Mohon tunggu...
Sputnik
Sputnik Mohon Tunggu... Guru - A nameless

Not your company

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pramoedya Ananta Toer dan Sintesis Sejarah serta Sastra

6 Februari 2018   16:00 Diperbarui: 6 Februari 2018   17:45 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramoedya Ananta Toer (Kompas / Johnny)

Hari ini merupakan tepat perayaan ulang tahun salah seorang sastrawan terbaik yang pernah kita miliki -- Pramoedya Ananta Toer. Satu-satunya sastrawan kita yang namanya pernah dinominasikan sebagai penerima Nobel dan karya-karyanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Kita tentu patut bangga bahwa bangsa ini pernah memiliki penulis sekaliber Pram, sapaan akrabnya. 

Memang ada yang tak biasa dalam karya-karyanya, pun kisah hidupnya yang membuatnya mempunyai daya tarik lebih dibanding penulis lain untuk terus dibaca karya-karyanya. Puluhan buku pun sudah ditulis untuk membahas baik karyanya ataupun kisah hidupnya dan tidak pernah para penulis yang mendompleng ketenarannya takut bahwa karya mereka tidak akan dibaca. Tak pelik seorang kritikus sastra menyebutnya sebagai seorang penulis yang hanya muncul satu kali dalam satu generasi atau bahkan dalam satu abad, dan kita mafhum dengan pernyataan ini.

Pram dikenal sebagai seorang peramu cerita fiksi sejarah yang ulung. Kekuatan tulisannya dan juga kemampuannya menuliskan sejarah dalam bentuk prosa didukung oleh kemampuan riset sejarah yang mumpuni.

 Dalam guratan penanya, sejarah ditransformasikan menjadi sebuah diskursus dan dialog yang melampui kedangkalan informasi yang kerap mempersepsikan sejarah sebagai disiplin ilmu inferior yang tersekat oleh fakta-fakta dan angka-angka tentang kejadian di masa lampau. Apa yang Pram coba untuk ambil dari sejarah dan ia berikan dalam setiap tulisannya adalah semangatnya -- sejarah sebagai sesuatu yang dinamis. Tujuan Pramoedya menulis ulang sejarah bukanlah untuk memaparkannya dalam bentuk pengetahuan faktual, meskipun risetnya tentang sejarah selalu mendalam dan juga selalu hati-hati dalam menuliskan fakta sejarah dalam tulisannya, tapi ingin memaparkannya sebagai narasi fiksi dialektikal yang bisa membuka interpretasi yang lebih luas. 

Semangat dan juga dialektikal interpretasi inilah yang berusaha Pramoedya bangun dalam mendorong masyarakat yang memiliki kesadaran sejarah kritis. Secara tegas Pramoedya mengatakan bahwa "keengganan kita berguru pada sejarah membuat kita terlempar pada keranjang sampah peradaban". Sejarah adalah jalinan benang peradaban yang saling terpilin tanpa batas waktu, bukan hanya dalam kungkungan masa lalu yang sudah selesai. Orang yang gagal melihat sejarah sebagai sebuah jalinan benang peradaban penghubung masa lalu, masa sekarang, dan masa depan adalah orang yang gagal memahami bahwa dirinya adalah akibat dan juga bagian dari sejarah. Inilah yang menjadikan sejarah seharusnya selalu relevan sebagai sebuah pengetahuan untuk masa kini dan masa yang akan datang. 

Kesadaran sejarah kritis haruslah dibangun melalui pemahaman sejarah yang bernas, kritis, dan juga dialektikal. Tanpa kesadaran sejarah, sebuah peradaban akan terkungkung pada kemandegan akibat kegagalannya melihat asal-usul dan juga gua garba hari depan. Tidak berlebihan rasanya bila kita mengatakan bahwa segala permasalahan yang bangsa ini hadapi dewasa ini tak ayal disebabkan karena kurangnya pemahaman dan kesadaran sejarah yang kita miliki. Korupsi, konflik atas isu ras, kesukuan dan agama, kesenjangan pendidikan, dan ekonomi merupakan sebagian kecil dari permasalahan yang timbul sebagai bagian dari warisan sejarah kolonial yang belum bisa kita kibaskan.

 Pramoedya adalah seorang patriot dan humanis sejati yang mengabdikan diri untuk kebaikan bangsanya. Ia anggap pekerjaannya sebagai seorang penulis adalah sebuah kewajiban untuk mengibaskan kebodohan dan ketidakadilan diantara bangsanya. Dia hidup untuk menulis, dan tulisannya didasari oleh rasa kemanusiaan dan keadilannya yang tinggi bagi sebangsanya. Semua yang dia tulis, baik fiksi maupun karya-karya sejarahnya diperuntukan untuk bangsanya agar tidak menjadi manusia-manusia tuna sejarah. 

Dalam hal ini Pram memiliki prinsip, seperti yang dikatakan oleh Maxim Gorky penulis Rusia yang ia anggap sebagai guru kepenulisannya, bahwa "the people must know their history". Sejarah bukanlah pengetahuan yang patut dimonopoli oleh sebagian kelompok kecil yang memiliki kepentingan darinya, sejarah berhak dimiliki oleh semua orang. Ia juga bukanlah penganut "the great men philosophy" yang percaya bahwa sejarah hanya digerakan oleh orang-orang besar. Hal ini terlihat jelas dalam karya-karyanya dimana sang protagonis adalah seorang tokoh dari golongan biasa yang berusaha melawan arus sejarah. 

Setiap manusia adalah penggerak sejarah, dan sejarah bisa berubah apabila kita memiliki pemahaman dan kesadaran akan hal tersebut. Hal inilah yang melatarbelakanginya untuk menuliskan sejarah dalam bentuk fiksi, tak lain agar sejarah bukanlah properti yang dimiliki dan hanya dapat dipahami oleh segolongan kecil kaum elit intelektual. Dengan tumbuhnya pemahaman dan kesadaran sejarah ini Pram ingin sejarah digerakan ke arah yang akan membawa kemaslahatan bagi semua orang.

Pram telah mensintesiskan sastra dan sejarah sebagai sebuah praksis, yaitu sesuatu yang bisa direnungkan dan juga dipraktikan. Ia menggunakan sastra sebagai medium penulisan sejarah agar mudah dipahami dan menggunakan materi sejarah dalam karya sastra untuk menjadikannya sebagai diskursus dialektikal yang lebih dinamis. Tidak alasan lain bahwa Pram ingin bangsanya lebih mengetahui sejarah, agar mereka bisa memahami bangsanya sendiri. Tanpa pengetahuan sejarah, sebuah bangsa akan lupa akan asal-usulnya dan juga kecintaannya akan sebangsanya. Pram betul-betul mempergunakan sejarah sebagai bagian dari pendidikan kebangsaan seperti yang telah Ki Hadjar Dewantara ajarkan, bahwa "tanpa pendidikan kebangsaan maka pendidikan hanya akan melahirkan manusia-manusia yang bisa menjadi musuh bagi bangsanya sendiri".  

Bagi Pram untuk tujuan itulah dia menulis, karya-karyanya harus dibaca untuk menumbuhkan optimisme, keberanian, dan juga untuk membebaskan. Pram hendak membebasakan sebangsanya dari ketidaktahuan sejarah dan juga dari pengaruh sejarah yang ditulis oleh segolongan orang yang memiliki kepentingan tertentu. Ia tidak ingin sejarah hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan dari ketidaktahuan orang kebanyakan. Ia telah menyelesaikan tugas itu dengan mewariskan sejumlah karya yang sangat patut dibanggakan. Sebuah warisan dari yang tidak akan lekang ditelan zaman yang harus dijaga dan diketahui oleh bangsanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun