Mohon tunggu...
Haqimah Shafa Salsabilla
Haqimah Shafa Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

💮💮💮

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Tradisi Budaya Jawa Petungan Sebagai Penentuan Tanggal Pernikahan

9 Desember 2023   19:19 Diperbarui: 9 Desember 2023   19:28 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hingga saat ini, sebagian besar masyarakat Jawa masih menerapkan tradisi dan kebudayaan Jawa sebagai pedoman kehidupan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulder (2001) dalam (Latif, 2016) mengemukakan bahwa tradisi Jawa awalnya berasal dari adanya pemikiran kosmologi, mitologi, dan mistisisme pada budaya Jawa dan hingga saat ini menjadi salah satu pedoman dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Terdapat banyak jenis lain dari kalender yang biasanya kita kenal sebagai kalender masehi, yaitu salah satunya kalender Jawa. Bagi sebagian masyarakat Jawa, kalender Jawa tidak hanya digunakan sebagai pengingat hari seperti kalender lainnya, namun kalender Jawa juga digunakan sebagai perhitungan dari baik atau buruknya hari berdasarkan perhitungan kalender.

Dalam masyarakat Jawa berkembang salah satu budaya yang masih banyak diterapkan hingga saat ini, yaitu tradisi petungan. Tradisi petungan adalah salah satu tradisi dalam budaya Jawa yang digunakan untuk mempertimbangkan kapan dilakukan segala kegiatan masyarakat Jawa menggunakan perhitungan tanggal pada kalender Jawa (Latif, 2016). Petungan yang berkembang di masyarakat Jawa membahas mengenai penjelasan akan baik atau buruknya waktu tertentu untuk melakukan suatu kegiatan.

Petungan yang masih diterapkan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini dapat membuktikan gambaran bagaimana kehidupan masyarakat Jawa yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan, anggapan positif masyarakat Jawa mengenai budaya petungan, serta bagaimana kepercayaan masyarakat Jawa akan adanya kekuasaan Sang Pencipta dalam penentuan nasib yang dibuktikan dengan dilakukannya penentuan waktu berdasarkan petungan. Petungan sebagai salah satu petimbangan dalam menentukan keputusan pada masyarakat Jawa memiliki hubungan yang erat dengan hal-hal mengenai mistis dan juga pengetahuan pada aspek spiritual, serta pengalaman selama hidup (Latif, 2016).

Petungan yang hingga saat ini masih diyakini oleh masyarakat Jawa untuk menentukan tanggal pernikahan menjadi salah satu bentuk contoh dari adanya psikologi ulayat (indigenous psychology) yang memberikan gambaran tentang pandangan dan pemahaman masyarakat Jawa yang dilihat melalui aspek psikologi. Pernikahan menurut pandangan adat Jawa merupakan disatukannya dua keluarga yang dianggap sebagai salah satu bentuk dari meneruskan tradisi Jawa, serta pernikahan mempunyai makna secara simbolis sebagai bentuk perwujudan dari doa kedua mempelai supaya dapat mendapatkan pasangan yang terbaik (Simamora et al., 2022). Tradisi petungan kebanyakan digunakan sebagai penentu "hari baik" dalam pelaksanaan pernikahan pada masyarakat Jawa. Menurut Danandjaja (1988) dalam (Latif, 2016) mengemukakan bahwa penggunaan petungan dalam budaya masyarakat Jawa merupakan suatu perwujudan bahwa tradisi petungan menggambarkan bagaimana karakteristik masyarakat Jawa dalam melakukan tindakan, kepribadian, dan bersikap.

Pada umumnya dalam penentuan dalam mengambil keputusan menggunakan pemikiran yang rasional, prediktif, dan akurat, namun dalam Endraswara (2016) dalam (Latif, 2016) mengemukakan bahwa hal tersebut terdapat perbedaan pada masyarakat Jawa yang dalam penentuan tanggal pernikahan menggunakan pemikiran yang sifatnya asosiatif simbolik dengan menggunakan nilai-nilai pada heroskopis petungan. Petungan yang digunakan sebagai perhitungan tanggal pernikahan disebut sebagai petungan salaki rabi atau biasa dikenal dengan petungan pernikahan. Dalam Latif (2016) dikemukakan bahwa petungan pernikahan pada masyarakat Jawa telah dijelaskan dalam kitab prambon Jawa dalam Serat Centini karya Pakubuwono pada tahun 1991 sebagai berikut:

"Ada sabda utusan kepada para mukmin mengenai bulan perkawinan (sebagai berikut)". Agar diketahui, tentang orang yang bersuami istri akan mendapat papa jika bulannya jelek, akan selamat bila bulannya baik. Seyogyanya diketahui, jika bulan Muharram jauhilah, sebab alamat suami istri akan banyak utang. Bulan sapar juga tidak baik, entah akan apa yang akan dijumpai. Bila kawin pada bulan Rabiul Awal, salah satu akan meninggal. Jika kawin pada bulan Rabiul Akhir, akan selalu marah dan berbantah. Jika kawin dalam bulan Jumadil Awal, akan mendapat durhaka dari tuhan dan sering kecurian, bebuat serong, dan apabila ketahuan pasti akan mendapat malu besar. Bila kawin pada bulan Jumadil Akhir, akan kaya emas dan uang. Kawin pada bulan Sakban akan mendapat keselamatan, segala pekerjaan akan berhasil baik. Kawin di bulan Ramadan durhaka, banyak pekerjaan iblis. Kawin pada bulan Syawal tidak baik, akibatnya sakit-sakitan. Kawin di bulan Dzulkaidah sering susah sekali, sedangkan kawin di bulan besar, segala tindakannya selamat".

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa petungan merupakan salah satu bentuk perwujudan dari kepercayaan, persepsi, dan perilaku masyarakat Jawa yang menunjukkan manusia terutama masyarakat Jawa dalam menentukkan sesuatu selalu berusaha untuk memastikan ekspektasinya dapat menjadi kenyataan dan mengurangi kecemasan akan ketidakpastian melalui aspek kebudayaan. Masyarakat Jawa dalam memastikan ekspektasinya dapat menjadi kenyataan dan mengurangi kecemasan menggunakan penafsiran dari Sang Pencipta melalui kalender Jawa. Digunakannya petungan Jawa dalam menentukkan tanggal pernikahan menunjukkan bahwa secara psikologis adanya perasaan cemas akan ketidakpastian suatu harapan menjadi alasan terbentuknya tradisi petungan.

AA, A. L. (2016). Spiritualitas Petungan: Konstruk Psikologis Penentuan Waktu Pernikahan pada Orang Jawa.

Simamora, A., Mahliya Ruwaida, I., Ifa, N., Makarima, T., Putra, B., Raharja, L., Risma, N. A., Saputro, R. D., & Ardhian, D. (2022). Analisis Bentuk Dan Makna Perhitungan Weton Pada Tradisi Pernikahan Adat Jawa Mayarakat Desa Ngingit Tumpang (Kajian Antropolinguistik). In Jurnal Budaya FIB UB Analisis Bentuk dan Makna Perhitungan Weton (Vol. 3, Issue 1). https://jurnalbudaya.ub.ac.id44

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun