Kebetulan saat ini saya menjadi bagian program inisiatif warga terkait perbaikan layanan JKN. Saya ditugaskan untuk bergaul dengan para pengguna JKN di layanan kesehatan yang dipilih program tersebut. Ada pasien yang saya temui di fasilitas rujukan pertama berhenti membayar iuran gara-gara rujukan pertama yang ia pilih layanannya tidak memuaskan. Ternyata soal iuran masalahnya bukan soal keterlambatan saja, tetapi berhubungan dengan tingkat kepuasan. Bahkan mungkin ada juga daerah-daerah yang mengeluhkan cara pembayaran, meskipun sudah banyak alternatifnya.
Soal keluhan, mereka terutama mengeluhkan antrean di fasilitas kesehatan tingkat lanjut dan pemilihan fasilitas rujukan tingkat pertama yang tidak sesuai. Meskipun banyak juga yang menikmati manfaatnya, terutama penderita penyakit kronis. Seperti seorang ibu yang pernah saya temui, ia rutin mengantar mertuanya yang menderita kanker Payudara mengakses JKN. Ibu tersebut sering sharing bagaimana keluarga mereka merasakan manfaatnya juga mengenai perkembangan layanan JKN dari antrean di layanan rujukan tingkat lanjut yang lama hingga kemudian disediakan antrean untuk lansia.Â
Saya juga bertemu dengan seorang penderita gagal ginjal yang rutin melakukan cuci darah menggunakan JKN. Selain itu juga bertemu dengan para pendamping ODHA (Orang dengan HIV/ AIDS) yang setia mendampingi dampingannya. Bahkan mengurus administrasi JKN saat mereka melakukan rujukan. Banyak sekali kelompok-kelompok yang memang membutuhkan jaminan kesehatan ini. Meskipun, JKN hanya bisa mencover obat sesuai dengan standar INA CBG’s. Mendengar manfaat gotong royong BPJS kesehatan, hal-hal seperti antrean panjang yang ditemui saat pendaftaran atau hambatan teknis lainnya menjadi tidak ada artinya.
Mengingat kesehatan memang kebutuhan setiap orang, artinya setiap warga Negara Indonesia membutuhkan layanan kesehatan dan Negara harus menjamin ini. Adanya JKN yang siap melayani seluruh warga Negara pada tahun 2019 nanti tentu tujuan yang mulia. Â Soal komitmen urun iuran ini memang perlu menjadi perhatian tersendiri. Meskipun sudah dibuatkan aturan sedemikian rupa, jaminan sosial tidak bisa kaku seperti layanan air atau listrik menyerahkan komitmen pada perseorangan. Tetap perlu cara atau dibuatkan media khusus mengatasi ini dengan evaluasi terus menerus.
Kelak evaluasi ini akan menjadi bahan untuk perbaikan kualitas kepesertaan. Bagaimanapun, kualitas peserta akan mempengaruhi ketersediaan dana iuran yang memungkinkan untuk peningkatan kualitas layanan. Akhirnya harapan kuantitas pesertapun jumlahnya akan mengikuti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H