Belakangan ini beredar luas pesan berantai melalui media sosial terkait isu pembagian kaos gratis bergambar 'palu arit'. Ada 102 ribu kaos yang dibagikan, kata penyebar isu itu. Konon, pembagian ratusan ribu kaos berlambang PKI itu sudah dilakukan sejak 9 Mei, bertepatan dengan HUT PKI. Jumlah 102 ribu kaos itu merujuk pada angka 102 yang diyakini sebagai HUT Partai Komunis.Â
Bersamaan dengan itu, (tampaknya memang sudah di-setting seperti itu) beredar pula tulisan atau opini, yang juga disebar melalui media sosial bahwa keluarga Presiden Joko Widodo terlibat PKI. Orang tua Presiden Jokowi dituding sebagai kader PKI di Giriroto, Boyolali. Presiden Jokowi dan Hendropriyono (mantan Kepala BIN) dituding telah menyembunyikan identitas dan latar belakang orang tua Jokowi sebagai tokoh PKI Giriroto, Boyolali.
Jika tudingan itu benar, mestinya sejak awal ketika Jokowi mencalonkan dirisebagai pejabat negara, riwayat keluarga Jokowi pasti sudah tercium oleh lembaga intelijen. Apalagi, ketika Jokowi mencalonkan diri sebagai Presiden RI, tentu semua cacat-cela dan riwayat keluarganya sudah tercatat rapi di file-file penting institusi intelijen.
Cobalah tengok ketentuan Pasal 29 UU Intelijen (UU No. 17 tahun 2011). Pada butir d dan e secara jelas mengatur tugas Badan Intelijen Negara, yaitu:
d. membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orangdan/atau lembaga asing; dan
e. memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamananpenyelenggaraan pemerintahan
Dengan fungsi seperti itu, tentu Jokowi tidak akan lolos sebagai calon Presiden pada Pilpres 2014 yang lalu. Institusi intelijen tentu sudah melakukan penelusuran terhadap lembaga-lembaga dan mempelajari dokumen-dokumen terpercaya mengenai keanggotaan PKI. Â
Faktanya, media tidak pernah memberitakan bahwa pencalonan Jokowi sebagai presiden pernah berurusan dengan rekomendasi institusi intelijen mengenai 'bersih diri' dan 'bersih lingkungan'. Dengan demikian, isu bahwa Presiden Jokowi maupun orang tuanya sebagai tokoh atau kader PKI, hanyalah mengada-ada atau hoax. Bahkanlebih dari itu, adalah fitnah.
Ancaman Pidana
Terkait hal ini, Presiden Jokowi pada 10 Mei 2016 sudah mengeluarkan perintah kepada aparat yang berwenang untuk melakukan pendekatan dan/atau tindakan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat. Dasar hukum yang dapat digunakan oleh aparat negara adalah TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larangan ideologi komunis di Indonesia dan UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab UU Hukum Pidana yang berkaitan Dengan KejahatanTerhadap Keamanan Negara.Â
Menurut Pasal 107 a UU No.27 tahun 1999 tersebut, pelaku penyebaran paham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 12 tahun.