Mohon tunggu...
Amaliyah Salsabiela
Amaliyah Salsabiela Mohon Tunggu... -

Happy Baby adalah salah satu toko online dan offline yang didirikan oleh Amaliyah Salsabiela, S.Psi (Sarjana Psikologi)yang menyediakan berbagai macam perlengkapan bayi, anak, dan ibu.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Awal Pincangnya Rumah Tangga

18 Oktober 2013   07:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:23 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dear  Ayah dan Bunda, sudah berapa lamakah anda berkeluarga? 1 tahun, 2 tahun, atau bahkan 15th? dst. pasti Ayah dan Bunda sudah semakin sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ayah bekerja, Bunda di rumah bersama anak-anak, atau bahkan keduanya bekerja.

Pernahkah Ayah Bunda mengalami kejenuhan dalam berumah tangga?

Apakah yang selama ini sudah Ayah dan Bunda dapatkan dari rumah tangga yang di bangun?

Untuk Ayah: setiap hari bangun pagi, mandi, sarapan, ke kantor, pulang sore/malam, mandi, makan malam, nonton tv, dan pergi tidur.

Untuk Bunda: setiap pagi bangun lebih awal dari suami dan anak-anak, siapin sarapan, beres-beres rumah, asuh anak di rumah, menunggu suami pulang, persiapkan semua kebutuhan suami termasuk persiapkan makan malam, bareng-bareng nonton tv, dan berakhir dengan pergi tidur.

Untuk Bunda yang bekerja mungkin kurang lebih sama dengan rutinitas Ayah dan ditambah dengan mengurus anak setelah pulang dari kantor.

Apa yang Ayah dan Bunda rasakan? Capek sudah pasti, apalagi saat pulang ke rumah dalam kondisi capek  dan buah hati kita rewel. Hemm…itu mungkin keseharian yang kita hadapi. :)

Menurut penulis, keluarga yang dapat melejit bergerak maju (tidak hanya untuk keluarganya saja) namun juga untuk orang lain adalah keluarga yang memiliki keharmonisan komunikasi di antara anggotanya.  Komunikasi antara Ayah dan Bunda, komunikasi antara Orangtua dan anak-anak.

Sejauh manakah komunikasi yang telah kita bangun dalam keluarga?

Seringkali kita masih sulit untuk menjawabnya

Apakah sudah berkualitas?

Sangat sulit untuk menjawabnya dengan pasti

Apa itu komunikasi?

Emmm…secara teori sih begini:

Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri, Komunikasi adalah pengalihan suatu pesan dari satu sumber kepada penerima agar dapat dipahami. [Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan, 2003, hal 4

Oke, Ayah dan Bunda….

Perlu kita garis bawahi bersama, bahwa komunikasi itu tidak hanya sekedar hubungan memberi dan menerima pesan untuk saling mempengaruhi agar orang lain sependapat dengan kita, atau bahkan bukan sekedar bentuk pertanyaan dan jawaban. Namun, dalam hal ini yang lebih penting adalah komunikasi antar diri pribadi. ANTAR DIRI PRIBADI yang berarti “mendalam”, dan untuk bisa melakukan hal ini sangat dimungkinan  membutuhkan waktu khusus untuk keluarga untuk bisa mengaplikasikannya.

Apa yang terjadi dalam komunikasi keluarga selama ini?

Hampir setiap komunikasi yang dibangun hanya berupa bentuk:

1.Pertanyaan dan jawaban: “Istriku, hari ini masak apa? atau “Ayah, hari ini mau dimasakin apa?”

Saat suami akan pergi : “Mau nitip apa, Ayah mau keluar?”

Dari buah hati: “Bunda, lihat topi upacaraku ga?”

2.Peringatan :

“Adek…udah bunda bilang jangan berantakan kalau habis mainan. Ayo diberesi lagi”
“Adek, jangan naik tinggi-tinggi. Bahaya”

Peringatan untuk Ayah: “Ayah, kalau pulang kerja semua barang diletakin pada tempatnya,” “Ayah bisa gak sih tidurnya gak mendengkur !”,

“Ayah, jangan lupa loh titipin bunda sekalian dibeliin,” “……..titipan adek”

Peringatan untuk Bunda:

“Bunda itu jangan lupa matiin kompor. Selalu cek ulang semua pekerjaan”

“Bunda, adek nangis”

Huaa…dan peringatan-peringatan lain seperti alarm 1x24 jam untuk kita.hehe…

3.Kabar berita

Kabar berita untuk Bunda: “Ayah pulang malem, ada rapat mendadak”

Kabar berita untuk Ayah: “Ayah, adek minta dibeliin mobil-mobilan”

Kabar berita untuk keduanya: “Ayah, Bunda, minggu depan salah satu orang tua ada kumpul dengan sekolah”

4.Perintah

Untuk Bunda: “Bunda, tolong ambilkan handuk untuk Ayah…” sambil teriak-teriak di dalam kamar mandi. “Tolong siapkan bla bla bla…..$#$%^&&%(&!!”

Untuk Ayah: “Ayah…kalau malam jangan lupa tutup semua pintu. Kan Ayah yang terakhir keluar rumah”

Untuk Adek:

“Ayo makan”
“Ayo belajar”
Ayo…ayo…ayo…

Jenuh bukan???

Tarik nafas dan hembuskan, fiiiuuuh….

