[caption id="attachment_163441" align="aligncenter" width="532" caption="ilustrasi : rnw.nl"][/caption] Awal pekan ini seorang Wakil Rakyat dari Papua, Johannes Sumarto (Anggota DPRP) mengungkapkan kekecewaannya atas pernyataan tidak bijak seorang tokoh masyarakat dari Tanah Papua, yaitu Forkorus Yaboisembut (terdakwa kasus makar yang saat ini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura) yang dalam sidang tersebut menolak disebut sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Forkorus bersama empat rekannya sesama pesakitan kasus makar itu secara tegas mengakui bahwa mereka bukan Bangsa Indonesia, tetapi Bangsa Papua dan negara mereka adalahnegara republik federasi Papua Barat (NRFPB) dimana Forkorus adalah presidennya. Menurut Johanes Sumarto,hukuman bagi Forkorus dkk akan lebih ringan jika merekamengakui sebagai WNI. Hal ini sangat menguntungkan bagi Forkorus Cs agar hukumannya bisa lebih ringan dari pada mengatakan bukan Warga WNI. Jika tidak, maka hukuman bagi mereka akan semakin berat karena telah melakukan tindakan makar di dalam NKRI, karena tanah Papua berada dalam wilayah kedaulatan NKRI.
http://zonadamai.wordpress.com/2012/02/16/tolak-sebagai-wni-sama-dengan-makar/
Indonesia adalah sebuah Negara yang berdaulat. Sebagai sebuah negara, Indonesia telah memenuhi sejumlah syarat, yakni berdaulat atas rakyatnya, atas wilayah dari Sabang sampai Merauke, dan memiliki pemerintahan yang sah (syarat primer), serta telah mendapatkan pengakuan dari negara lain (syarat sekunder).
Mengenai Warga Negara Indonesia, substansinya telah diatur dalam UUD 1945 dan secara lebih rinci diatur dalam UU No. 12 Tahun 2006.
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945, mengatur bahwayang menjadi Warga Negara ialah orang-orang bangsaIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkandengan undang-undang sebagai Warga Negara.
Ketentuan seperti ini memberikan penegasan bahwa untuk orang-orangbangsa Indonesia asli secara otomatis merupakan Warga Negara. Sedangkan bagi orang-orang bangsa lain untuk menjadi Warga Negara Indonesia harus disahkan terlebihdahulu dengan undang-undang.Pertanyaannya,apa yang menjadi ukuran atau kriteria seseorang itudikategorikan sebagai orang-orang bangsa Indonesia asli? Dan mengapa bagi orang-orang yang ingin menjadiWarga Negara Indonesia harus disahkan dengan undang-undang? Pertanyaan ini muncul karena Pasal 26 ayat (1) UUD1945 memang menimbulkan kerancuan sekaligus mengandung nuansa diskriminatif.
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 pada hakikatnya menimbulkandua persoalan sosiologis dan yuridis di bidang kewarganegaraan, yaitu:
1.Pemahamanorang-orang bangsa Indonesia asli menimbulkan penafsiran yang ambigu, yakni dapat dipahami sebagai:
- Orang-orang berikut keturunannya yang telah ada diIndonesia semenjak Indonesia menyatakankemerdekaanpada tanggal 17 Agustus 1945; atau
- Orang-orang yang sejak peradaban Indonesia terbentuksudah ada di bumi Nusantara ini. Termasuk dalam haliniadalah golongan Meganthropus Palaeojavanicus(manusiaterbesar tertua di Jawa) yang fosilnya diketemukan olehRalp Von Koenigswald di Sangiran Jawa Tengah; atau
- Orang-orang yang pada prinsipnya dianggap cikalbakalatau nenek moyang pembentuk bangsa Indonesia yangberarti ditinjau dari aspek rasnya; atau
- Orang-orang yang dalam sejarah bangsa Indonesiaberasaldari Yunan Selatan di daratan Cina serta pedagang dariGujarat.
Keempat penafsiran semacam ini, dalam dataranhukum jelas sulit untuk dilacak dan dibuktikan, karenayang disebut "bangsa asli" sering hanya dikaitkan denganaspek fisiologis manusia, seperti warna kulit, bentukwajah. Padahal dari aspek fisiologis manusia ini juga dapatdirekayasa melalui berbagai cara, entah karena alam ataurekayasa genetika sepertikloning.
Ambigusitas kriteria orang-orang bangsa Indonesia aslitersebut tidak akan terjadi apabila keaslian yang dimaksuddisini adalah menyangkut keaslian tempat kelahiran (original born citizen), bukan keturunan.
2.Ketentuan Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menyiratkan adanyadua kelompok Warga Negara Indonesia, yaitu kelompok Warga Negara asli dan kelompok Warga Negaraketurunan yang pada akhirnya berakibat pada pembedaanperlakuan bagi Warga Negara.
Jika hal ini terus menerusdilakukan maka pada akhirnya jelas akan menghambatproses integrasi bangsa Indonesia.
(Bersambung)
Pada bagian kedua kita akan diajak untuk memahami arti pentingnya status kewarganegaraan seseorang, kaitannya dengankonsekwensi logis bagi Forkorus dkk jika tetap bersikeras tidak mengakui sebagai WNI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H