Mohon tunggu...
Haqique Achmad
Haqique Achmad Mohon Tunggu... Relawan - Penulis Lepas

Luluh lantak di Dunia Maya, Mencari Arah di Dunia Nyata

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Sedikit Resensi dan Secuil Diskusi Buku Terakhir Amrozi

16 Maret 2015   17:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426502428869038723

“Apakah saudara terdakwa menyesal dengan perbuatan ini?”

“Menyesal, Pak Hakim!” Jawab saya.

“Kenapa menyesal?” Tanya Majelis Hakim Thagut lagi.

Kemudian dengan tersenyum saya jawab:

“Kok,Cuma 200 lebih yang mati?”

Satu wadah pikiran seseorang akan berbeda dengan orang lain. Itu sudah menjadi realita di dunia. Satu pendapat bertentangan dengan pendapat lain. Tidak semua bisa dijadikan kawan sekompak. Ada hal-hal yang memang butuh teman lain untuk menyetujui satu hal yang serempak disetujui.

Hal-hal itulah yang terkadang menjadi manusia sentimen. Ada yang beringas menolak, ada yang fanatic percaya. Tapi itulah hidup, takkan bisa kita samakan fikiran kita kemudian harus disetujui oleh orang. Tidak, tentu tidak. Ada saja yang tidak sama. Walau terkadang ia satu ras, satu agama, satu konstituen, bahkan satu negara.

Seperti halnya hari ini. Kemarin, terlihatku satu buku yang dipegang seorang teman. Awalnya ia memberikan buku ini sebagai sedekah khazanah ilmu kepada teman-teman lain untuk dijadikan referensi di lemari perpustakaan mini. Ketika itu juga aku pinjam buku ini. Karena melihat judul dan foto sampul depan. Membuatku penasaran.

‘SENYUM TERAKHIR SANG MUJAHID’. Ya, judulnya menarik bukan. Jika boleh kita artikan, SENYUM TERAKHIR mengindikasikan bahwa buku ini bercerita riwayat orang yang sudah tiada. Ditambah kata SANG MUJAHID, terbayang orang tersebut adalah pahlawan yang gugur saat berusaha menolong agama Allah. Dan ternyata, satu per satu halaman berlalu.

Buku ini ditulis oleh Amrozi bin Nurhasim. Tentu nama ini sudah taka sing lagi bagi kawan-kawan. Ya, almarhum adalah salah satu dari tiga terdakwa tragedi Bom Bali 12 Oktober 13 tahun silam. Beliau dieksekusi di LP Nusakambangan Jawa Tengah. Dan dimakamkan di tanah kelahirannya, di desa kecil katanya di bukunya ini, Desa Tenggulun, desa yang mendadak terkenal bukan hanya nasional, tapi internasional, di daerah Jawa Timur.

Sebenarnya bisa dikatakan aku ini rada telat. Ya, buku ini sejatinya sudah diterbitkan di tahun 2009 oleh penerbitnya, Arrahmah Media. Tapi itulah ilmu, tidak ada kata terlambat untuk siapa yang mau terus membaca sebagai penambah khazanah pengetahuan. Sama halnya ketika ku baca buku ini. Menarik jika aku menuliskan apa yang ada di kepalaku setelah membaca buku ini. Mengingat menulis adalah hal yang harus aku prioritaskan. Pak Pramoedya mengingatkanku akan pentingnya menulis.“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Dari sinilah aku berkeyakinan dalam hidupku, biarlah aku tidak pintar, tidak pandai, yang penting aku selalu menulis.

Kembali ke buku Alm. Amrozi, aku tidak akan menulis dan menceritakan apa yang ada di buku ini, karena aku berkeyakinan sudah banyak yang membaca buku ini dan pula menulisnya di resensi masing-masing penulis. Menarik jika aku mengambil sudut pandang yang berbeda. Ya, sudut pandang dari opiniku setelah membaca. Agar aku mengingat apa yang keluar dari fikiranku ini.

Setelah membaca buku ini, opini pribadiku bermain. Bermain karena setelah membaca buku ini, aku langsung menelusuri alam fikiranku tentang sikap penulis buku yang tidak segan-segan dan tanpa ada rasa penyesalan membunuh kafir yang dianggapnya sebagai musuh besar yang harus dibinasakan. Beliau beranggapan bahwa itulah tugas seorang muslim. Harus membela agama Allah untuk jihad fi sabilillah. Tentu itu pendapat beliau dengan dalil-dalilnya. Seperti yang ku ulas di awal tulisan, pendapat orang tidak sama. Tentu masing-masing punya argument terkait kehidupannya dan kebenaran masing-masing. Begitu juga aku.

Terkait dengan bom, baik itu bom yang diletakkan secara sembunyi-sembunyi ataupun bom bunuh diri adalah tindakan yang tidak gentle, pengecut. Dalam kisah, aku belum pernah membaca bahwa Rasulullah melakukan hal semacam itu. Yakni menyerang musuh dikala musuh tidak mengetahui apa-apa. Yang kuketahui adalah, bahwa Rasulullah melakukan perang terhadap kafir secara terang-terangan dan diketahui musuh. Rasulullah membuat strategi perang. Bukan dengan sembunyi-sembunyi. Apalagi sampai bunuh diri. Padahal Islam mutlak mengharamkan bunuh diri, apapun alasannya. Seperti yang dinukil oleh Imam Az-Zahabi dalam Kitabnya Dosa-dosa Besar.

Yang paling menarik adalah, di buku ini, beliau menisbatkan diri bermanhaj salafiyah. Beliau tidak melakukan qunut saat subuh, beliau tidak yasinan, tahlilan di malam jumat, beliau tidak tawassul ke kuburan keramat, beliau tidak melakukan haul-haulan. Beliau mengikuti ayah beliau yang memang anti bid’ah. Mengapa menarik? Karena hal itu juga saya tidak kerjakan dikarenakan saya menisbatkan diri kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah berdasarkan pemahaman Salafus Shalih, yakni Sahabat Rasulullah, Tabiin, Tabiut Tabiin, dan para ulama yang berjalan di atas pemahaman mereka (Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin).

Yang membedakan pemahamannya dengan yang aku pelajari adalah masalah kafir mengkafirkan, kemudian masalah Jihad Fi Sabilillah. Membunuh seluruh kafir baginya adalah sebuah keharusan, menurut buku ini. Tapi tidak denganku, Kafir Mengkafiri adalah urusan para ulama yang dijamin keilmuannya dan keshahihannya, kemudian mengharamkan memerangi kafir yang menurut kriteria Rasulullah dilarang untuk diperangi. Mereka ialah Orang kafir harbi (al-muhâribîn), Orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin (ahlu al-‘ahd), Orang kafir ahlu dzimmah (adz-dzimmi). Ini yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Ahkâm Ahli Dzimmah. (http://almanhaj.or.id/content/2569/slash/0/apakah-semua-orang-kafir-sama/).Jika ada yang rajin kafir mengkafirkan, halal darah seluruh kafir, saya pastikan itu bukan salafi yang dikatakan orang WAHABI, tapi itu adalah orang-orang KHAWARIJ.

Kemudian, dibuku ini, beliau memaparkan bagaimana beliau mendapatkan bahan-bahan sebagai alat untuk membuat bom, mendapat senjata, dan lain sebagainya. Beliau juga memaparkan perihal perang yang mengatasnamakan agama, seperti perang di Ambon, Tragedi di Poso, pengeboman tempat ibadah, dan alur cerita singkat bagaimana ia mengebom 2 diskotik sekaligus di Bali. Namun pertanyaan saya adalah mengapa mereka targetnya? Mengapa tidak langsung one by one? Baku hantam terang-terangan. Mengapa sembunyi-sembunyi? Belum tentu kafir yang menjadi korban adalah orang yang anti Islam. Apalagi ada orang Islam yang menjadi korban. Bagaimana pandangan mereka?

Bahkan saat itu agama Islam menjadi momok yang menyeramkan bagi kaum kafir, bom Bali adalah lanjutan dari tragedy WTC di Amerika tahun 2001. Padahal Islam adalah agama yang damai, yang tidak mengajarkan kekerasan. Teroris adalah teroris. Teroris bukan Islam.

Pesan yang disampaikan beliau adalah mengebom adalah tindakan benar sebagai seorang Mujahid. Beliau berkeyakinan apa yang dilakukannya benar karena di buku ini beliau menuliskan hal-hal yang menakjubkan menurutnya sehingga ia yakin bahwa Allah telah menunggunya sebagai mujahid. Wallahu A’lam, Surga dan Neraka untuk Hambanya itu Hak Allah. Tidak ada satu manusia pun yang bisa menjamin seseorang ditempatkan dimana nanti di akhirat. Fatimah, anak Nabi saja diperingatkan oleh Rasul bahwa tidak ada yang bisa menjaminnya di akhirat nanti. Bayangkan, anak Nabi kawan2, bukan yang lain. Jadi, jangan percaya dengan orang yang bilang antum2 sekalian dijamin masuk surga jika mengikutinya.

Sudahlah, beliau sudah tidak di dunia yang fana ini lagi. Sebagai sesama muslim, tidak boleh bersuuzon. Saya turut mendoakan agar kita semua selalu jauh dari marabahaya, serta jauh dari kesesatan dan kenistaan. Hukum sudah dijalankan. Walau Amrozi Cs tidak dibela oleh para aktivis HAM atas eksekusi matinya. Tidak seperti duo Bali Nine dimana Perdana Menteri Australia dan Menteri Luar Negerinya mati-matian membela HAM. Begitu juga dunia pun membela duo Bali Nine. Tapi tidak dengan Amrozi Cs. Hehehe,,

Terakhir, harapan saya kepada kawan2 non-muslim, jika ada sebagian dari kami yang tega melakukan kekerasan sampai meneror dengan berkilah bahwa itu ajaran Islam, mohon tidak dihiraukan. Karena Islam adalah agama damai. Jika terjadi, jangan salahkan Islam. Tapi salahkan individu atau kelompok yang melakukan tindakan teror tersebut. Islam hanya topeng mereka saja.

Salutnya lagi, mereka, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudra tidak meminta grasi kepada Presiden RI. Saya heran, mereka tidak seperti narapidana lain yang mengemis minta grasi kepada Presiden, bahkan ketika Presiden menolak, Presiden kemudian diserang habis-habisan. Tidak dengan Amrozi, beliau menukil bahwa meminta grasi kepada Presiden yang menganut paham demokrasi adalah Syirik, Haram, dan Penghinaan. Kemudian meminta grasi adalah hal yang dilarang karena hukum yang dipakai di negara ini adalah hukum thogut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun