Mohon tunggu...
Hariyanto Rangkuti
Hariyanto Rangkuti Mohon Tunggu... -

Mendidik dengan Pena

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

UN Tidak Lagi Sebagai Alat Penentu Kelulusan

2 Januari 2015   15:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:58 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Para guru sambut hangat keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan yang menyatakan bahwa UN tidak akan dijadikan sebagai alat pengukur kelulusan,melainkan untuk pemetaan. Namun, bukan berarti UN dikerdilkan tanpa taring, guru dan sekolah dituntun serius melakukan penilaian.

Sebagaimana yang diungkapkan Anies Baswedan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa pada tahun 2015 ini hasil UN akan dijadikan sebagai alat pemetaan kondisi pendidikan di Indonesia, dan bukan sebagai penentu kelulusan. Keputusan ini tentu merubah kebijakan sebelumnya yang menjadikan UN sebagai penentu kelulusan.

Dari keputusan ini maka bisa jadi UN yang dulunya menjadi hal yang menakutkan bagi para siswa dan guru akan berubah, tidak ada lagi siswa yang stress sesaat akan menempuh UN. Namun, ada hal yang berat yang harus dipikul sekolah untuk menentukan penilaian yang tepat dan reliable. Pasalnya sekolah sejauh ini menganggap gampang nilai dan penilaian bagi setiap siswa-siswinya. Guru harus dituntut mampu menyajikan penilaian yang sesuai dengan kondisi siswa baik berdasarkan ranah kognitife, afektif, dan sikomotoriknya.

Jika sekolah dan para guru belum menentukan instrument dan patokan penilaian yang akan digunakan sebagai alat penentu kelulusan siswa-siswinya maka bisa dipastikan kondisi pendidikan Indonesia akan jalan ditempat bahkan bisa jadi terkesan mundur. Bukan hal yang mudah bagi para pelaku pendidikan di persekolahan menjalani amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 62 yang berisi UN sebagai pemetaan, UN bukan untuk mengevaluasi peserta didik.

Jangan sampai kepetusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang UN yang tidak lagi sebagai alat penentu kelulusan disambut picik oleh pemikiran sebagian guru yang mengkerdilkan UN dan menganggap keberadaannya nanti tak segarang dulu, sehingga guru terkesan asal-asalan, merasa tenang, dan bebannya hany tinggal menentukan nilai yang akan diterima oleh siswa kemudian siswa tersebut akan dinyatakan lulus. Sungguh, apabila hal ini terjadi maka lulusan kita di 2015 ini tidak akan berisi dan tidak akan memiliki kompetensi yang dapat mewarnai dunia gelobal. Dan Indonesia gagal merai generasi Emasnya.

Seharusnya sejak putusan Menteri ini dikeluarkan seluruh kompenen yang terlibat di dalam sekolah mulai memasang niat memperbaiki semua proses pembelajarannya mulai dari infrastruktur, fasilitas, media pembelajaran, dan guru itu sendiri. Kemudian mulai menentukan kompenen penilainya yang komperhensif dari semua aspek yang tertanam para diri siswa tersebut baik secara akademis, social, dan sikap. Bila perlu keputusan lulus tersebut berdasarkan hasil putusan seluruh guru tidak hanya dari hasil nilai yang diberikan wali kelasnya.

Semoga kebijakan Menteri pendidikan dan kebudayaan yang menajdikan UN sebagai alat pemetaan kondisi pendidikan Indonesia dapat memperoleh hasil yang maksimal. Sehingga dapat dijadikan evaluasi nasional yang dapat melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kenidisi real Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun