[caption id="attachment_224099" align="aligncenter" width="505" caption="ilustrasi terorisme (tabloidjubi.com)"][/caption]
Dalam catatan Imparsial, enam bulan pertama di tahun 2012 telah terjadi 24 peristiwa penembakan di Papua. http://www.merdeka.com/peristiwa/24-kasus-penembakan-di-papua-dalam-6-bulan-terakhir.html
Korban tewas dalam peristiwa penembakan itu terbanyak adalah warga sipil (setidaknya 15 orang) yang terdiri dari masyarakat biasa, tukang ojek, penumpang angkutan umum, seorang satpam,PNS, Wartawan dan seorang warga asing. Selain 15 warga sipil, juga ada 2 anggota Polri, 1 anggota TNI dan 2 anggota OPM dilaporkan tewas tertembak. Belum terhitung korban luka-luka.
Enam bulan berikutnya, berdasarkan catatan Okezone, telah terjadi beberapa aksi kekerasan berskala besar. Diawali dengan penembakan terhadap tokoh KNPB Mako Tabuni pada 14 Juni 2012, penembakan terhadap seorang anggota Polres Paniai, di ujung Bandara Enarotali, pemboman Gedung DPRD Jayawijaya di Wamena, penyerangaan Mapolsek Pirime, Lany Jaya yang menewaskan 3 anggota Polisi dan penembakan tiga nelayan di Raja Ampat.
http://kaleidoskop.okezone.com/read/2012/12/26/349/737181/tahun-berdarah-di-bumi-cendrawasih
Versi ELSHAM Papua, sepanjang tahun 2012, telah terjadi 45 aksi penyerangan oleh OTK, telah menewaskan 34 orang, melukai 35 orang dan menimbulkan trauma terhadap 2 orang. http://tabloidjubi.com/?p=7298
Penerapan UU Terorisme
Tingginya tingkat kekerasan bersenjata di Papua sebagaimana digambarkan di atas, membuat pimpinan Polri mengambil langkah tegas. Selain upaya penegakan hukum yang telah dilakukan selama ini, lebih-lebih pasca pergantian Kapolda Papua ke tangan Irjen Pol. Tito Karnavian.
Sejumlah tokoh yang terbukti berada di balik aksi kekerasan bersenjata sekaligus sebagai pelakunya sudah diciduk dan kini tengah menjalani proses hukum. Ada juga yang tewas tertembak lantaran melakukan perlawanan ketika ditangkap, seperti Mako Tabuni dan Hubertus Mabel.
Kendati demikian, aksi kekerasan toh belum reda juga. Hal ini membuat Pimpinan Polri di Jakarta menempuh langkah lain, yakni akan menerapkan UU Terorisme bagi para pelaku aksi kekerasan bersenjata. Hal itu diungkapkan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman, bahwa pihaknya akan menggunakan Undang-undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme terkait aksi-aksi penembakan yang sering terjadi di Papua.
Menurut Sutarman, tidak ada alasan bagi kepolisian untuk tidak menggunakan UU tersebut. Pihak-pihak yang tidak berwenang membawa senjata api dan membuat ketakutan bisa dimasukan dalam kategori teroris. Ia mengaskan, pelaku penembakan terhadap orang-orang yang tidak bersalah akan dikenakan pasal terorisme sama seperti pelaku-pelaku di daerah lain seperti Solo, Jawa Tengah, Poso dan lainnya.
Wacana ini kontan mendapat tanggapan negatif dari Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti yang mengatakan bahwa UU Teroris tidak terpat diberlakukan di Papua, karena justru akan semakin memanaskan situasi politik Papua.
Menurut Poengky, Penerapan UU Teroris rawan melanggar HAM, karena definisi teroris yang terlalu luas. Dirinya khawatir akan banyak kasus penyiksaan dan salah tangkap. http://zonadamai.wordpress.com/2012/12/24/uu-teroris-akan-memanaskan-situasi-politik-papua/
Penolakan juga datang dari Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magay. Menurutnya, jika ada temuan tentang kepemilikan senjata dan amunisi serta bahan peledak, itu didatangkan dari luar sehingga aparat harus mengintensifkan pengamanan dan pemeriksaan di pelabuhan laut dan bandara.
Tidak Gegabah
Saya kira, Polda Papua tidak akan begitu saja menerapkan pasal terorisme. Aspirasi penolakan sebagaimana disuarakan Poengky Indarti dan Ruben Magay pasti akan dipertimbangkan. Benar bahwa di Papua masih terdapat banyak kelompok yang belum sejalan dengan Pemerintah. Namun tidak semua menggunakan cara-cara kekerasan untuk menyatakan sikapnya.
Karenanya, Pasal Terorisme baru akan digunakan manakala semua upaya-upaya persuasif dan upaya penegakan hukum ternyata tidak efektif lagi. Pasal ini hanya digunakan untuk mengatasi situasi darurat yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok yang melawan Pemerintah yang sah dengan menggunakan senjata, bom dan sejenisnya.
Artinya, sasaran penerapan UU Terorisme sangat spesifik. Mengutip pernyataan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman, hanya bagi pihak-pihak yang tidak berwenang membawa senjata api dan membuat ketakutan, dan para pelaku penembakan terhadap orang-orang yang tidak bersalah, sama sepertipelaku-pelaku di daerah lain seperti Solo, Jawa Tengah, Poso dan lainnya. Sangat mungkin, motif di Solo dan Poso berbeda dengan di Papua, tetapi modus dan dampak yang ditimbulkan sama.Untuk tujuan itulah UU Terorisme dibuat dan diberlakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H