Pendidikan di Indonesia kini memasuki fase baru di era digital, melalui teknologi yang menjadi tulang punggung pembelajaran pada berbagai jenjang. Pascapandemi, sistem pendidikan kita bergerak menuju integrasi yang lebih mendalam dengan teknologi sehingga menghadirkan tantangan dan peluang tersendiri. Meski demikian, kondisi ini belum merata.Â
Di satu sisi, muncul harapan bahwa teknologi mampu menjadi alat penyeimbang dan pemberdaya dalam Pendidikan. Namun, di sisi lain, kesenjangan akses serta keterampilan menjadi hambatan yang perlu segera diatasi.
Kehadiran teknologi memang menjanjikan pendidikan yang lebih inklusif dan interaktif. Namun, apakah seluruh siswa di Indonesia dapat merasakan manfaat ini secara merata?Â
Faktanya, banyak siswa di daerah terpencil masih kesulitan mengakses perangkat pembelajaran digital dan koneksi internet yang memadai. Ketika siswa di perkotaan dapat belajar melalui video pembelajaran berkualitas atau mengikuti kelas daring, banyak siswa di pelosok hanya dapat mengandalkan materi cetak, bahkan kesulitan memperoleh buku teks.
Kesenjangan ini harus segera diatasi melalui peningkatan infrastruktur dan subsidi perangkat teknologi bagi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Pemerintah dan sektor swasta perlu menjalin kemitraan strategis yang berfokus pada distribusi akses teknologi. Di samping itu, penguatan jaringan internet di daerah terpencil harus menjadi prioritas nasional.
Selain masalah akses, literasi digital juga menjadi isu krusial. Banyak tenaga pendidik dan siswa belum sepenuhnya siap menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran. Tidak jarang, pendidik di daerah masih ragu memanfaatkan aplikasi pembelajaran daring serta kurang terampil dalam menggunakan perangkat digital. Kondisi ini menyebabkan pembelajaran kurang efektif dan bahkan dapat mengurangi minat belajar siswa.
Pemerintah dan institusi pendidikan harus berfokus pada penyediaan pelatihan literasi digital berkelanjutan, baik bagi pendidik maupun siswa. Peningkatan literasi digital ini sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi digunakan sebagai alat bantu pendidikan, bukan sekadar formalitas.
Teknologi memang membawa banyak manfaat, tetapi jika tidak diawasi, dapat menimbulkan dampak negatif bagi generasi muda. Ketergantungan pada gadget, misalnya, berisiko menurunkan interaksi sosial anak-anak. Selain itu, konten yang tidak pantas atau hoaks yang marak di media sosial dapat menghambat perkembangan karakter dan pemikiran kritis mereka.
Dalam hal ini, pendidik dan orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa anak-anak tidak hanya memperoleh akses, tetapi juga pemahaman yang tepat tentang cara menggunakan teknologi secara bijak. Pendidikan tentang literasi media dan kesadaran etika digital perlu ditanamkan sejak dini agar mereka memahami risiko dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi.