*Empat Hari Kenal, Dan Aku Terjebak ke Dunia Malna
Aku Mengenang tatkala puisi kujadikan sebagai senjata sakti untuk memujuk hati gadis mungil berbau keringat cahaya matahari. Aku tulis lariknya menuju bait, kemudian bersatu menjadi utuh. Tak lupa aku buat rima A-A-A-A atau A-B-A-B agar indah saat kubacakan di depan wajahnya.
Ku lantunkan untukmu sebuah madah penyejuk hati
penyejuk hatiku yang terlena melihat senyumanmu
Wahai malaikat kecil utuh menjelma di hadapanku ini
Apakah kau jawaban yang kutanya di setiap doaku
Entah apa yang merasuki pemikiranku, entah apa yang terekam dalam memoriku, di usia belia itu aku bisa menciptakan sebuah kalimat permainan kata orang dewasa.
Ternyata itu semua ulah Bapakku yang selalu memutarkan lagu-lagu indah dari tape radio Plytron Grand Bazzoke, mendendangkan senandung penggugah hati demi satu tujuan, memikat para primadona.
“Buang yang keruh, ambil yang jernih baru teguh peribadi” (P.Ramlee-Saloma, Sedangkan lidah lagi tergigit).
Kini, Aku bercengkrama lagi dengan puisi. Malna, siapa dia?