. Ia pun menguap tanda baru bangun dari tidurnya. Ia cuci muka dan memakan nasi yang sudah diambilkan Sri tadi.
Tak lama setelah ia makan, rombongan pun bersiap untuk kembali. Tata tempat duduk di mobil ketika pulang tidak berubah seperti akan berangkat sebelumnya. Sri dan Yogi masih bersandingan di deretan paling belakang. Terdengar mesin mobil dihidupkan oleh sang sopir, pertanda sebentar lagi akan berangkat.
Dalam perjalanan pulang, Sri mencurahkan isi hatinya dengan bebas kepada Yogi. Karena Sri merasa hubungan mereka sudah semakin dekat. Sri berfikir tidak ada lagi yang harus ditutup-tutupi, karena ia beranggapan kalau Yogi sudah mafhum perasaannya.
“Bang. Kenapa tidak dari dulu kita berpacaran? Kenapa aku harus bertemu Kei sebelum bertemu Abang?”, kata Sri berangan-angan dengan sedikit malu.
“Ssstt…Jangan sesali yang sudah terjadi Dek Sri. Semua kita serahkan saja kepada Tuhan. Sebelum kita dilahirkan, Tuhan telah mengukir takdir kehidupan setiap kita” jawab Yogi menenangkan.
Sebenarnya hati Yogi berkecamuk. Yang ia ingat hanyalah Aini. Ia menyayangi Sri hanya sekedar mengobati luka. Tidak lebih. Ia akan berusaha menunjukkan cinta itu kepada Sri.
“Jangan tinggalkan aku ya Bang. Aku sangat mencintai Abang”, curhat Sri sambil memegang tangan kanan Yogi. kemudian ia rebahkan kepalanya ke bahu Yogi untuk merasakan kedamaian itu.
Yogi hanya diam dan berusaha untuk tidak membalas. Ia tidak ingin terjebak dan mencintai Sri seperti layaknya kekasih. Karena yang ada di hati Yogi saat itu hanyalah Aini. Dalam bathin Yogi menganggap Sri hanya sekedar sahabat dan adik.
“Kita serahkan saja kepada yang diatas ya Dek”, jawab yogi singkat. Ia elus kepala Sri agar ia mendapatkan kedamaian seperti yang diinginkan Sri. Padahal Yogi berangan kalau yang ia elus itu adalah kepala Aini.
“Oh ya. Kamu harus janji tidak akan menceritakan hubungan kita kepada seiapapun”, kata Yogi sedikit memaksa.
“Aku janji Bang. Our Secret”, kata Sri menjanjikan.
***
Sesampainya mereka di kampus, rombongan tersebut turun dari mobil. Waktu itu hari sudah larut malam. Yogi tidak tega melepas Sri pulang sendirian. Ia antar Sri ke pagar kosannya dengan sembunyi-sembunyi. Karena ia tidak ingin kejadian ini diketahui oleh Aini. Sri sangat menimati kebahagian yang tertunda beberapa bulan ini.
Tapi lain halnya dengan Yogi. Ia sangat tertekan oleh keputusannya sendiri. Ia tidak mau hubungannya diketahui oleh siapapun. apalagi terhadap Aini. Gadis yang selama ini mengisi ruang hatinya setelah ia menghilangkan nama Sri dihatinya. Tapi nama Sri hadir kembali dalam bentuk keibaan. Bukan dengan perasaan cinta seperti yang dulu.
Sesampai Yogi di kosan, ia hempaskan tubuhnya diatas kasur kusut miliknya. Aini dan Sri hadir dalam fikirannya. Ia sangat bimbang tidak tau jalan mana yang harus ia turuti. Kadang ia terlihat rusuh dan ia terlihat menggeleng-gelengkan kepala.
***
Ring handphone Yogi berbunyi sangat kencang. ia buka matanya perlahan-lahan dan meraba dengan tangannya mencari dimana handphone berada. Setelah ia temukan, lalu ia lihat. Ternyata ada panggilan dari Aini. Kemudian ia angkat telfhonnya.
“Assalamualikum Bang. Bangun Bang. Hari sudah Pagi. Hari ini Abang kuliah pagi kan?”, suara Aini membangunkan Yogi.
“Waalaikum salam. Iya. Makasih ya Dek” Jawab Yogi dengan suara masih parau.
“Nanti kita ketemu di kampus ya Bang”, ajak Aini.
“Iya. Nanti kita ketemuan di kampus”, jawab Yogi dengan singkatnya.
“Ya sudah. Mandi lagi ya, lalu jangan lupa sholat. Aku mau belajar dulu. Aku tutup telphonya ya? Assalamualikum”, salam Aini dengan lembut.
“Waalaikum Salam”, jawab yogi dengan singkatnya.
Aini tutup telphonnya dengan sangat ramah. Ia selalu membangunkan Yogi setiap paginya. Bahkan Aini hafal kapan jadwal Yogi kuliah. Ia sangat perhatian kepada Yogi yang selalu ia sayangi. Tidak ada keraguan dimatanya. Ia merasa, Yogi pria yang tepat untuk mendampinginya.
Begitu juga dengan Yogi. Aini adalah gadis yang ditakdirkan Tuhan untuknya. Ia jaga Aini dengan cintanya. Ia tidak mau Aini kenapa-napa.
Jam 08.00 Pagi, Yogi berangkat ke kampus karena ia ada kuliah pagi itu. Namun perasaannya tidak bisa ia bohongi. Kisah ia kemaren dengan Sri, menghantui fikirannya. Meskipun Yogi tetap masuk kuliah, tapi hatinya serasa tidak di tempat lain.
Sebuah ide cemerlang keluar dari benak Yogi. Ia ingin Sri tau bagaimana hubungannya dengan Aini. Ia sangat mencintai Aini, bukan Sri. Ia ingin mempertontonkan hubungan cintanya kepada Sri. Agar Sri tau, Yogi bukanlah Pria yang tepat untuknya.
Ide itu ia kemas baik-baik di hatinya. Langkah itu ia lakukan bukan untuk membuat Sri terluka. Tapi hanya menyampaikan pesan yang tersirat dalam hubungannya dengan Aini. Ditambah lagi Sri adalah teman dekat Aini.
Yogi berharap, Sri bisa menghapus nama diadihatinya. Yogi juga akan menjelaskan kepada Sri untuk tidak menyakiti hati hati Aini dan Kei.
Selesai jam kuliah, Yogi tunggu Aini ditempat biasanya. Karena mereka sudah janjian untuk bertemu sebelumnya. Tak lama ia menunggu, Yogi melihat sosok gadis sedang mendekatinya. Ia nikmati langkah demi langkah gadis itu. ya. Itulah Aini. Gadis yang mengisi sendi-sendi kehidupannya selama ini setelah nama Sri hilang dari hatinya.
“Sudah lama menunggu ya Bang. Maaf kalau aku terlambat”, sapa Aini.
“Tidak. Baru sebentar aku disini. Kamu sudah makan Dinda?” jawab Yogi dengan mesranya.
Aini tersimpuh malu. Baru kali ini Yogi memanggilnya dengan panggilan “Dinda”. Hatinya sangat senang mendengar panggilan itu.
“Kenapa kamu malu?” sambung Yogi dengan tersenyum.
“Aku sangat senang kalau Abang memanggilku dengan sebutan dinda. Maukah Abang memanggilku selalu dengan sebutan itu?”, kata Aini dengan senyuman bahagia di wajahnya.
Yogi merasa senang. Ternyata Aini sangat menyukai panggilan dindanya. Kalau selama ini ia panggil Aini dengan sebutan Dinda, mungkin ia akan melihat senyuman kebahagiaan Aini sebelumnya.
“Baik Dinda. Aku akan selalu menggunakan kata-kata itu. aku ingin selalu membuat kami tersenyum dan bahagia. Apapun akan aku korbankan untukmu Dinda” rayu Yogi dengan indahnya.
Mendengar kalimat itu, Aini merasa tersentuh. Ia lepaskan seluruh senyumannya dengan damai untuk pria yang ia cintai. Tak ada keraguan sedikitpun dihatinya untuk tetap bersama.
“Abang sudah makan?kalau belum, kita makan dikantin ya Bang. Nanti biar Aini yang bayarin”, cetus Aini dengan bahagiannya.
“Wah wah waaah. Oke lah kalau begitu. Kebetulan, Abang sekarang tidak punya cukup uang”, Yogi tercingir senang.
Mereka berjalan dibawah rerumpunan pohon mahoni. Berjalan menelusuri gang sempit menuju ke kantin. Kiri kanan dihiasi bunga anggrek nan indah. Hembusan angin juga ikut serta menemani kebahagiaan Yogi dan Aini. Kemesraan dan kesetiaan terpancah di wajah mereka.
Kantin yang mereka tuju tampak dari kejauhan. Yogi tersenyum seakan ada yang ia fikirkan. Ia ambil setangkai bunga angrek nan mekar itu,lalu.
“Dinda. Jangan pernah Dinda ragukan cintaku. Cinta suci ini akan senantiasa aku pupuk dalam jiwaku. Terkadang aku memeng terlihat cuek. Tapi cintaku tidak akan berpaling darimu selama Tuhan masih berkehendak”, Rayu Yogi memberikan setangkai bunga Anggrek.
Wajah Yogi berubah seketika. Ia curahkan seluruh perasaannya melaui bunga itu. kalimat yang penuh pengharapan.
Aini un terhentak seketika. Ia merasakan hatinya sedang berbunga-bunga. Perasaan yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Matanya basah mengeluarkan air mata kebahagiaan.
“Bang. Terima kasih ya Bang. Tidak aku sangka engkau begitu nyaman dihatiku. Aku bahagia sekali Bang. Semoga Allah selalu menjaga hubungan kita sampai nyawa tidak lagi di badan” Tangis Aini dengan bahagia. Ia ambil bunga itu dari tangan Yogi, kemudian ia cium. Tubuhnya bergetar, jantungnya berdetak sangat kencang. Bak disambar petir di siang bolong.
Tak lama jangkanya, mereka sampai di kantin.
“Dinda. Maukah kamu makan sepiring berdua denganku?”, sungkil Yogi.
“Mau Bang”, jawab Aini dengan lepasnya.
Lalu Yogi pesan sepiring lontong dan segelas teh es. Kemesraan yang selama ini mereka tunggu-tunggu. Meskipun hanya dengan sepiring lontong dan segelas teh es, tapi mereka merasa sedang berlibur ke luar negeri. Tempat paling indah dimana para pujangga memadu cinta.
Yogi tidak mau kemesraan itu ia rasakan hanya sekejap. Namun, dalam kebahagiaan itu Ia pun ingat dengan nama Sri, yang juga berharap untuk ia cintai. Ingin rasanya Yogi memperlihatkan betapa bahagianya Ia dengan Aini. Niat itu Ia lakukan hanya sekedar untuk mengingatkan Sri. Bahwa cinta mereka sudah menyatu dalam buhul yang sangat erat. Dan Sri dapat memahami dengan sendirinya, bahwa cintanya tidak mungkin disatukan dengan pria idamannnya itu.
Setelah mereka melepaskan kerinduannya di kantin itu, Yogi pun ingin mengantarkan Aini ke kosannnya. Ia berharap bunga yang ia berikan tetap Aini pegang dan disimpan. Yogi berniat agar Sri nanti melihat mereka sedang bermesraan sebelumnya. Dengan tidak berprasangka apa-apa, Aini pun memegang bunga itu dan sesekali ia cium merasakan keharuman cinta yang diberikan Yogi.
Sesampai di kosan, keinginan Yogi ternyata jadi kenyataan. Ia melihat sosok gadis sedangberdiri dengan tegaknya di pintu pagar kosannya. Gadis itu adalah Sri. Ia yakin Sri masih bisa merahasiakan hubungan mereka seperti perjanjian kemaren.
Sontak wajah Sri memerah. Ia pun memasang wajah cemburu dan dingin melihat hubungan Yogi dan Aini begitu mesranya. Ia langsung berlari dengan sedihnya ke kamar kosannya.
Tapi Aini tidak berfikir apa-apa. Karena ia tidak tau secuilpun tentang rahasia pria yang ia cintai itu dengan Sri. Kenikmatan itu tidak kurang sedikitpun ia rasakan. Kemudian Aini pamit kepada Yogi untuk masuk ke kosannya. Sebenarnya Aini berharap bisa berlama-lama dengan kekasihnya itu, tapi harus bagai mana lagi. hari sudah sore menjelang senja waktu itu.
***
Lain Aini, lain juga Sri. Kecemburuan terlihat di wajah Sri setelah menyaksikan hungan Aini dengan Yogi. hatinya serasa di iris oleh pisau dapur. Ia merasakan hawa panas di tubuhnya yang molek itu. Bahkan dalam hatinya terlintas rencana yang tidak baik. Ia ingin mencelakai Aini, teman dekatnya itu. Sedang ia merencanakn itu, ia mendengar bisikan halus di sebelahnya. Suara itu mengingatkannya, kalau rencananya itu tidak akan merubah apa-apa. Yogi akan bertambah benci kepadanya. Suara hatinya itu menginsafi dirinya, lalu ia menangis menakur ke bantal di kamarnya.
Dalam tangi, ia terfikir sosok Yogi. Kekasih rahasianya itu. Ia berharap Yogi tau apa yang sebenarnya ia rasakan. tidak menunggu lama, ia ambil handphonennya lalu ia cari nomor Yogi di kontak. Tak lama kemudian, Yogi pun mengangkat panggilan itu.
“Assalamualikum Bang. Abang dimana?”, sapa Sri sambil menangis.
“Waalikum salam. Aku di kosan. Ada apa Sri?kenapa kamu menagis?”, tanya Yogi pura-pura tidak tau. Sebenarnya Yogi tidak tahan melihat Sri menangis dan tersakiti. Tapi langkah itu ia lakukan untuk menjelaskan kepada Sri, bahwa cinta itu bukan kesedihan dan kesengsaraan. Tapi kedamaian dan kebahagiaan dalam lubuk hati kita yang terdalam.
“Bagaimana hatiku tidak menangis melihat Abang bermesraan dengan Aini. Dimana letak harga diriku Bang?”, sedu sedan Sri.
“Sudah kering rasanya air mataku ini Bang. Aku ingin mati saja Bang. Aku tidak tahan melihat Abang dengan Aini”, Sri menyerah dengan keadaan itu.
Kebingungan terlihat di wajah Yogi. Ia tidak bermaksud sejauh itu. Maksud hati hanya sekedar memberi peringatan.
“Jangan seperti itu Sri. Aku mengerti dengan apa yang kamu rasakan”, tenang Yogi. tapi langsung saja Sri memotong pembicaraan Yogi.
“Tidak. Abang tidak pernah mengerti apa sebenarnya yang aku rasakan. kalau Abang tau, Abang tidak akan setega itu padaku”, tangis Sri bertambah keras.
“Maafkan aku Sri. Aku hanya manusia biasa. sama sepertimu. Aku takut karma Sri. Jika nanti Tuhan mengizinkan hubungan kita smapai jenjang pernikahan, apakah kamu mau karma itu menyiksa kita dan anak-anak kita?” Kata Yogi dengan sungguh tenang.
“Aku bukan sedang berangan-angan. Dulu aku sangat berharap bisa hidup selamanya bersamamu. Tapi Tuhan berkehendak lain. Setelah kamu pergi, Aini datang menghampiriku. Ia membawakan cinta seperti cinta yang aku harapkan darimu. Ini sudah takdir Sri. Kita tidak bisa lagi membantahnya”, sambung Yogi.
Sri mulai lemah dengan kata-kata Yogi.
“Abang mengerti lah sedikit. Sedikiiiit saja. Aku butuh seseorang yang aku cintai. Aku butuh kedamaian sama seprti Sri”lirih Sri.
“Jika kamu ingin mendapatkan cinta seperti Sri, lakukan lah sama halnya yang dilakukan Sri. Kamu sudah punya cinta Sri. Kamu sudah punya Kei. Tapi kamu sendiri yang tidak menyadarinya. Ia membutuhkan pengertianmu”, ajar Yogi dengan penuh harapan agar Sri mengerti denagn keadaan itu.
Lama mereka terdiam membisu karena tidak tau lagi kata-kata yang akan mereka ucapkan. Mereka meresapi perasaan mereka masing-masing.
“Maukah Abang bertemu denganku malam ini?”, tanya Sri menyerah.
“Baik. Nanti Abang tunggu di kedai Buk Syur ya?”, sambut Yogi dengan sedikit was-was.
Tak terasa, malam pun datang menghampiri. Yogi sudah stan by di kedai Buk Syur. Buk Syur sudah ia anggap sebagai Ibunya sendiri. Kalau ada apa-apa, ia kadukan masalahnya sama Buk Syur. Karena orang tuanya jauh di kampong.
Seling beberapa menit saja, Sri pun datang sendirian.
“Ayo masuk Sri”, sambut Yogi.
Setelah Yogi mempersilahkan masuk, Sri duduk di pojokan kedai. Ia terlihat sangat sedih dan terpukul.
“Maafkan aku ya. aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu. Tapi…”, Kata Yogi terpotong karena tangis Sri.
“Tapi apa Bang. Abang sudah menyakiti hatiku. Tidak ku sangka Abang setega itu padaku. Aku hanya seorang wanita Bang”, sedu Sri mulai mengeluarkan air mata.
“Apakah aku tidak sedih melihat Sri dan Kei berjalan bergandengan?”, tanya Yogi sedikit emosi. Sri tersintak dan mengenang masa lalunya waktu Yogi masih sangat mengharapkannya.
“Aku juga kecewa Sri. Tapi itu hanya masa lalu. Sekarang kita sudah punya kehidupan masing-masing”, tenang Yogi.
Sontak, Sri juga terbangun dari angannya. Ia sadar akan kesalahannya di masa lalu. Dulu ia sudah berjanji untuk menerima apapun keadaanya setelah ia memutuskan untuk tidak menerima cinta Yogi.
“Iya. Aku sadar. Aku telah membuatmu terluka. Tapi keputusan itu adalah kebohonganku. Maafkan aku Bang. Maaf”, lirih Sri sambil melipat tangannya memohon meminta maaf.
Hati yogi mulai tergugah melihat Sri. Ia tidak bisa lagi berkata apa-apa. Matanya memerah berlinang air mata. Yang dilakukan Sri akan membuat siapapun terharu. Yogi mulai menyerah dan rasa iba itupun kembali muncul.
“Kamu sudah janjikan kalau hubungan kita hanya rahasia?kita akan tetap pertahankan itu. kamu boleh jalan dengan siapapun, tapi kamu jangan sedih ketika kamu melihat aku dan Aini. Our Secret”, senyum Yogi mengulang kata-kata romantic di atas mobil kemaren.
Sri mulai bangun dari kesedihannya. Ia mulai paham dengan keinginan Yogi. ia mulai paham dengan ijab “our Secret” yang mereka sepakati.
“Iya Bang. Our Secret”, jawab Sri dengan sedikit senyuman. Walaupun ia tidak terima dengan perjanjian itu, tapi apa boleh buat. Itulah jalan terbaik yang bisa ia lakukan saat itu.
Yogi dan Sri merasa puas dengan pertemuannya itu. mereka menemukan ritme hubungan mereka. Sesekali mereka terlihat mesra dan tertawa bersama.
Namun Yogi lakukan itu karena terpaksa. Yang dilakukannya hanyalah pura-pura. Peran yang sangat berat sedng ia mainkan.
***
Hubungan Sri dan Yogi berjalan sudah hampir 5 bulan. Rahasia yang tersembunyi di dalam hati mereka masing masing. Sri tidak lagi merasa cemburu melihat Aini dan Pri idamanny itu, Yogipun tidak ada sedikitpun rasa kecewa melihat Sri dan Kei berhubungan.
Namun kepura-puraan Yogi mulai disadiri oleh Sri. Meskipun Sri mengerti dengan sandiwara Yogi, tapi Sri tidak semudah itu untuk meneyrah. Ia akan tetap menyayangi Yogi dengen sepenuh hatinya.
Kadang Yogi terlihat sangat jenuh dengan sandiwaranya itu. keputus asaannya pun datang menghampiri. Tapi setelah ia tau kalau Sri sudah mengerti kondisinya itu, semangatnya mulai bangkit kembali. Ia mengatur stategi baru agar cintanya dengan Aini tetap bertahan sampai akhir hayatnya dan Sri bisa menerima Kei sebagai pasangan hidupnya.
Hari-hari yang Yogi lalui terasa berat. Keputusan hidup yang mustiia ambil, tapi tetap saja menyakiti salah seorang gadis yang ia cintai itu.
Minggu Pagi, Yogi mengajak Sri untuk berlibur di tepi pantai. Ia ingin menjelaskan semuanya. Ia ingin Sri mengerti kalau ia dan Sri sudah sama-sama memiliki kekasih.
Sripun tidak menolak. Ia bersedia pergi bersantai dengan Yogi ke Pantai. 2 jam perjalanan sudah mereka lalui, Yogi pun menikmati ahri itu terlebih dahulu sebelum menyatakan maksud hatinya itu.
“Dek Sri. Kita sudah punya kekasih. Dek Sri punya pacar yang sangat mencintai Dek Sri. Aku juga sudah punya kekasih yang sangat berharap denganku. Sedangkan kita berjalan berdua tanpa seorangpun yang tau. Kini kita akhiri saja hubungan kita ya Dek”, bajuk Yogi dengan harunya.
Sri yang tadinya bersorak sorai dengan bahagia, kini mengeluarkan air mata. Ia sangat sedih mendengar keputusan Yogi. ia pukul dada Yogi dengan gumpalan tangannya. Ia sangat kesal, tapi rasa sayang itu tidak bisa ia bohongi.
“Kenapa Abang berkata seperti itu?apa yang kurang dari ku bang?”, tangis Sri.
“Kamu tidak salah. Ini bukan salah siapa-siapa Sri. Tapi ini takdir. Takdir yang harus kita terima. Kamu hanrus mengerti Sri”, bujuk Yogi
“Aku sudah sakit Bang. Jangan buat aku semakin sakit”, jawab Sri menyerah.
“Aku tau Sri. Cinta itu tidak akan pernah hilang. Biarlah cinta itu tetap bersemi dihati kita. Hati tidak bisa di bohongi. Untuk mengabadikan cinta, bukan dengan menjalin sebuah hubungan. Tapi biarlah ia mekar disinggah sananya” kata Yogi.
Sri tertunduk lesuh. Ia berlari sambil menangis menelusuri tepian pantai itu meninggalkan Yogi. ia sangat kecewa dengan keputusan Yogi.
Yogi terdiam dan tertunduk pasrah. Ia tidak tau apakah keputusannya ini sangat tepat. Tapi mau tidak mau, keputusannya itu harus tetap ia ambil. Karena ia tidak ingin melukai hati Aini dan menyakiti hatinya untuk kedua kalinya.
Tak lama kemudian ia kejar gadis itu. ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan Sri. Cukup lama juga ia membujuk Sri untuk pulang, tapi Sri tetap bersikeras. Namun karena tidak ada pilihan lain, Sri pun menuruti ke inginan Yogi. dalam perjalanan tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka.
Sesampai di kosan, Sri berlari dengan pilu masuk kosannya. Semenjak saat itu, Yogi tidak pernah lagi melihat Sri. Ia juga tidak mau bertanya kepada siapapun. apalagi kepada Aini. Karena ia tidak mau Aini merasa curiga sedikitpun.
***
Yogi tidak tau harus bagaimana lagi. ia hanya pasrah dengan keadaan itu. kini ia berharap Aini bisa mendampingi hidupnya. Hanya Aini satu-satunya harapan Yogi. Meskipun nama Sri masih tetap abadi di hatinya.
Part 5 dari 15 Part
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H