Mohon tunggu...
Hamid Ramli
Hamid Ramli Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis Lingkungan ingin berkiprah di bidang politik lokal agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguji Komitmen Inggris

6 November 2012   05:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:54 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13521788641288615527

[caption id="attachment_215014" align="aligncenter" width="540" caption="Foto: presidenri.go.id"][/caption]

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baru saja melakukan kunjungan kenegaraan ke Inggris dari tanggal 31 Oktober hingga 2 November 2012. Kunjungan ini atas undangan Ratu Elizabeth II, untuk yang merayakan 60 tahun tahta Elisabeth II sebagai Ratu Inggris.

Kunjungan kenegaraan ini sekaligus juga untuk meningkatkan hubungan kerja sama antara Inggris dan Indonesia di berbagai bidang. Karenanya, Presiden SBY bersama rombongan selain diterima oleh Ratu Inggris, juga diterima Perdana Menteri Inggris David Cameron di kantornya di Downing Street 10, London.

Kepada pers, SBY mengatakan bahwa dalam pertemuan dengan PM Inggris tersebut, juga membahas masalah Papua. Kepada PM Inggris SBY menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara demokratis, bukan Autoritarian.

Menurut Presiden, PM Inggris paham tentang situasi sebenarnya dan menghormati posisi serta sikap Indonesia terkait Papua.

http://www.metrotvnews.com/metronews/newsvideo/2012/11/04/163340/SBY-Inggris-Hormati-Sikap-Indonesia-terkait-Papua/1

Saya sengaja menebalkan bagian-bagian tertentu dalam kalimat di atas, karena di situlah poin penting yang ingin saya utarakan dalam tulisan sederhana ini.

Kita tahu bahwa untuk masalah Papua, banyak negara asing menggunakan standar ganda. Dalam komunikasi diplomatik resmi, mereka mengaku memahami posisi serta sikap Indonesia, tetapi di lapangan ada banyak ornop (NGO) dari negeri mereka mendukung gerakan separatisme dengan kemasan HAM dan demokratisasi.

Australia contohnya, kendati perdana menterinya (Julia Gillard) menyatakan Papua adalah bagian tak terpisahkan dari NKRI, namun para politisi dari Partai Hijau gencar mendukung gerakan Papua merdeka. Belum lagi lembaga-lembaga non pemerintahnya yang secara terang-terangan memberikan support bagi para aktivis Papua merdeka.

Demikianpun Inggris. Di satu pihak Pemerintahnya mendukung posisi Indonesia atas masalah Papua, tetapi di pihak lain, Benny Wenda dan kroni-kroninya diberi tempat dan sangat leluasa mengkampanyekan Papua merdeka. Mantan buronan Interpol yang kabur dari LP Abepura, Papua itu mendapat dukungan anggota parlemen Inggris, dan sejumlah lembaga di Inggris mendonasi kegiatan kampanye Benny ke hampir semua negara Eropa.

Inggris dan Australia boleh dibilang satu kaki dalam masalah Papua. Lain di mulut, lain di hati. Mendukung Indonesia tetapi tidak tulus. Kalau mau tulus, mestinya lembaga-lembaga yang mendukung Papua merdeka, setidaknya ditegus atau jika perlu diberi sanksi. Karena jelas-jelas tidak sejalan dengan etika diplomasi yang dijalankan oleh pemerintahnya.

Kita tunggu saja, pasca kunjungan SBY ke Inggris kali ini, apakah ada upaya signifikan dari Pemerintah Inggris terhadap warganya atau lembaga-lembaga yang selama ini terang-terangan mendukung gerakan separatis Papua.

Jika upaya itu tidak ada, maka pernyataan PM Inggris di atas hanyalah sekadar lips service. Dan Pemerintah kita harus bisa menyikapinya. Semoga…..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun