[caption id="attachment_198507" align="aligncenter" width="549" caption="Foto : dok. pribadi"][/caption]
Bukan hanya legenda, bahwa Papua adalah surga bagi para pecinta keindahan. Keindahan Papua ibarat Taman Firdaus yang diciptakan Sang Khalik. Kesuburan Tanah Papua juga bukan hanya isapan jempol. Bidikan kamera saya di bawah ini hanyalah salah satu cara untuk mengaguminya.
Kekaguman saya itu hanyalah pengulangan dari kekaguman yang sama oleh para pendatang bangsa Barat pada puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Sebagian dari mereka bahkan rela tinggal berlama-lama dan ingin wafat diatas Tanah ini. Mengapa? karena Papua adalah Beata Terra (Tanah yang diberkati).
Saya coba membawa imajinasi Kompasianer untuk menyusuri ‘Beata Terra’ ini dari timur ke Barat, dari Kota Jayapura menuju Bandara Sentani, melewati kota-kota penyangga Jayapura City seperti Entrop, Abepura dan Waena. Supaya tidak terlewatkan, Kompasianer silahkan mengklik URL berikut yang menyajikan keindahan Kota Jayapura : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/08/05/papua-beata-terra-bagian-1/
[caption id="attachment_198509" align="aligncenter" width="567" caption="Foto : dok. pribadi"]
[caption id="attachment_198508" align="aligncenter" width="545" caption="Foto : dok. pribadi"]
[caption id="attachment_198515" align="aligncenter" width="617" caption="foto : dok. pribadi"]
[caption id="attachment_198517" align="aligncenter" width="599" caption="foto : dok.pribadi"]
Tahun 1962 bandara Biak diserahkan Belanda ke badan PBB UNTEA (United Nations Temporary Executive Administration) untuk memperlancar pelaksanaan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat). Tahun 1969, UNTEA menyerahkannya ke tangan Indonesia.
Tahun 1984, Bandara Biak diberi nama Frans Kaisiepo. Nama itu diambil dari nama seorang tokoh Papua yang lahir di Wardo, Biak pada tanggal 10 Oktober 1921. Ia adalah salah seorang peserta Konferensi Malino tahun 1964 dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Papua (hingga 1973). Frans Kaisiepo pulalah yang pertama kali mengusulkan pengunaan nama “Irian” sebagai pengganti “Papua”, meski belakangan dikembalikan ke nama semula. (Dalam bahasa Biak, Irian berarti ‘beruap’).
Frans wafat tanggal 10 April 1979 pada usia 57 tahun, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura. 14 tahun kemudian, tepatnya pada 10 November 1993 Bangsa Indonesia mengukuhkannya sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya membangun Papua dalam bingkai NKRI.
Frans Kaisiepo telah tiada, namun semangat Merah Putih dari Biak hingga Jayapura sangat nampak, melalui pembangunan fisik dan non fisik yang terus menggeliat. Maka sebagai bangsa, mari kitalanjutkan perjuangan para Pahlawan membangun bangsa ini dariAceh hingga Papua serta terus menjaga dan melestarikan keindahannya sebagai Tanah yang Diberkati Tuhan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H