:)

Kita semua mengalami kejenuhan. Kehampaan di dalam keluarga.
Ayah, Bunda, Anak-anak…

Untuk Ayah dan Bunda

Pernahkah Ayah atau  Bunda dengan sengaja meluangkan waktu sejenak untuk duduk bersama?

Saling bercerita mulai dari hal yang ringan sampai dengan hal yang serius untuk diambil keputusan?

Atau hanya sekedar duduk bersama saat membutuhkan suatu keputusan?

Jika pertanyaan terakhir memiliki jawaba IYA, maka sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada komunikasi yang baik diantara Ayah dan Bunda.

Bagaimana mungkin kita bisa bijak memutuskan sesuatu jika yang kita tahu adalah hanya kondisi “saat itu” saja dan saat itu pula harus segera untuk diambil keputusan?

Apakah hubungan suami istri hanya sebatas “terlihat” ada bersama-sama?

Bersama-sama dalam “status” suami dan istri?

Sebelum semuanya terlanjur jauh antara Ayah dan Bunda saling memiliki “kehidupan sendiri” dalam kebersamaan. Maka perbaikilah dari sekarang kualitas komunikasi anda.

Saat dulu sebelum menikah atau saat tahun awal menikah, mungkin anda berdua memiliki perencanaan bersama dan cita-cita bersama. Lebih sering menanyakan kabar dan saling bercerita satu sama lain hingga keduanya benar-benar saling mengerti.

Lalu saat ini??

Apa yang telah terjadi diantara Ayah dan Bunda?

Kita sudah terlalu sibuk dengan kegiatan dan pemikiran masing-masing.

Mungkin saya lebih sependapat dengan Judy C pearson & Paul E melson, [dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar 2005, hal 69] yang menyebutkan bahwa komunikasi adalah Proses memahami dan berbagi makna. Komunikasi di sini terbangun secara lebih mendalam.

Sangatlah mungkin, jika kita memiliki “tujuan” yang berbeda dalam satu rel tujuan

Sangatlah mungkin, jika kita tidak saling “mengenal”  meski sudah lama mengenal

Sangatlah mungkin, jika kita tidak saling “peduli” dalam kebersamaan

Sangatlah mungkin, jika kita berbicara secara “singkat-singkat” dalam kebersamaan

SEBALIKNYA

Sangatlah mungkin, jika kita memiliki “tujuan” yang sama meski jarang bersama

Sangatlah mungkin, jika kita lebih saling “mengenal” meski baru mengenal

Sangatlah mungkin, jika kita lebih saling “peduli” meski jarang bersama

Sangatlah mungkin, jika kita lebih bisa “berlama-lama” berbicara dengan orang lain meski jarang bersama

Inilah awal kepincangan di dalam rumah tangga. Setiap anggotanya sudah memiliki “kenyamanan” sendiri di luar keluarganya yang terlihat bersama.

Awal adanya perselingkuhan, atau kebosanan dengan pasangan hingga muncul kata-kata “Kita sudah tidak sejalan lagi” hingga berujung pada perceraian.

Naudzubillah…

Siapa yang merugi jika ini terjadi? Jawabannya adalah SEMUA.

Salah satunya anak kita. Anak kita telah kehilangan salah satu pasang sayapnya, kacanya telah retak dan tidak mungkin bisa kembali baik seperti semula apapun usaha yang dilakukan, seperti memberikan sayap baru atau merekatkan kembali kaca yang telah retak.

Tidak ada yang bisa menggantikan dengan PERSIS sosok AYAH dan IBU. Ayah yang menjadi nasab anak menjadi BIN atau BINTInya, atau IBU yang telah mengandungnya.

Aliran darah pada anak adalah dari mereka. Sehingga tidak akan tergantikan kedekatan emosional oleh siapapun orangnya.

Maka berhati-hatilah dengan komunikasi diantara kedua pasangan. Bangunlah komunikasi yang lebih mendalam agar saling memahami dan berbagi makna. Sehingga kita lebih saling mengenal, menyayangi dan mencintai. Salah satu tipsnya adalah minimum usahakan sebelum tidur, diantara keduanya saling mengevaluasi dan memberikan apresiasi kebaikan apa saja yang perlu dipertahankan oleh pasangan dan keburukan apa yang seharusnya segera ditinggalkan. Buat target yang harus dicapai mengenai cita-cita keluarga. Maka, dalam hitungan tahun insya Allah keluarga ini akan segera melejit dengan ijin Allah jika keduanya terus berusaha terus menjadi pribadi yang lebih baik. :)

Amiin…

Setelah komunikasi di antara Ayah dan Bunda benar-benar berkualitas, maka akan berdampak langsung kepada komunikasi kita dengan buah hati.

Segera evaluasi diri kita Ayah dan Bunda…

Apakah komunikasi yang kita bangun dengan anak kita selama ini hanya berupa pertanyaan dan jawaban, peringatan, kabar berita, perintah berupa tuntutan, atau bahkan berupa teriakan??

Apakah Ayah dan Bunda menemui hal di bawah ini?

Mengapa anak-anak lebih senang bercerita dengan temannya?

Mengapa anak kita lebih suka berlama-lama komunikasi di facebook, twitter, BBM, dan jejaring social yang lain???

Insya Allah akan kita bahas dalam tulisan selanjutnya.

Silahkan berikan tanggapan dan masukan ataupun berbagi pengalaman terbaik agar tulisan ini menjadi semakin bermanfaat. Amiin…

Terima kasih ^_^

Amaliyah Salsabiela, S.Psi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun